Puasa Ganti Atau Puasa 6 Dulu. Direktur Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat, mengatakan bahwa memang ada perbedaan pendapat tentang hal tersebut. Pendapat ini merujuk pada kewajiban puasa qadha bersifat tarakhi, yakni boleh ditunda atau diakhirkan hingga menjelang masuknya bulan Ramadhan tahun berikutnya. Ia mengatakan, ketika para mufti di Arab Saudi berfatwa tentang haramnya puasa enam hari bulan Syawal bagi mereka yang belum membayar hutang puasa Ramadhan, maka pendapat mereka itu sangat dipengaruhi oleh latar belakang mazhab Al-Hanabilah yang banyak dianut masyarakat Arab Saudi. Menurutnya, tidak ada keharusan untuk bersikap merasa paling benar, sebab hukumnya sendiri memiliki beberapa pendapat yang berbeda. Dikatakan, bahwa mengqadha puasa berkaitan dengan kewajiban (dzimmah) dan seseorang tidak mengetahui apakah ia masih lama hidup atau akan mati. Pendapat ini diperkuat dengan perkataan Sa'id bin Al Musayyib mengenai puasa sepuluh hari di bulan Dzulhijjah.
Puasa Syawal hukumnya sunah muakkadah, amalan yang sangar dianjurkan. Niat Puasa Syawal dengan Tulisan Arab dan Latin, Ini Tata Cara, Ketentuan & Keutamaannya.
• 4 Amalan Sunnah yang Dianjurkan Dilakukan di Bulan Syawal, Mulai dari Puasa Hingga Menikah! Seperti yang diketahui, bagi muslimah, secara umum pasti memiliki udzur saat Ramadhan yang membuatnya tidak boleh berpuasa, yaitu datangnya haid.
Karena haid, muslimah tidak bisa melaksanakan puasa dan harus menggantinya setelah berakhirnya bulan Ramadhan.
Selesai bulan Ramadhan, umat Islam disunahkan menjalankan ibadah Puasa Syawal selama 6 hari. Artinya: Abu Ayyub al-Ansari RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Dia yang berpuasa selama Ramadhan dan melanjutkannya dengan enam hari puasa saat bulan Syawal akan seperti melakukan puasa terus menerus.". Namun, adakalanya sebagian muslim punya utang puasa yang harus dibayar selepas Ramadhan. Jika sudah lunas, umat Islam bisa melanjutkannya dengan Puasa Syawal. Terkait menggabungkan Puasa Syawal dengan melunasi utang Ramadhan, umat Islam sebaiknya tidak melakukan hal tersebut. Mufti dari Leicester, Inggris, tersebut mengutip pendapat dalam Fatawa Darul Uloom Deoband.
Jika terlanjur menggabungkan keduanya, maka niat utama adalah membayar utang Puasa Ramadhan. Saat melunasi utang, diharapkan umat Islam memperoleh berkah Syawal dari Allah SWT.
Namun, muncul pertanyaan, apakah yang lebih dulu diutamakan, membayar utang puasa Ramadan atau melakukan puasa Syawal? Seperti dikutip dari islam.nu.or.id, orang-orang yang memiliki utang puasa Ramadan dianjurkan untuk mengqadha segera utang puasanya. ولو صام في شوال قضاء أو نذرا أو غير ذلك ، هل تحصل له السنة أو لا ؟ لم أر من ذكره ، والظاهر الحصول.
لكن لا يحصل له هذا الثواب المذكور خصوصا من فاته رمضان وصام عنه شوالا ؛ لأنه لم يصدق عليه المعنى المتقدم ، ولذلك قال بعضهم : يستحب له في هذه الحالة أن يصوم ستا من ذي القعدة لأنه يستحب قضاء الصوم الراتب ا هـ. Artinya, “Kalau seseorang mengqadha puasa, berpuasa nazar, atau berpuasa lain di bulan Syawal, apakah mendapat keutamaan sunah puasa Syawal atau tidak? Alhafiz Kurniawan menjawab, saya tidak melihat seorang ulama berpendapat demikian, tetapi secara zahir, orang yang berpuasa qadha di bulan Ramadan, tetap mendapatkan nilai puasa Syawal. Tetapi memang ia tidak mendapatkan pahala yang dimaksud dalam hadis khususnya orang luput puasa Ramadan dan mengqadhanya di bulan Syawal karena puasanya tidak memenuhi kriteria yang dimaksud.
Karena itu, sebagian ulama berpendapat bahwa dalam kondisi seperti itu ia dianjurkan untuk berpuasa enam hari di bulan Dzul qa’dah sebagai qadha puasa Syawal. Meski demikian, tetap dianjurkan mengqadha puasa Ramadan terlebih dahulu, sebelum berpuasa Syawal.
KENDARI, TELISIK.ID - Pasca bulan Ramadan dan Idul Fitri, salah satu amalan yang dianjurkan bagi umat Islam yaitu puasa sunnah enam hari di bulan Syawal. Ulama Ahli Fiqih asal Jogjakarta, Ustadz M. Shiddiq Al Jawi mengatakan, para Ulama berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya seseorang berpuasa sunnah enam hari di bulan Syawal sebelum mengqadha puasa Ramadan dalam dua pendapat.
Ulama mazhab Hanafi membolehkan secara mutlak tanpa disertai kemakruhan, sedang ulama mazhab Maliki dan Syafi’i membolehkan disertai kemakruhan (jaa`iz ma’a al karaahah). Hal itu dikarenakan mengqadha puasa Ramadan adalah kewajiban yang longgar waktunya (wajib muwassa’), yaitu dapat dikerjakan mulai bulan Syawal hingga bulan Sya’ban.
Dalil bahwa mengqadha puasa Ramadhan adalah kewajiban yang longgar waktunya (wajib muwassa’) adalah hadits dari Aisyah RA yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Senada dengan itu, Imam Ibnu Baththal juga berpendapat mengenai kelonggaran waktu mengqadha puasa Ramadan, ”Para ulama telah sepakat bahwa barangsiapa yang mengqadha puasa Ramadan yang ditinggalkannya di bulan Sya’ban sesudahnya, maka dia dapat disebut orang yang telah menunaikan kewajibannya berpuasa Ramadan tanpa melalaikan kewajiban itu.” (Ibnu Baththal, Syarah Al Bukhari, Juz IV, hlm.
Imam Ibnu Rajab Al Hanbali berkata mengenai bolehnya mendahulukan kesunnahan (an nafl) dari kewajiban yang longgar waktunya (wajib muwassa’), ”Qaidah nomor 11;’Barangsiapa yang mempunyai kewajiban, apakah dia boleh melakukan kesunnahan (an nafl) sebelum menunaikan kewajiban itu dalam jenisnya (yang sama) ataukah tidak? Jika ibadah mahdhah ini waktunya longgar (muwassa’), maka boleh melakukan kesunnahan sebelum menunaikan kewajiban seperti halnya sholat menurut kesepakatan ulama, dan boleh pula melakukan kesunnahan itu sebelum mengqadha suatu kewajiban seperti halnya puasa Ramadhan menurut pendapat yang lebih shahih.” (Ibnu Rajab Al Hanbali, Al Qawa’id, hlm. Berdasarkan penjelasan ini, Alumni Pesantren Al Azhar Bogor ini menilai, maka boleh hukumnya seseorang yang masih mempunyai utang puasa Ramadan karena udzur syar’i, misalnya karena haid, sakit atau perjalanan (safar), untuk melakukan puasa sunnah enam hari pada bulan Syawal meskipun dia belum mengqadha puasa Ramadannya. "Namun yang lebih afdhol (meski tidak wajib) adalah dia mengqadha puasa Ramadan lebih dulu, baru kemudian berpuasa sunnah enam hari pada bulan Syawal.
Bagi siapa saja yang mengerjakannya, Allah SWT akan memberikan ganjaran berupa pahala seperti berpuasa selama setahun. Keistimewaan bulan Syawal yang pertama yakni memperoleh pahala seperti setahun berpuasa. Melanjutkan berpuasa selama enam hari di bulan Syawal usai Ramadhan memang akan diganjar dengan pahala yang besar.
Itikaf sendiri adalah upaya dari seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Melangsungkan pernikahan di bulan Syawal mampu mendatangkan kebaikan bagi pasangan dan keluarga yang melaksanakannya. Karena di bulan ini banyak keluarga jauh yang berkumpul bersama merayakan hari kemenangan bagi umat Islam usai berpuasa.
Saat bulan Ramadan, umat Islam terbiasa melaksanakan ibadah wajib dan sunah dengan hati yang ikhlas. Justru dengan adanya bulan Ramadan, kalian bisa terbiasa untuk mengamalkan ibadah.
SEMARANG SELATAN, AYOSEMARANG.COM -- Setelah menjalani puasa Ramadan dan Hari Raya Idulfitri, umat Islam dianjurkan untuk berpuasa lagi selama enam hari.di bulan Syawal. Namun bagi mereka yang punya hutang puasa Ramadan, biasanya kerap kali bingung.
AYO BACA : Puasa 6 Hari di Bulan Syawal, Ini Keutamaannya. Mereka bingung mana yang dikerjakan lebih dulu antara bayar utang atau puasa syawal.
Pakar tafsir Al-qur'an asal Indonesia, Quraish Shihab, dalam video ceramah di YouTube mengatakan, mendahulukan berpuasa untuk membayar utang puasa Ramadan lebih diutamakan. "Kalau ditanya mana yang lebih utama, antara bayar utang Ramadan atau berpuasa Syawal, maka jelas lebih baik bayar utang puasa Ramadan.