Pengertian Puasa Menurut Etimologi Dan Terminologi. Ketahuilah bahwa sesungguhnya agama itu terbagi menjadi dua , salahsatu dari keduannya adalah meninggalkan apa-apa yang telah dilarang oleh Allah Subkhanu wa ta’ala dan yang selanjutnya adalah melakukan ketaatan kepada Allah Subkhanu wa ta’ala. Sesunggguhnya taat dalam menjalankan perintah Allah Subkhanu wa ta’ala adalah hal yang mampu dilakukan setiap orang yang beriman karena sesungguhnya tuhan menghendaki kemudahan, dan meninggalkan apa – apa yang dilarang oleh Allah akan teramat sulit dan berat kecuali orang – orang yang beriman dengan sebenar benarnya iman, dan jika kita sudah melakukan apa yang diperintah oleh Allah Subkhanu wa ta’ala jangan kita lantas merasa puas dengan itu karena bisa jadi hati kita, niat kita hanya menjalankan perintahnya saja bukan semata-mata mengabdikan diri kita mencari ridho Allah Subkhanu wa ta’ala.
Rosullullah bersabda yang artinya : “Semua dari kalian adalah pemimpin dan semuanya akan ditanya tentang tanggung jawabnya.”. Konsepsi puasa dalam pemaknaan istilah seringkali dimaknai dalam pengertian sempit sebagai prosesi menahan lapar, haus dan berhubungan intim serta hal-hal yang membatalkan puasa di bulan Ramadhan, padahal jika kita lebih menghayati dalam memaknai puasa yang sebenarnya adalah menahan diri untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama, selain itu puasa juga memberikan gambaran atau ilustrasi tentang solidaritas orang islam atas orang orang yang kurang mampu untuk mencukupi dirinya atau dalam kondisi miskin, dalam konteks ini interaksi sosial bisa digambarkan pada kelaparan dan kehausan yang diderita orang yang kurang mampu tersebut sehinga menimbulkan dampak tengang rasa saling merasakan kepedulian penderitaan yang mereka alami, dan pengkajian tentang hakikat puasa sebenarnya akan mencangkup banyak hal baik kesehatan, interaksi sosial, keagamaan,dll.
Allah Tabaraka wa Ta’ala telah mengkhususkan satu pintu surga untuk orang yang puasa. Dari Abu Umamah Al-Bahili Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “Ketika aku tidur, datanglah dua orang pria kemudian memegang kedua lenganku, membawaku ke satu gunung yang kasar (tidak rata), keduanya berkata, “Naik”. Akupun naik hingga sampai ke puncak gunung, ketika itulah aku mendengar suara yang keras. Aku bertanya, ‘Siapa mereka?’ Keduanya menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum halal puasa mereka (sebelum tiba waktu berbuka .” [Riwayat An-Nasa’i dalam Al-Kubra sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf 4/166 dan Ibnu Hibban (no.1800 zawaid-nya) dan Al-Hakim 1/430 dari jalan Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, dari Salim bin ‘Amir dari Abu Umamah.
Para ulama’ sepakat bahwa puasa itu diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijrah, Rasullullah membolehkan bagi orang sakit dan bagi orang yang dalam perjalanan tidak berpuasa akan tetapi wajib menqadhanya di waktu yang lain dan beliau membolehkan wanita yang sedang mengandung dan yang sedang menyusui anak tidak berpuasa, dengan memberi fidyah. Akan tetapi kesempurnaan puasa adalah dengan menjaga seluruh angota tubuh dari perkara yang dibenci oleh Allah Subkhanu wa ta’ala, sayogjanya menjaga mata dari melihat hal yang dibenci Allah, menjaga lisan dari mengucapkan hal yang tidak bermanfaat , menjaga telinga dari mendengarkan hal yang diharamkan oleh Allah Subkhanu wa ta’ala seperti mendengarkan gibah dll, dan juga tentunya menjaga semua angota tubuh seperti perus dan kemaluan dari hal yang diharamkan oleh Allah Subkhanu wa ta’ala.
Dikutip dari buku Tuntunan Ibadah pada Bulan Ramadhan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, puasa dalam bahasa Arab disebut dengan Shiyam. Baca: Bacaan Niat dan Doa Shalat Dhuha, Beserta Urutan Tata Cara Pelaksanaannya.
Selain itu, ada pula hadis dari Nabi Muhammad SAW tentang anjuran membaca niat sebelum beribadah:.
Dikutip dalam buku "Bekal Ramadhan dan Idul Fitri (1): Menyambut Ramadhan" oleh Saiyid Mahadhir, Lc, MA yang menjelaskan kata puasa dalam bahasa adalah hasil terjamahan dari bahasa Arab yang diambil dari shaum atau shiyam. Dalam bahasa Arab kata shaum atau shiyam diartikan dengan imsak yang berarti menahan.
Di dalam Al-Qur'an kata shaum menunjukkan makna lebih umum ketimbang shaum yang justru sering digunakan untuk menunjukkan makna yang lebih khusus yaitu berpuasa dengan menahan makan dan minum. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini".
Dalam bahasa kita, imsak dan puasa adalah dua kata yang berbeda dan sama dalam beragam pengertian. Dalam al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan puasa secara terminologi, yakni menahan diri pada siang hari dari hal-hal yang membatalkannya, disertai niat sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Pertama, puasa adalah imsak atau menahan.
Ketiga, aktivitas menahan makan, minum, dan bersetubuh dari terbit fajar hingga matahari terbenam yang tidak disertai niat tidak dihukumi puasa menurut syariat. Yang dimaksud dengan niat puasa di sini adalah bukan membaca lafazh niat dalam bahasa Arab yang dilakukan sendirian atau berjamaah dan dipimpin oleh imam Tarawih. Keempat, secara sosio-historis, imsak adalah penanda waktu, yakni sejak usai makan sahur sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan Subuh. Jarak antara sahur dan adzan Subuh yang menurut Nabi SAW sepanjang orang membaca 50 ayat Alqurann itu adalah imsak dalam pengertian yang kita kenal selama ini.
Hal ini sudah dijelaskan dalam firman Allah dalam Q.S. Selain pengertian puasa Ramadhan di atas, ada beberapa hal penting lainnya menyangkut puasa Ramadhan seperti rukun puasa Ramadhan, syarat puasa Ramadhan, dan lain sebagainya.