Orang Tidak Puasa Apa Hukumnya. PEMBATASAN Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta dan sekitarnya pada bulan Ramadhan ini, tidak membuat para driver ojek online (ojol) berhenti bekerja. Namun moda transportasi berbasis daring ini tidak lagi diperkenankan membawa penumpang selama berlakunya PSBB.
Seperti yang terlihat di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, deretan ojol tertata rapi sedang menunggu order. Diantara pengemudi ojol tersebut, terlihat beberapa orang sedang asyik menyeruput kopi dan sesekali menghisap rokok. Ironis memang di tengah bulan suci Ramadhan, masih ada umat Islam yang memenuhi syarat tidak menjalankan ibadah puasa.
Diantara hadits dan riwayat tentang dosa meninggalkan puasa adalah dari sahabat Abu Umamah Al Bahili radhiyallahu ‘anhu. Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja tanpa udzur maka ia keluar dari Islam. Mereka juga berdalil dengan riwayat dari Umar bin Khathab radhiallahu’anhu bahwa ia berkata:.
خيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم ويصلون عليكم وتصلون عليهم وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم وتلعنونهم ويلعنونكم قيل يا رسول الله أفلا ننابذهم بالسيف فقال لا ما الصلاة وإذا رأيتم من ولاتكم شيئا تكرهونه فاكرهوا عمله ولا تنزعوا يدا من طاعة. Dalam hadits ini yang menjadi patokan kufur tidaknya seorang pemimpin adalah meninggalkan shalat, bukan puasa, zakat atau haji. Dan ini adalah ijma‘ para sahabat Nabi, Abdullah bin Syaqiq Al ‘Uqaili rahimahullah mengatakan: لم يكن أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم يرون شيئا من الأعمال تركه كفر غير الصلاة “Dahulu para sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak memandang ada amalan yang bisa menyebabkan kekufuran jika meninggalkannya, kecuali shalat” (HR.
Berdasarkan riwayat ini, para sahabat Nabi tidak menganggap kufurnya orang yang meninggalkan puasa, zakat atau haji. Maka orang yang meninggalkan puasa dengan sengaja tanpa udzur, dia tidak sampai kafir namun telah melakukan dosa besar. Sebagaimana hadits dari Abu Umamah al-Bahili radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ فَأَتَيَا بِى جَبَلاً وَعْرًا فَقَالاَ لِىَ : اصْعَدْ فَقُلْتُ : إِنِّى لاَ أُطِيقُهُ فَقَالاَ : إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِى سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بَأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ فَقُلْتُ : مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ قَالُوا : هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِى فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ قَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ “Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku.
"Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atasmu berpuasa di bulan Ramadan. puasa bermanfaat bukan hanya untuk diri kita, tapi akan bermanfaat bagi lingkungan sekitar kita," tutupnya.
Dan barang siapa yang meninggalkannya -meskipun hanya satu hari- tanpa udzur, maka dia telah melakukan salah satu dosa besar dan dirinya terancam oleh kemurkaan Allah dan siksa-Nya, dia wajib bertaubat dengan penuh kejujuran dan taubat nasuha, dia juga wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya, menurut pendapat para ulama, bahkan sebagian dari mereka menyatakan sebagai hasil dari ijma’. Adapun orang yang dengan sengaja berbuka (tidak melaksanakan puasa) pada bulan Ramadhan, dan dianggap termasuk yang dibolehkan, maka dia telah kafir, dan harus diminta bertaubat, jika dia mau maka akan selamat, namun jika tidak maka konsekuensinya akan dibunuh.
(Al Fatawa Al Kubro: 2/473). Ibnu Hajar Al Haitsami –ramihahullah- berkata:. “Seorang mukallaf jika merusak puasanya di bulan Ramadhan maka termasuk dosa besar, jika tanpa udzur yang syar’I”. “Barang siapa yang meninggalkan puasa satu hari pada bulan Ramadhan tanpa udzur yang syar’i, maka dia telah melakukan kemungkaran yang besar, dan barang siapa yang bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya.
Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya tentang orang yang membatalkan puasa pada siang hari di bulan Ramadhan tanpa ada udzur ?
Pada bulan Ramadan umat muslim akan berlomba-lomba mendulang pahala salah satunya melalui puasa Ramadan yang hukumnya wajib bagi setiap muslim yang sudah baligh seperti bagaimana tertulis dalam surat Al-Baqarah ayat 183:. Namun bagi orang yang tengah berpergian jauh, sakit, wanita hamil, haid, nifas atau menyusui maka dapat meninggalalkan kewajiban puasa Ramadan tetapi wajib menggantinya, sebagaimana yang tertulis dalam surat Al Baqarah 185. Namun apabila seseorang tidak mampu berpuasa karena usia yang sudah cukup tua atau sakit-sakitan, maka kewajiban puasa Ramadan dapat diganti dengan membayar fidiah.
"...Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Itulah penjelasan mengenai hukum puasa Ramadan yang sebentar lagi akan dijalankan umat muslim.
Pada perempuan dan laki-laki yang mengalami mimpi basah saat puasa di tengah siang hari, menurut madzhab Syafi'i, atau pagi-pagi ia junub, puasanya sah, meskipun tidak mandi wajib, seperti ditulis dalam Fikih Ibadah Madzhab Syafi'i oleh Syaikh Dr. Alauddin Za'tari. Ini juga berlaku pada perempuan, sebagaimana yang ditetapkan dalam hadits riwayat Muslim, ketika Ummu Salamah bertanya kepada Rasulullah SAW, "Apakah seorang wanita wajib mandi jika ia mengalami mimpi basah?". Jika mimpi basah tidak mengeluarkan mani, maka tidak ada kewajiban mandi, seperti dikutip dari Fikih Remaja Kontemporer. Rasulullah bersabda, "(Hendaklah) dia mandi jinabat.". Lalu Ummu Salim berkata, "Wanita melihat hal itu (sesuatu yang basah), apakah dia juga wajib mandi jinabat?".
Padahal, jika tidak dipertimbangkan dengan baik, puasa bisa memengaruhi kondisi kesehatan saat sakit. Hukum berpuasa saat sedang sakit ini sudah diatur dalam Al Quran, hadis, dan kajian-kajian para ulama.
Dalam bahasa Arab, puasa disebut dengan shaum atau shiyâm, artinya menahan. Karena dia telah mengingkari satu kewajiban besar dan satu rukun dari rukun-rukun Islam, serta satu perkara yang diketahui dengan pasti sebagai ajaran Islam.
Liputan6.com, Jakarta Hukum puasa bagi orang yang sudah tua di bulan Ramadan ini perlu dipahami lagi. Namun, puasa Ramadan dapat tidak dilakukan jika seseorang mengalami halangan untuk melakukannya seperti sakit, dalam perjalanan, sudah tua, hamil, menyusui atau menstruasi.