Niat Qadha Puasa Piss Ktb. a. bersenggama ( bersetubuh) baik mengeluarkan sperma atau tidak, dan jika dilakukan pada siang hari ramadhan maka wajib baginya membayar kafarah puasa, sebagaimana dijelaskan ulama dalam kitab Tuhfatul muhtaj. المالكية قالوا : الحيض دم خرج بنفسه من قبل امرأة في السن التي تحمل فيه عادة …….أما أن تصوم الحيض بسبب دواء في غير موعده فإن الظاهر عندهم أنه لا يسمى حيضا ولا تنقضي به عدتها وهذا بخلاف ما إذا استعملت دواء ينقطع به الحيض في غير وقته المعتاد فإنه يعتبر طهرا ويتنقضي به العدة على أنه لا يجوز للمرأة أن تمنع حيضها أو تستعجل إنزاله إذا كان ذلك يضر صحتها لأن المحافظة على الصحة واجبة.
وحاصلها كما يعلم من كلامهم ستة : أن لا يمكن تأخير العمل إلى شوّال ، وأن يتعذر العمل ليلاً ، أو لم يغنه ذلك فيؤدي إلى تلفه أو نقصه نقصاً لا يتغابن به ، وأن يشق عليه الصوم مشقة لا تحتمل عادة بأن تبيح التيمم أو الجلوس في الفرض خلافاً لابن حجر ، وأن ينوي ليلاً ويصحب صائماً فلا يفطر إلا عند وجود العذر ، وأن ينوي الترخص بالفطر ليمتاز الفطر المباح عن غيره ، كمريض أراد الفطر للمرض فلا بد أن ينوي بفطره الرخصة أيضاً ، وأن لا يقصد ذلك العمل وتكليف نفسه لمحض الترخص بالفطر وإلا امتنع ، كمسافر قصد بسفره مجرد الرخصة ، فحيث وجدت هذه الشروط أبيح الفطر ، سواء كان لنفسه أو لغيره وإن لم يتعين ووجد غيره ، وإن فقد شرط أثم إثماً عظيماً ووجب نهيه وتعزيره لما ورد أن : "من أفطر يوماً من رمضان بغير عذر لم يغنه عنه صوم الدهر". Haram bagi umat islam, berpuasa washal ( terus menerus, menggabungkan puasa beberapa hari tanpa sahur dan berbuka) berbeda halnya dengan Nabi Muhammad SAW.
Termasuk ketika menyuapin si kecil, sang ibu terlebih dulu mengunyah sebelum makanan diberikan pada anaknya, padahal ia dalam keadaan berpuasa. Contoh kecil, seseorang yang sedang melaksanakan ibadah puasa mengobati matanya dengan Visin, ternyata obat tetes tersebut sangat terasa di tenggorokan.
Sebagaimana telah diketahui, bagi perempuan ketika keluar darah haid tidak boleh melakukan sebuah ibadah yang mensyaratkan niat atau suci dari hadats, seperti: shalat, thawaf dan sesamanya. Hal ini sangat rawan sekali, air bekas basuhan alat siwak atau sikat gigi tersebut ikut tertelan bersamaan dengan ludah. Apakah baginya diperbolehkan makan sahur dengan porsi jumbo, mengingat di pagi harinya, ia akan mengalami sendawa dan mengeluarkan makanan dari perutnya?
JAKARTA, iNews.id - Hadits tentang Niat perlu diketahui Muslim apakah ibadah yang dilaksanakannya sudah sesuai dengan niatnya atau bukan. Seperti shalat, yang di dalam ritualnya terdapat rukuk dan sujud.
Karena itu, ada sebuah hadits tentang niat yang disabdakan Rasulullah SAW:. Dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya.
Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan.". Dikutip dari laman PISS-KTB, asbabul wurud atau konteks historis dari munculnya hadis tersebut Innamal A'malu Binniyati yakni, ketika Rasul SAW tiba di Madinah untuk hijrah, Nabi SAW berkhutbah dengan hadits tersebut. Rasulullah SAW sudah mengetahui ada seorang sahabat yang melakukan hijrah untuk menikahi seorang wanita yang bernama Muhajir Ummu Qois, maka Nabi Saw mengingatkannya dan semua sahabatnya akan pentingnya niat di dalam berhijrah.
Namun, sebagian ulama membolehkan dilakukan tidak berurutan atau di akhir Bulan Syawal. Artinya: “Aku berniat puasa sunah Syawwal esok hari karena Allah SWT.”.
Karena itu, berbeda dengan puasa wajib di Bulan Ramadan yang mengharuskan niat pada malam hari atau saat makan sahur. Niat puasa sunah Syawal ini boleh dilakukan di siang hari selama belum makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkan.
Artinya, “Aku berniat puasa sunah Syawwal hari ini karena Allah SWT.”. Dikutip dari Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah-PISS KTB, keutamaan menjalankan puasa sunah Syawal ini, Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda:. Dalil ini yang dibuat pijakan kuat madzhab syafi’i, Ahmad Bin Hanbal dan Abu Daud tentang kesunahan menjalankan puasa enam hari di Bulan Syawal, sedang Abu Hanifah memakruhkan menjalaninya dengan argument agar tidak memberi prasangka akan wajibnya puasa tersebut. Para pengikut kalangan Syafi’i menilai yang lebih utama menjalaninya berurutan secara terus-menerus (mulai hari kedua syawal) namun andaikan dilakukan dengan dipisah-pisah atau dilakukan diakhir bulan syawal pun juga masih mendapatkan keutamaan sebagaimana hadits di atas.
Diperbolehkan menggabung niat puasa 6 hari bulan syawal dengan qadha Ramadhan menurut Imam Romli dan keduanya mendapatkan pahala.