Niat Puasa Yang Benar Menurut Ilmu Nahwu. Kata Romadhon dalam niat bacaan puasa termasuk Isim Ghairu Munshorif (karena isim alam dan tambahan alif dan nun), yang apabila dalan kondisi i’rob Jer maka alamatnya menggunakan FATHAH menjadi (ROMADHONA), namun apabila isim tersebut disandarkan kepada lafadz setelahnya (diidlofahkan) atau kemasukan Alif-Lam (AL) maka tanda i’rob Jernya menggunakan KASROH menjadi ROMADHONI (NI) bukan (NA). Yang kalau diterjemahkan adalah : aku niat puasa besok untuk melaksanakan kewajiban bulan Romadlon dari tahun ini, karena Allah ta’ala. Karena lafadz HADZIHIS SANATA status sebagai Dhorof yang menunjukkan waktu dilaksanakannya suatu pekerjaan yang dalam hal ini pekerjaannya adalah niat atau puasa, padahal niat hanya membutuhkan waktu beberapa detik, demikian halnya puasa hanya butuh beberapa jam tidak sampai satu tahun.

Romadloni (ni) dibaca jer dengan KASROH karena statusnya menjadi Mudlof kepada kalimat setelahnya yaitu isim isyaroh. قال فـي التـحفة: واحتـيج لإِضافة رمضان إلـى ما بعده لأن قطعه عنها يصير هذه السنة مـحتـملاً لكونه ظرفاً لنويت، فلا يبقـى له معنى، فتأمله، فإنه مـما يخفـى.

(قلت) لا يغنـي، لأن الأداء يطلق علـى مطلق الفعل، فـيصدق بصوم غير هذه السنة. ROMADHONI dibaca jer dengan tanda kasroh, karena dimudhofkan pada lafadz setelahnya yaitu isim isyaroh (HADZIHI). Namun ketika dimudhofkan maka sifat keisimannya menjadi kuat, sehingga tanda jer nya kembali memakai kasroh.-. Dalam Kitab Kasyifatussaja hlm 7, dijelaskan bahwa secara redaksi ada juga pendapat sebagian kecil ulama’ yang mengatakan bahwa kalau lafadz Romadlon dibaca kasroh (ROMADHONI) maka lafadz hadzihis sanah juga dibaca kasroh (HADZIHIS SANATI), jika di baca fathah (ROMADHONA) maka lafad setelah juga dibaca fathah (HADZIHIS SANATA), setatusnya tidak sebagai Dhorof tapi dibaca Nashob karena terjadi Qot’u atau pemutusan dari lafadz sebelumnya, dan menurut pendapat ini jika lafadz ROMADHON di idlofahkan kepada lafadz setelahnya itu sangat menjanggalkan karena ‘ALAM tidak bisa diidlofahkan.

Ternyata Inilah Niat Puasa Ramadhan Yang Paling Benar

Niat Puasa Yang Benar Menurut Ilmu Nahwu. Ternyata Inilah Niat Puasa Ramadhan Yang Paling Benar

Nah untuk mengetahui jawabanya silahkan baca artikel ini sampai selesai karena kita akan mengupas tuntas dengan menggunakan kajian ilmu nahwu. selain tidak bisa menerima tanwin, I'rabnya menggunakan harakat fathah ketika berkedudukan jar/khafadz.

Hal ini terdapat keterangan didalam Kitab-kitab Fiqih tentang cara membaca lafadz ramadhan dengan harakat kasrah (RAMADHANI),diantaranya :. يقرأ رمضان بالجر بالكسرة لكونه مضافا إلى ما بعده وهو إسم الإشارة. Terjemahan : Lafadz Romadhon dibaca jer dengan harakat Kasrah (رَمَضَانِ) karena keberadaanya menjadi mudhof kepada kalimat setelahnya yakni isim isyaroh.

syaratnya lafadz setelahnya yakni Hadzihis-Sanati (هَذِهِ السَّنَةَ) dibaca nasob dengan harakat fathah karena berkedudukanya sebagai dzorof zaman. Akan tetapi perlu diketahui yang demikian ini, jarang digunakan didalam kitab-kitab fiqih disebabkan masyoritas kitab itu memudhofkan lafadz ramadhan terhadap lafat setelahnya yakni Hadzihis Sanati (هَذِهِ السَّنَةِ) untuk menujjukan kehususanya.

- Seandainya melafalkan lafad ramadhan dengan membaca fathah ramadhana (رَمَضَانَ) maka diperbolehkan dan hukumnya sah-sah saja, akan tetapi secara kaidah ilmu nahwu lafadzh setelahnya juga dibaca fathah menjadi Hadzihis Sanata (هَذِهِ السَّنَةَ) dikarenakan menjadi dzorof zaman. - Melafadzkan niat puasa menggunakan kedua bibir hukumnya ialah sunnah sedangkan yang wajib itu, berniat didalam hati sehingga perluh diperhatikan yang paling penting bukan karena melafadkan Rahmadani dan Ramadhana tetap berniat didalam hati bahwa kita akan melaksanakan ibadah puasa ramadhan pada hari esok.

Lafal Niat Puasa: Ramadlana atau Ramadlani?

Kata kuncinya adalah adanya maksud secara sengaja bahwa setelah terbit fajar ia akan menunaikan puasa. Imam Syafi’I sendiri berpendapat bahwa makan sahur tidak dengan sendirinya dapat menggantikan kedudukan niat, kecuali apabila terbersit (khathara) dalam hatinya maksud untuk berpuasa. Sebagian masyarakat membaca lafal niat di malam hari seperti ini:Menurut kaidah ilmu nahwu, redaksi tersebut keliru.

Konsekuensinya, ia tidak lagi ghairu munsharif sehingga berlaku hukum sebagai isim mu’rab pada umumnya. Hal ini sesuai dengan ungkapan Al-‘Allâmah Abû ‘Abdillâh Muhammad Jamâluddîn ibn Mâlik at-Thâî alias Ibnu Malik dalam nadham Alfiyah:“Tandailah jar isim ghairu munsharif dengan fathah, selagi tak di-idhafah-kan (digabung dengan kata setelahnya) atau tidak menempel setelah ‘al’.”Jika ramadlâni diposisikan sebagai mudhaf (di samping sekaligus jadi mudhaf ilaih-nya "syahri") maka hadzihis sanati mesti berposisi sebagai mudhaf ilaih dan harus dibaca kasrah.

Sehingga bacaan yang tepat dan sempurna adalah:“Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta'ala.”Yang perlu diingat, kekeliruan dalam melafalkan niat tak berpengaruh pada keabsahan puasa, selama terbesit dalam hati untuk berpuasa.

Niat Puasa, "Romadhona" atau "Romadhoni"?

Niat Puasa Yang Benar Menurut Ilmu Nahwu. Niat Puasa,

Mohon penjelasannya Ustadz dan Ustadzah, niat puasa yg benar itu romadhona apa romadhoni? Lafazh (رمضان) termasuk jenis isim ghoir munsorif (tidak menerima tanwin), dimana menurut ilmu nahwu (gramatikal arab), kalimat (رمضان) dalam lafazh niat puasa (نويت صوم غد عن اداء فرض شهر رمضان هذه السنة لله تعالى) berstatus jarr/ khofadh karena menjadi mudhof ilaih dari lafazh sebelumnya, yaitu (شهر).

Dasarnya adalah satu bait Imam ibnul Malik al Andalusi dalam kitab Alfiyyah:. Jika dibaca (َرمضان) “romadhona”, berarti ia berposisi mudhof ilaih dari kalimat (ِشهر) “syahri”. Sehingga harus dibaca (َهذه السنة) “hadzihis sanata” (dengan fathah karena menjadi zhorof zaman/ keterangan waktu). Bacaan seperti ini tidak fasih dan rusak maknanya, sebagaimana yang dijelaskan Syaikh Bakri Syatho dalam Ianatuth Thalibin:. “Niat itu waktunya pendek, sehingga tidak ada maknanya jika menjadikan lafazh (هذه النية) sebagai zhorof”. Sehingga, kalimat sesudahnya wajib dibaca dengan kasroh (هذه السنةِ) “hadzihis sanati”.

Niat Puasa,Yang Benar Romadhona Atau Romadhoni ?

Niat Puasa Yang Benar Menurut Ilmu Nahwu. Niat Puasa,Yang Benar Romadhona Atau Romadhoni ?

Menurut gramatikal bahasa arab, lafadz رمضان adalah derivasi (musytaq) dari lafadz رمض yang berarti teramat panas, sedangkan bentuk jamaknya (plural) yaitu رمضانات و ارمضاء, artinya boleh dijamak muannas salimkan atau dijamak taksirkan (Ahmad Bin Muhammad Al Fayyumi dalam kitab Al Misbah). Sedangkan menurut Sulaiman Bin As Suwaifi dalam kitab Tuhfatul Habib menjelaskan bahwa lafadz رمضان musytaq dari lafadz الرمض yang berarti membakar, tentu yang dikehendaki dalam konteksnya adalah membakar dosa.

Kalau kita mengupas lafadz رمضان dari sisi nahwunya, tentu hampir semua kita tahu bahwa lafadz رمضان masuk dalam kategori isim ghoir munshorif yaitu isim yang tidak menerima tanwin, karena ada tasyabuh dengan fiil yang mana ada dua illat (alasan mendasar) yang menjadikan dirinya tidak layak menyandang harakat tanwin, ataupun satu illat yang menempati dua illat. Akan tetapi menurut Abdullah Al Faqihi syarat isim ghoir munshorif yang mempunyai illat alamiyah dan ziyadah alif nun haruslah adanya ta’yin (spesifik/khusus), karena ketika terjadi nakiroh (keumuman lafadz) maka isim ghoir munshorif tersebut berubah menjadi munshorif, berikut contohnya :.

صَوْمَ غَدٍ : maf’ul bih / object dari lafadz نَوَيْتُ, berarti puasa besok hari. Sekarang kita fokus pada lafadz رَمَضَانَ, lafadz ini pada runtutan kalimat di atas menjadi mudhaf ilaih sekaligus dimudhofkan dengan lafadz setelahnya, karena memang lafadz romadhona harus dimudhofkan dengan lafadz هذِهِ السَّنَة agar terjadi ta’yin (spesifik/khusus) sehingga memberikan arti ramadhan tahun ini, sehingga kalau diterjemahkan semuanya menjadi benar “saya niat berpuasa besok hari, menjalankan/menunaikan puasa ramadhan tahun ini karena Allah SWT. Maka alamat jar dari isim ghoir munshorif ketika dimudhofkan bukan dengan fathah tetapi dengan kasroh,berikut alfiyah ibnu malik baet ke-43. Sedangkan kalau lafadz romadhon dibaca romadhona berarti tidak dimudhofkan dengan lafadz setelahnya dan betul secara ilmu nahwu kalau isim ghoir munshorif diirobi jar tetapi tidak dimudhofkan/tidak jatuh setelah al maka berilah alamat fathah, akan tetapi kalau diterjemahkan secara keseluruhan maka akan terjadi kesalahpahaman, karena lafadz romadhon tidak dita’yin (dikhususkan) untuk ramadhan tahun ini,walaupun secara ilmu fiqih tetap sah, karena pokoknya niat ada di dalam hati, sedangkan melafalkanya hanya sebatas membantu apa yang diniatkan di dalam hati, akan tetapi pembacaan lafadz romadhona pada siyaqul kalam niat puasa yang sering kita pakai kurang lah tepat dari sisi ilmu nahwunya dan akan terdengar tergelitik bagi orang yang faham ilmu gramatikal bahasa arab tersebut.

Related Posts

Leave a reply