Niat Puasa Ramadhan Harus Dilakukan Pada. Niat puasa dilakukan sebelum sahur, tapi alangkah baiknya dilakukan pada malam hari setelah sholat tarawih untuk menghindari lupa membaca niat. Puasa adalah menahan diri seperti tidak makan dan minum dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
Puasa ini sangatlah wajib namun khusus orang-orang muslim yang berakal, baligh, tidak berhalangan (khususnya perempuan). Dan puasa ini kita berlomba-lomba mencari kebaikan untuk mendapatkan pahala sebagai tabungan akhirat nanti.
Artinya : Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu di bulan Ramadhan ini, karena Allah Ta'ala. Kata Kunci : Niat puasa bulan Ramadhan dilakukan pada...
TRIBUNNEWS.COM - "Nawaitu shauma ghodin 'an adaa'i fardhi syahri romadhoona hadihis-sanati lillahi ta'aalaa.". Puasa adalah aktivitas menahan diri dari siang hari hingga berbuka atau pada saat terbenamnya matahari. Baca juga: Tak Sengaja Tertelan Makanan Saat Mencicipi Masakan di Bulan Puasa, Bagaimana Hukumnya?
Dikutip dari buku Pintar Panduan Lengkap Ibadah oleh Muhammad Syukron Maksum, dijelaskan bahwa rukun berpuasa sebagai berikut. a. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. b. Berniat agar setiap manusia dapat memperoleh apa yang diniatkan, niat berpuasa biasanya dilakukan sebelum fajar dengan mengucapkannya.
Baca juga: Hukum Warung Makan Berjualan di Siang Hari saat Puasa Ramadhan, Bisa Jadi Haram.
Ilustrasi - Penjelasan ulama soal waktu yang tepat untuk melakukan niat puasa Ramadhan. Dalam menunaikan ibadah puasa Ramadhan, setiap umat Islam wajib mengucapkan niat.
Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Ustaz Satibi Darwis, mengungkapkan niat puasa boleh dilakukan pada tiga waktu ini. Ustaz Satibi Darwis menyebutkan, ada pandangan ulama yang mengatakan niat puasa Ramadhan wajib di malam hari.
"Ulama ada dua pandangan yaitu jumhur yakni niat puasa bulan Ramadhan itu pada waktu malam hari," terang Ustaz Satibi Darwis. Membaca niat puasa Ramadhan juga diperbolehkan tidak dilakukan di malam harinya.
Misalnya karena haid, -bagi perempuan-, atau sebab melakukan perjalanan jauh bagi muslim laki-laki yang sudah akil baligh. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.
Menurut Imam Syafi'i dan Maliki sebagaimana dikutip dari buku Rahasia Puasa Menurut 4 Mazhab oleh Thariq Muhammad Suwaidan, puasa merupakan menjaga dari segala yang membatalkannya sejak fajar shadiq hingga terbenam matahari, dengan syarat tertentu dan disertai niat. Sementara imam Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali menambahkan boleh dilakukan hingga fajar hari berikutnya jika puasa fardhu.
Artinya: "Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.". Pendapat ini mengatakan bahwa qadha merupakan pengganti puasa yang telah ditinggalkan sehingga wajib dilakukan secara sepadan.
Mengenai apakah niat puasa Ramadan harus diulang setiap hari atau cukup sekali diawal para ulama berbeda pendapat. Bahkan, Syekh Ali Jum'ah menyebut para ulama dari kalangan Hanafi seperti Zufar dan Atha' tidak mensyaratkan niat khusus puasa Ramadhan karena pausa tersebut adalah fardhu.
Kalangan ulama dari mazhab lain seperti Syafi'i berpendapat jika niat puasa Ramadhan harus dilakukan setiap hari. Imam Syafi’i berpendapat makan sahur tidak dengan sendirinya dapat menggantikan kedudukan niat, kecuali apabila terbersit dalam hatinya maksud untuk berpuasa. Mantan ketua umum MUI KH Sahal Mahfudz dalam solusi permasalahan umat mengatakan, seyogianya seseorang benar-benar memperhatikan kedudukan niat.
Terlebih, puasa di bulan Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilakukan oleh umat Muslim. Nawaitu shouma ghodin ‘an adaa-i fardhisy syahri romadhoona hadzihis sanati lillaahi ta’aala. Artinya: “Aku niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadhan karena Allah Ta’ala.”. Kamu tidak harus mengucapkannya, berniat di dalam hati saja sudah cukup.
Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.". Niat puasa Ramadhan harus yang tulus dengan tujuan untuk mendapatkan ridho dan berkah dari Allah SWT.
Puasa fardhu menurut madzhab Hanafi dan Hambali hanya memiliki satu rukun saja, yaitu menahan diri dari segala hal yang membatalkan. Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi dalam Fikih Empat Madzhab Jilid 2 mengutip hadits riwayat Al-Bukhari tentang keberkahan pada makan sahur meskipun tidak diwajibkan, Nabi SAW bersabda,. Dan harus juga diinapkan, yakni dilakukan di malam hari sebelum tiba waktu fajar, meskipun sedari waktu maghrib, dan meskipun di malam tersebut ia melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa karena puasa hanya dihitung saat siang hari saja.
Sementara niat pada puasa sunnah menurut madzhab Asy-Syafi'i boleh dilakukan kapan saja, bahkan ketika hari sudah siang sekalipun, dengan syarat sebelum matahari tergelincir yakni sebelum waktu zuhur, dan dengan syarat belum melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa, misalnya sudah makan atau minum sesuatu. Selain ditanamkan di dalam hati, niat juga harus dilafalkan secara lisan karena pelafalan dengan lisan dapat membantu dan mempertegas niat tersebut, misalnya dengan melafalkan, "Saya berniat untuk berpuasa Ramadhan esok hari di bulan Ramadhan karena Allah subhanahu wa ta'ala.".
Sedangkan waktu berniat dapat dilakukan kapan saja sejak matahari telah terbenam hingga tengah hari di keesokan harinya. Waktu siang menurut syariat adalah sejak tersebar cahaya di ufuk timur ketika fajar menyingsing hingga matahari terbenam. Apa bila seseorang tidak menginapkan niatnya pada malam harinya, menurut madzhab Hanafi, maka ia boleh berniat hingga waktu tersebut.
Apabila seseorang telah berniat pada awal malam, misalnya setelah salat Isya, lalu ia membatalkan niatnya sebelum tiba waktu subuh, maka pembatalan itu dianggap sah menurut madzhab Hanafi, untuk puasa apapun. Apabila seseorang berniat di bagian akhir sekali, seperti satu detik sebelum waktu subuh, niatnya masih dianggap sah.
Mengenai apakah niat puasa Ramadhan harus diulang setiap hari atau cukup sekali diawal para ulama berbeda pendapat. Bahkan, Syekh Ali Jum'ah menyebut para ulama dari kalangan Hanafi seperti Zufar dan Atha' tidak mensyaratkan niat khusus puasa Ramadhan karena pausa tersebut adalah fardhu. Kalangan ulama dari mazhab lain seperti Syafi'i berpendapat jika niat puasa Ramadhan harus dilakukan setiap hari. Imam Syafi’i berpendapat makan sahur tidak dengan sendirinya dapat menggantikan kedudukan niat, kecuali apabila terbersit dalam hatinya maksud untuk berpuasa.
Mantan ketua umum MUI KH Sahal Mahfudz dalam solusi permasalahan umat mengatakan, seyogianya seseorang benar-benar memperhatikan kedudukan niat.