Membayar Hutang Puasa Tahun Lalu. Beberapa Bunda mungkin memiliki alasan sehingga belum melunasi utang puasa, Ramadhan sebelumnya.Jika sudah lewat setahun setelah Ramadhan namun belum melunasi utang puasa tahun lalu, apa masih bisa menggantinya? Shoimah Kastolani bahwa qadha puasa untuk wanita sudah dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 184 dan 185 yang berbunyi;...(فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ(184...(وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ(185..."(184) Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.
"Mengqadha utang puasa wajib Ramadhan tidak harus dilakukan secara berturut-turut, yang terpenting jumlah yang ditinggalkannya, seiring dengan kalimat ayat : وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ hendaknya mencukupkan bilangannya," lanjut Shoimah.Selain itu, dalam surat Al-Baqarah ayat 185, sudah disebutkan bahwa Allah SWT tidak menghendaki kesukaran bagi umatnya yang ingin meng-qhada utang puasa. Allah SWT memudahkanmu untuk mengganti puasa sesuai dengan kondisi masing-masing. Namun jika dilakukan segera akan lebih baik.Dalam surat Al-Mukminun ayat 61 disebutkan,(أُوْلَٰٓئِكَ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَهُمۡ لَهَا سَٰبِقُونَ (61"Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya".Jika Bunda mengalami kesulitan sepanjang tahun sehingga utang puasa tahun lalu belum lunas hingga tiba bulan Ramadhan berikutnya, jangan khawatir, Bun.Masih ada keringanan sehingga Bunda hanya diperintahkan menyempurnakan jumlah puasa dan tidak dituntut lebih seperti melipatgandakannya karena telat membayar.
Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui," QS Al Baqarah 184. Mayoritas ulama berpendapat selain meng qadha puasa, orang yang berhutang puasa juga harus membayar fidyah dengan cara memberi makan seorang miskin.
Orang yang meninggalkan puasa ini ditambah fidyah. "Menurut Abu Hanifah kalau Anda ingin meng qadha, maka Anda meng qadha, tidak harus menambahkan dengan fidyah.
Namun ada beberapa golongan yang diperbolehkan untuk meninggalkan puasa, di antaranya adalah:. Orang-orang yang disebutkan pada poin di atas memang diperbolehkan meninggalkan puasa di bulan Ramadhan. Bagi mereka yang karena suatu alasan terpaksa meninggalkan puasa, menurut para ulama dapat membayar utang puasa mulai dari bulan Syawal hingga Sya’ban. Meskipun waktu untuk membayar hutang puasa cukup lama (11 bulan) tapi dianjurkan bagi umat muslim untuk sesegera mungkin membayarnya apabila tidak ada udzur.
Hukum telat membayar utang puasa hingga Ramadhan berikutnya. Lalu bagaimana jika sampai bulan suci berikutnya tiba ternyata masih ada utang puasa yang belum terbayar? Mengqadha setelah ramadhan berikutnya.
Ada beberapa orang yang tidak sempat membayar hutang puasanya dikarenakan udzur tertentu. Menqadha atau membayar hutang puasa setelah ramadhan berakhir. Ada perbedaan pendapat dari para ulama mengenai membayar fidyah untuk hutang puasa. “Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”.
Ulama dari golongan hababilah, syafi’iyah dan malikiyah berpendapat bahwa seseornag yang belum membayar hutang puasa hingga tiba ramadhan, maka wajib baginya untuk membayar denda (kaffarah) berupa fidyah atau makanan pokok kepada kaum fakir-miskin. Cukup membayar fidyah, tidak perlu mengqhada. Bagi orang-orang yang hutang puasanya terlampau banyak dikarenakan ia terkena udzur, misalnya hamil atau menyusui selama bulan puasa atau orang berusia lanjut yang lemah, maka mereka diperbolehkan membayar fidyah saja. Demikianlah pendapat para ulama mengenai tata cara membayar utang puasa yang sudah lewat hingga Ramadhan berikutnya.
Liputan6.com, Jakarta Mendekati bulan Ramadan, umat muslim diwajibkan mengganti puasa tahun lalu yang tak sempat ditunaikan.
Saya masih memiliki utang puasa Ramadhan tahun lalu yang belum selesai diqadha selama empat hari lagi. Hal ini berdasarkan firman Allah, "Maka barang siapa di antara kamu sakit atau sedang dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa) maka hendaklah ia menghitung (hari-hari ia tidak berpuasa itu untuk diganti) pada hari-hari yang lain.".
Maksudnya, pernyataan itu tidak disertai keterangan kualifikasi yang membatasinya, misalnya, batasan hanya hari-hari sebelum Ramadhan berikutnya tiba. Hadis ini menunjukkan keinginan Aisyah untuk cepat membayar utang puasanya, namun ternyata tidak bisa karena kesibukannya bersama Rasulullah SAW dan baru bisa mengqadhanya pada bulan Syakban karena pada bulan ini Rasulullah SAW sendiri banyak berpuasa. Banyak ulama menjadikan hadis ini sebagai dasar pembatasan waktu qadha utang puasa sebelum datangnya Ramadhan berikutnya.
Konsekuensinya apabila tidak dibayar sebelum datangnya Ramadhan berikutnya dikenai kewajiban membayar fidyah di samping tetap wajib qadha.
Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa tidak ada batas waktu bagi seseorang untuk membayar utang puasanya. Dalam artian mengqadha puasa dapat dilakukan kapan saja meski sudah datang lagi bulan Ramadan berikutnya. Nash ini layak menjadi dalil bahwa batas waktu terakhir untuk meng-qadha puasa adalah bulan Sya’ban. Sedangkan jika penangguhan tersebut diakibatkan lantaran uzur yang selalu menghalanginya, maka tidaklah berdosa.
Hukum belum sempat qadha puasa sampai bulan Ramadhan datang lagi. Adapun orang yang membatalkan puasanya demi orang lain seperti ibu menyusui atau ibu hami; dan orang yang menunda qadha puasanya karena kelalaian hingga Ramadhan tahun berikutnya tiba mendapat beban tambahan. Artinya, “(Kedua [yang wajib qadha dan fidyah] adalah ketiadaan puasa dengan menunda qadha) puasa Ramadhan (padahal memiliki kesempatan hingga Ramadhan berikutnya tiba) didasarkan pada hadits, ‘Siapa saja mengalami Ramadhan, lalu tidak berpuasa karena sakit, kemudian sehat kembali dan belum mengqadhanya hingga Ramadhan selanjutnya tiba, maka ia harus menunaikan puasa Ramadhan yang sedang dijalaninya, setelah itu mengqadha utang puasanya dan memberikan makan kepada seorang miskin satu hari yang ditinggalkan sebagai kaffarah,’ HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi.
Di luar kategori ‘memiliki kesempatan’ adalah orang yang senantiasa bersafari (seperti pelaut), orang sakit hingga Ramadhan berikutnya tiba, orang yang menunda karena lupa, atau orang yang tidak tahu keharaman penundaan qadha. Kalau disebabkan karena kelalaian, tentu yang bersangkutan wajib mengqadha dan juga membayar fidyah sebesar satu mud untuk satu hari utang puasanya.
Kegiatan ini diawali dengan membaca niat membayar utang puasa di malam hari atau pada waktu sahur. Niat membayar utang puasa harus diucapkan karena merupakan syarat wajib puasa.
Qadha adalah keringanan yang diberikan Allah kepada umatnya untuknya membayar hutang puasa Ramadan, berikut ketentuannya. Dikutip dari kepri.kemenag.com, utang puasa harus dibayar atau qadha sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan.