Membatalkan Puasa Dalam Islam Adalah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) terbitkan fatwa bahwa vaksinasi Covid-19 dan tes swab, baik lewat hidung maupun mulut untuk deteksi Covid- 19 pada saat menjalankan ibadah puasa, hukumnya tidak membatalkan puasa. Ketentuan tersebut tertuang dalam poin 5 Surat Keputusan (SK) nomor.
Kep-38/DP-MUI/III/2022 yang diterbitkan pada Rabu, 30 Maret 2022, oleh MUI tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1443 Hijiriah. Bahkan pada tahun 2021 dan 2020 lalu, MUI juga telah menerbitkan fatwa terkait hal yang sama. 13/2021 menyebutkan bahwa vaksinasi Covid-19 dengan injeksi intramuscular (suntikan pada otot) tidak membatalkan puasa, begitu juga dengan test swab sebagaimana disebutkan di dalam Fatwa No.
Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM, dr. Ade Febrina L, MSc, SpA(K), dengan merujuk kepada Fatwa MUI Nomor 13 Tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi Covid-19 Saat Berpuasa, mengatakan bahwa vaksinasi aman dilakukan selama berpuasa, atau dengan kata lain tidak membatalkan puasa. Menurut Fatwa MUI Nomor 13 Tahun 2021 tersebut, vaksinasi yang dilakukan dengan injeksi intramuscular (disuntik ke dalam otot) tidak membatalkan puasa. Selanjutnya, melakukan vaksinasi Covid-19 bagi umat Islam yang berpuasa dengan injeksi intramuscular hukumnya boleh sepanjang tidak menyebabkan bahaya. Dokter Ade turut mengutarakan beberapa hal yang perlu dipersiapkan ketika melakukan vaksinasi selama puasa. Tubuh kita setidaknya membutuhkan asupan sebanyak 2 liter atau setara 8 gelas air putih sehari. Jika ketiga kiat tersebut dapat terpenuhi maka diharapkan tubuh menjadi fit dan sehat.
“Karena tubuh yang fit dan sehat merupakan syarat utama sebelum kita melakukan vaksinasi,” pungkas dr. Ade. Untuk mengikuti kegiatan vaksinasi di RSA UGM, Yogyakarta, sekarang tidak perlu lagi repot-repot datang mengantri mendaftar. Jadwal vaksinasi juga akan diinformasikan melalui aplikasi tersebut dan kita bisa memilih kapan untuk datang.
Sedangkan kalangan Hanabilah dan sebagian Malikiyyah berpendapat bahwa barang siapa yang berniat membatalkan puasanya padahal ia sedang berpuasa, maka puasanya menjadi batal dengan yakin dan tidak ragu-ragu, kemudian ia tidak mendapatkan apa yang dia makan, lalu ia merubah niatnya kembali, maka batal puasanya dan ia wajib mengqadha’ puasanya untuk hari itu (Bada’i as Shanai’: 2/92, Hasyiyatu Ad Dasuqi: 1/528, Al Majmu’: 6/313 dan Kasyfu al Qana’: 2/316). Dikutip dari Islamqa, pendapat yang menyatakan bahwa puasanya telah batal adalah pendapat yang lebih kuat sebagaimana penjelasan berikutnya, jika ia telah berniat untuk membatalkan puasanya dengan yakin dan tidak ragu-ragu, kemudian ia tidak mendapatkan makanan untuk dimakan lalu ia merubah niatnya kembali, maka puasanya telah batal, dan ia pun wajib mengqadha’ puasa pada hari itu. “Ada seseorang yang melakukan safar dalam kondisi berpuasa pada bulan Ramadhan, ia telah berniat untuk membatalkan puasa lalu ia tidak mendapatkan makanan untuk dimakan, kemudian ia merubah lagi niatnya dan melanjutkan puasanya sampai maghrib, maka bagaimanakah status puasanya?”. “Puasanya tidak sah dan wajib mengqadha’nya; karena saat ia telah berniat untuk membatalkan maka puasanya menjadi batal, adapun jika ia mengatakan: “Jika saya mendapatkan air saya akan meminumnya, dan jika tidak ada air maka saya akan tetap berpuasa, ternyata ia tidak mendapatkan air, maka puasanya tetap sah; karena ia tidak memutus niatnya akan tetapi ia mengaitkan pembatalan puasanya pada keberadaan sesuatu, dan sesuatu tersebut ternyata tidak ada maka ia tetap pada niatnya yang pertama.”. Ada seorang penanya berkata: “Bagaimana caranya menjawab orang yang berkata, “Bahwa tidak ada seorang pun dari para ulama, bahwa niat termasuk yang membatalkan puasa ?” maka beliau menjawab:. Hadits of The Day Dari Abdullah bin Busr, seorang badui bertanya: "Wahai Rasulullah, siapa orang terbaik itu?".
Rasulullah shallallahu 'alahi wa salam menjawab: "Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya.".
Karena diketahui bahwa pelaksanaan ibadah puasa dinilai berbeda tergantung dengan kebijakan serta tata cara yang ditetapkan kepercayaan tertentu. Ibadah ini juga dilaksanakan selama satu bulan penuh lalu akan ditutup dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri. Sebaliknya apabila seorang umat muslim tidak melaksanakan puasa jenis ini maka ia akan mendapatkan dosa atau ganjaran.
Umat muslim dalam menjalankan ibadah puasa pastilah memiliki beberapa syarat-syarat wajib menurut syariat islam yang harus terpenuhi. Selain itu, Allah akan memberi kelebihan kepada muslim yang berpuasa dengan menjauhkannya dari api neraka sejauh 70 tahub perjalanan masa akhiratnya. Seperti yang kami katakana di awal bahwa ibadah puasa ini tak hanya dilaksanakan oleh agama islam saja. Di dalam ajaran Yahudi, ibadah puasa diartikan sebagai kegiatan dimana mengharuskan untuk menahan makan dan minum, termasuk air sekalipun. Di dalam agama Buddha, puasa menjadi bagian dari pelaksanaan kegiatan Atthasila yang biasanya dilaksanakan pada hari uposatha. Nah itulah beberapa informasi yang dapat kami berikan mengenai pengertian puasa baik secara umum, Bahasa, maupun dalam agama islam.
Segenap Sivitas Akademika Uniska Kediri. Semoga Amal Ibadah Puasa Kita di terima Oleh Allah SWT. JaJaran Foto Yang tampak Di Gambar :. Dr. H. Naim Musyafik, S.Pd., M.Pd Wakil Rektor III.
Eko Widodo., MM Wakil Rektor II. Puasa Ramadhan menurut syariat Islam adalah suatu amalan ibadah yang dilakukan dengan menahan diri dari segala sesuatu seperti makan, minum, perbuatan buruk maupun dari yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari yang disertai dengan niat karena Allah SWT, dengan syarat dan rukun tertentu. Puasa dalam Islam juga sering disebut shaum yang merupakan salah satu ibadah yang telah dicontohkan oleh Rosululloh SAW. Pengertian puasa Ramadhan selain menjaga hawa nafsu, juga wajib dilakukan oleh umat Islam. Jadi firman Allah SWT di atas menjelaskan bahwa melaksanakan puasa Ramadhan adalah wajib hukumnya, di mana hal tersebut adalah bentuk pertanggungjawaban manusia kepada penciptanya secara langsung serta kegiatan yang menyangkut hablum minallah.