Larangan Puasa Di Hari Tasyrik Rumaysho. Bagaimana hukum puasa sunnah di hari taysrik? Imam Nawawi berkata, “Ini adalah dalil tidak boleh sama sekali berpuasa pada hari tasyriq.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 18).
Dikecualikan bagi yang berhaji dengan mengambil manasik tamattu’ dan qiron lalu ia tidak mendapati hadyu (hewan kurban yang disembelih di tanah haram), maka ketika itu ia boleh berpuasa pada hari tasyriq. Ibnu ‘Umar, ‘Aisyah, Al Auza’i, Malik, Ahmad dan Ishaq dalam salah satu pendapatnya bersikap akan bolehnya puasa bagi jamaah haji yang melakukan haji tamattu’ -saat tidak memiliki hewan hadyu untuk diqurbankan-. Namun pendapat yang kuat bahwa puasa bagi jamaah haji yang menjalankan tamattu’ dibolehkan dan dikatakan sah.
Karena ada hadits yang meringankan puasa seperti ini. Itulah pendapat yang didukung oleh hadits yang lebih tegas dan tak perlu berpaling pada selain pendapat ini.” (Al Majmu’, 6: 313). Adapun puasa ayyamul bidh (13, 14, 15 Hijriyah) bisa diganti dengan puasa tiga hari setiap bulannya di hari lainnya di bulan Dzulhijjah.
Baca Juga: Sunnah Memperbanyak Doa Sapu Jagat di Hari Tasyrik. 🔍 Nasehat Para Ulama Salaf, Doa Meminta Hidayah, La Illaha Ilallah, Merokok Membatalkan Puasa.
Selanjutnya dalam Matan Al Ghoyah wat Taqrib menyebutkan mengenai hari-hari yang dilarang puasa. Berpuasa pada tiga hari tersebut karena ada larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan hal ini,.
Menurut qoul qodim (pendapat terdahulu) dari Imam Syafi’i masih boleh berpuasa pada tiga hari tasyrik bagi orang yang berhaji tamattu’ dan tidak memiliki hewan untuk disembelih. Abu Syuja’ lebih memilih pendapat makruh bagi yang berpuasa di hari meragukan. من صام يوم الشك فقد عصى أبا القاسم صلى الله عليه و سلم.
@ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, D. I. Yogyakarta, Jum’at malam, 13 Sya’ban 1434 H. 🔍 Hukum Jual Beli Dropship, Doa Menjenguk Orang Sakit Shahih, Puasa Syaban Berapa Hari, Kitab Masail Jahiliyah.
Insya Allah dalam tulisan kali ini, kami berusaha menyajikan suatu pembahasan mengenai amalan-amalan di hari tasyriq. Sebagaimana disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 203 di atas (yang artinya), “Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang terbilang.” Ini menunjukkan adanya perintah berdzikir di hari-hari tasyriq. Pertama: berdzikir kepada Allah dengan bertakbir setelah selesai menunaikan shalat wajib.
Dan waktu menyembelih qurban adalah sampai akhir hari tasyriq (13 Dzulhijah) sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Kelima: Berdzikir pada Allah secara mutlak karena kita dianjurkan memperbanyak dzikir di hari-hari tasyriq.
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” [Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka].” (QS. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam paling sering membaca do’a sapu jagad ini.
“Do’a yang paling banyak dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Allahumma Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” [Wahai Allah, Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka].”[8]. Do’a pada hari tersebut tidak akan tertolak (pasti terkabul), maka segeralah berdo’a dengan berharap pada-Nya.”[9].
Dengan inilah semakin sempurna rasa syukur terhadap nikmat dapat menolong dalam ketaatan pada Allah.
Namun, tanggal 13 Zulhijah sendiri diketahui sebagai hari tasyrik atau waktu yang terlarang untuk berpuasa. Artinya: "Jika engkau ingin berpuasa tiga hari setiap bulannya, maka berpuasalah pada tanggal 13, 14, dan 15 (dari bulan Hijriah).". Ditambah lagi, Rasulullah SAW dalam sabdanya pernah menyebut, berpuasa Ayyamul Bidh akan mendatangkan pahala seperti puasa setahun. Pada waktu tersebut, Rasulullah melarang untuk berpuasa sebagaimana dikisahkan Abu Hurairah RA dalam suatu hadits. Diceritakan, saat itu Rasulullah SAW mengutus Abdullah bin Hudzafah untuk berkeliling Mina dan menyeru,. Artinya: "Janganlah kalian puasa pada hari-hari ini (hari tasyrik) karena hari-hai itu merupakan hari-hari untuk makan, minum, dan dzikir kepada Allah Azza wa Jalla.".
"Sebab, larangan yang tertuju kepada suatu sifat yang laazim [melekat, tidak terpisahkan) dari suatu amal mengakibatkan kerusakan sifat itu saja, sedangkan amal itu sendiri tetap masyru' (dianjurkan untuk dikerjakan).". Berbeda dengan jumhur yang menyebut larangan berlaku selama tiga hari setelah Idul Adha.
Sebab yang dimaksud dalam mahzab ini di antaranya yakni, puasa nazar, kafarat, atau qadha. Meski demikian, ada pengecualian dalam larangan tersebut bagi pelaksana haji tamattu' yang tidak memiliki hewan sembelihan.