Larangan Puasa Di Bulan Syaban. “Kalau telah memasuki pertengahan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa.” (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi, 590). Hadits ini menunjukkan larangan berpuasa setelah pertengahan Sya’ban, yaitu dimulai dari hari keenam belas.
1156 dari Aisyah radhiallahu anha, dia berkata, biasanya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam berpuasa pada seluruh bulan Sya’ban. Hadits ini menunjukkah dibolehkannya berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban, akan tetapi bagi siapa yang ingin menyambung dengan puasa sebelumnya.
Ulama kalangan mazhab Syafii telah mengamalkan hadits-hadits ini, lalu mereka berkata, tidak dibolehkan berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban kecuali bagi orang yang terbiasa berpuasa atau ingin melanjutkan puasa sebelum pertangahan (Sya’ban). Al-Hafiz rahimahullah berkata: “Mayoritas ulama membolehkan berpuasa sunah setelah pertengahan Sya’ban, dan mereka melemahkan hadits yang ada tentang hal itu. Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Kitab Al-Mughni bahwa Imam Ahmad berkomentar tentang hadits ini, 'Tidak valid. Adapun bahwa Al-Alaa meriwayatkan hadits seorang diri tidak termasuk cacat, karena beliau tsiqah (terpercaya). Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata dalam syarah (penjelasan) Riyadus Shalihin, 3/394: “Kalau pun haditsnya shahih, maka larangannya tidak bermakna haram akan tetapi hanya makruh saja. Kesimpulan jawabannya adalah bahwa larangan berpuasa dipertengahan kedua bulan Sya’ban dianggap makruh, bukan haram, kecuali bagi yang biasa berpuasa atau ingin menyambung puasa yang telah dia lakukan sejak sebelum pertengahan bulan.
Namun, selama ini sering kali jadi pertanyaan tentang hukum berpuasa setelah malam Nisfu Syaban. Seperti dikutip NU Online, terkait persoalan ini, ulama berbeda pendapat karena ada satu hadis yang melarang puasa setelah Nisfu Syaban, dan dalam riwayat al-Bukhari, Nabi juga melarang puasa dua atau tiga hari sebelum Ramadan. ودليلهم حديث: إذا انتصف شعبان فلا تصوموا، ولم يأخذبه الحنابلة وغيرهم لضعف الحديث في رأي أحمد. Hadis ini tidak digunakan oleh ulama mazhab Hanbali dan selainnya karena menurut Imam Ahmad dhaif.". Khawatirnya, orang yang puasa setelah Nisfu Syaban tidak sadar kalau dia sudah berada di bulan Ramadan. Meskipun dilarang, ulama dari mazhab Syafi'i pun tetap memperbolehkan puasa sunnah bagi orang yang terbiasa mengerjakannya.
Dengan demikian, sebagian ulama tidak melarang puasa setelah Nisfu Syaban selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadan.
Setelah malam nisfu Sya’ban, apakah masih ada kesunahan yang bisa kita lakukan? ودليلهم حديث: إذا انتصف شعبان فلا تصوموا، ولم يأخذبه الحنابلة وغيرهم لضعف الحديث في رأي أحمد.
Dalil mereka adalah hadits: Apabila telah melewati nisfu Sya’ban janganlah kalian puasa. Hadits ini tidak digunakan oleh ulama mazhab Hanbali dan selainnya karena menurut Imam Ahmad dlaif.
Khawatirnya, orang yang puasa setelah nisfu Sya’ban tidak sadar kalau dia sudah berada di bulan Ramadlan. Meskipun dilarang, ulama dari mazhab Syafi’i pun tetap membolehkan puasa sunnah bagi orang yang terbiasa mengerjakannya.
Dengan demikian, sebagian ulama tidak melarang puasa setelah nisfu Sya’ban selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadlan. Dengan demikian, ulama berbeda pendapat terkait hukum puasa sunnah mutlak setelah nisfu Sya’ban, karena mereka berbeda pendapat dalam memahami dan menghukumi hadits larangan puasa setelah nisfu Sya’ban.
Setelah malam nisfu Sya’ban, apakah masih ada kesunnahan yang bisa kita lakukan? ودليلهم حديث: إذا انتصف شعبان فلا تصوموا، ولم يأخذبه الحنابلة وغيرهم لضعف الحديث في رأي أحمد. Hadis ini tidak digunakan oleh ulama mazhab Hanbali dan selainnya karena menurut Imam Ahmad dhaif.”. Khawatirnya, orang yang puasa setelah nisfu Sya’ban tidak sadar kalau dia sudah berada di bulan Ramadhan. Meskipun dilarang, ulama dari mazhab Syafi’i pun tetap membolehkan puasa sunnah bagi orang yang terbiasa mengerjakannya. Dengan demikian, sebagian ulama tidak melarang puasa setelah nisfhu Sya’ban selama dia mengetahui kapan masuknya awal Ramadhan.
BincangSyariah.Com – Sudah maklum bahwa sangat banyak fadilah di bulan Sya’ban, khususnya di pertengahan bulan, karena di saat itulah malam agung terjadi, bahkan menurut Imam ‘Atho bin Yasar, Malam Nishfu Sya’ban adalah malam terbesar kedua setelah Lailatul Qadar. Karena bulan Sya’ban jatuh tepat sebelum Ramadan, maka bulan ini sangat tepat untuk melatih diri menghadapi Ramadan dengan mulai memperbanyak ibadah, salah satunya puasa.
Namun, yang perlu diketahui adalah ada ketentuan khusus mengenai puasa d bulan Sya’ban. Ada larangan untuk berpuasa di separuh akhir bulan Sya’ban (mulai tanggal 16).
“Ketika bulan Sya’ban menyisakan separuhnya, maka janganlah kalian semua berpuasa”. Ada keadaan-keadaan puasa di separuh akhir Sya’ban menjadi tidak haram.
ومثل يوم الشك في حرمة صومه بلا سبب النصف الثاني من شعبان – إلى أن قال – هذا إذا لم يصل بما قبله ولو بيوم. Begitu pula jika hari syak bertepatan dengan kebiasaan dia dalam berpuasa. Lebih singkatnya, berikut keadaan-keadaan diperbolehkannya puasa di separuh akhir bulan Sya’ban. Misalkan tanggal 16 Sya’ban jatuh di hari Kamis dan pada tanggal 15 dia tidak berpuasa, maka dia tetap boleh berpuasa di hari Kamis.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bulan Syaban dalam kalender Hijriah 2022 bertepatan pada Jumat 4 Maret besok. Lantas bagaimana hukumnya jika ada seseorang yang memiliki utang puasa lebih dari 30 hari dari tahun-tahun sebelumnya, kemudian ingin melakukan puasa qadha 30 hari penuh selama bulan Syaban?
"Ya, secara syariat diperbolehkan untuk membayar utang puasa di bulan Syaban, dengan berpuasa pada sebagian atau sebulan penuh," demikian penjelasan Dar al-Iftaa seperti dilansir Youm7, Kamis (3/3). Dari Abu Salamah, dia berkata, "Saya mendengar bahwa Aisyah RA berkata, 'Saya pernah mempunyai utang puasa bulan Ramadhan, lalu aku tidak mampu meng-qadha-nya, kecuali di bulan Syaban.". Kemudian, apakah benar ada larangan berpuasa di paruh kedua bulan Syaban? Komite Fatwa Dewan Riset Islam Al Azhar Mesir menyampaikan, para ulama berbeda pendapat tentang masalah ini.
Pengharaman tersebut adalah bagi mereka yang tidak biasa melaksanakan ibadah puasa. Namun, mereka yang biasa melakukan ibadah puasa punya tanggung jawab untuk berpuasa di paruh kedua Syaban, karena bagaimana pun, puasa yang dilakukannya adalah untuk menjaga kebiasaan baik tersebut.
BincangSyariah.Com – Syaikh Ibrahim al-Bajuri dalam kitabnya Hasyiyah al-Bajuri menghimpun hari-hari yang diharamkan berpuasa. Dua hari di bulan Sya’ban tersebut kiranya sangat penting untuk dijelaskan supaya diketahui bersama.
“Jika Sya’ban sudah sampai pertengahan, janganlah kalian berpuasa”. Namun keharaman berpuasa di pertengahan kedua bulan Sya’ban ini harus memenuhi ketentuan-ketentuan berikut: pertama, sebelum al-Nisyf al-Tsani min Sya’ban tidak berpuasa, namun langsung mulai berpuasa pada hari pertengahan kedua bulan Sya’ban. Akan tetapi jika sebelum masuk al-Nisyf al-Tsani min Sya’ban berpuasa walaupun hanya sehari sebelumnya, maka diperbolehkan melanjutkan berpuasa sampai al-Nisyf al-Tsani min Sya’ban dan seterusnya, bahkan sampai masuk bulan Ramadhan.
Kedua, puasa yang dilakukan sebelum al-Nisyf al-Tsani min Sya’ban dan kemudian puasanya dilanjutkan pada hari-hari setelahnya, maka puasanya tidak boleh batal di salah satu hari dari pertengahan kedua bulan Sya’ban tersebut. Hari Syak merupakan tanggal 30 Sya’ban dan ada keraguan sebab awal bulan Ramadhan yang belum terlihat hilalnya. Maka keraguan tentang terlihatnya hilal itulah yang dinamakan dengan hari syak. Keharaman berpuasa di hari syak ini berdasarkan hadis riwayat al-Nasa’i dari ‘Ammar bin Yasir, dia berkata;. “Barangsiapa berpuasa pada hari yang meragukan, maka ia berarti telah mendurhakai Abul Qosim, yaitu Nabi Saw.”.
Puasa setelah pertengahan bulan Sya’ban dilarang oleh sebagian ulama dengan berdasarkan pada hadits yang ada di Sunan At Tirmidzi (738), Abu Daud (2337), Musnad Ahmad (9414) dari jalan Thariq bin Al ‘Ala bin Abdirrahman dari ayahnya dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda:. “Jika Sya’ban sudah sampai pertengahan, janganlah kalian berpuasa hingga datang Ramadhan”.
Hadits ini di-dhaif-kan oleh para ulama hadits seperti Imam Ahmad, Ibnu Mahdi, Abu Zur’ah, dan di-shahih-kan oleh At Tirmidzi dan beberapa ulama selain beliau. Adapun Jumhur ulama tidak mengamalkan hadits ini karena bertentangan dengan hadits-hadits shahih lain yang menunjukkan disyariatkannya puasa. Larangan untuk berpuasa sebelum Ramadhan yang benar adalah satu-dua hari sebelum Ramadhan, sebagaimana dalam hadits Bukhari (1914) dan Muslim (1082) dari jalan Abu Salamah bin Abdirrahman dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda:.
لا تقدموا رمضان بصوم يوم أو يومين إلا رجلاً كان له صوم فليصمه. hadits ini menunjukkan bolehnya puasa pada hari-hari setelah pertengahan bulan Sya’ban.
Sebagaimana juga ditunjukkan dalam hadits, bahwa Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam:.