Keutamaan Puasa Asyura Menurut Tarjih Muhammadiyah. Bagi kaum Syi’ah bulan Muharram mempunyai tempat tersendiri dalam tradisi dan merupakan kesempatan beragama yang istimewa. Karena hal ini berkaitan dengan adanya peristiwa yang terjadi pada bulan Muharram , yaitu peistiwa terbunuhnya cucu Rasulullah saw.

Sehingga dikalangan mereka puncak ekspresi keagamaan yang bercorak luapan kesedihan dan sekaligus janji pengorbanan tersebut dikenal dengan sebutan “Asyura”. Beberapa nash hadis menerangkan bahwa di masa Jahiliyah kaum Quraisy telah terbiasa melaksanakan puasa ‘Asyura, dan Nabi saw.

hijrah ke Madinah beliau mendapati orang Yahudi berpuasa pada hari tersebut, dan beliau tetap berpuasa bahkan memeritahkan kepada para shahabat untuk melakukannya, dan keadaan seperti itu tetap dilakukan sampai diwajibkannya puasa pada bulan Ramadhan. Ketika sampai di Madinah, beliau tetap melakukan puasa Asyura bahkan memerintahkan (kepada para shahabatnya) untuk berpuasa. Dikalangan para ulama terdapat perbedaan apakah yang dimaksud Asyura itu hari kesembilan atau kesepuluh pada bulan Muharram ?

Kedua hadits tersebut menjelaskan bahwa Nabi telah berniat untuk melakukan puasa pada hari kesembilan meskipun sampai akhir hanyatnya tidak bisa terlaksana. Adapun keutamaan puasa Asyura pada bulan Muharram itu, dijelaskab oleh beberapa hadis di antaranya sebagai berikut:.

AMALAN SUNNAH DI BULAN MUHARAM

Sebenaranya pada zaman Jahiliyah orang-orang Quraisy melakukan puasa pada hari 'Asyura’, Puasa Muharram (asyura) ini tadinya hukumnya wajib, kemudian berubah jadi sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan. shalallahu ‘alaihi wa sallam.

bersabda: “Dari Ibu Abbas ra, bahwa Nabi. , ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu ‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun.

Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah SWT. Rasulullah SAW, berkata, “Saya lebih berhak mengikuti Musa as.

Bolehkah Puasa Asyura Tanpa Diawali Puasa Tasu'a?

Keutamaan Puasa Asyura Menurut Tarjih Muhammadiyah. Bolehkah Puasa Asyura Tanpa Diawali Puasa Tasu'a?

Wahbah az-Zuhaili mengatakan dalam Fiqhul Islam wa Adillatuhu Juz 3, Tasu'a dan Asyura adalah hari di bulan Muharram yang paling dianjurkan untuk berpuasa. Berkaitan dengan pelaksanaan keduanya, menurut jumhur, tidak ada masalah jika mengkhususkan puasa hanya pada tanggal 10 (Asyura). Bahkan, Wahbah az-Zuhaili menyebut, puasa Asyura lebih dianjurkan, sebab Nabi SAW bersabda, "Aku berharap dengannya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahan di tahun sebelumnya.". Kesunnahan puasa tiga hari sekaligus ini juga dijelaskan Imam Syafi'i dalam Kitab al-Umm dan al-Imlaa'. Namun, Imam Syafi'i juga mengatakan, tidak masalah apabila hanya mengerjakan puasa Asyura saja. Nur Solikhin mengatakan dalam Buku Pintar Puasa Wajib dan Sunnah, sebelum Islam datang, bangsa Quraisy selalu berpuasa pada hari Asyura.

Oleh karena itu, beliau menyuruh umat Islam untuk berpuasa Asyura hingga hampir mewajibkannya. Begitu pula dengan umat Islam, yakni berpuasa sebagai bentuk penghormatan atas kemenangan yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Musa AS. Hal ini bersandar pada sebuah hadits yang berasal dari Ibnu Abbas, ia berkata:.

keutamaan puasa tathawwu

Puasa tathawwu memiliki beberapa keutamaan, di antaranya yang penting adalah sebagai berikut:. Artinya: Dari Abi Said al-Khudri r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa berpuasa pada suatu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkannya dari api neraka selama 70 tahun.

pernah mendatanginya, lalu Umarah meminta makanan untuk dihidangkan kepada beliau, maka Nabi saw. bersabda: Sesungguhnya orang berpuasa apabila ada perjamuan makan padanya, maka malaikat akan memberi shalawat kepadanya sampai perjamuan tersebut selesai, atau menurut lafal lain sampai mereka selesai makan. Catatan: Hendaknya jangan terjadi salah pengertian dan jangan timbul anggapan yang mengarah kepada bermudah-mudah melakukan perbuatan maksiat dan dosa semata karena anggapan bahwa dengan berpuasa sunnat sehari saja dosa-dosa itu, bahkan dosa setahun yang lalu dan yang akan datang, segera akan terhapus, dan orang tersebut akan dijauhkan dari api neraka sejauh tujuh puluh tahun.

Perlu dicamkan bahwa puasa yang sungguh-sungguh bukan sekedar perbuatan fisik berupa tidak makan, tidak minum dan tidak berhubungan badan (bagi pasangan suami-isteri) belaka, melainkan puasa yang sesungguhnya adalah puasa yang didasarkan kepada suatu komitmen otentik untuk meninggalkan segala perbuatan dosa dan maksiat dan sekaligus terefleksikan dalam perbuatan dan tingkah laku nyata. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ [رواه البخاري ، واللفظ له ، والترمذي وقال هذا حديث حسن صحيح ، وأبو داود وابن ماجة وأحمد] . Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Barang siapa tidak meninggalkan berkata dusta dan mengamalkannya, makia Allah tidak memandang perlu ia menoinggalkan makanan dan minumannya.

[HR al-Bukhari, at-Tirmidzi —dan ia mengatakan hadis ini hasan sahih—, Abu Daud, Ibn Majah dan Ahmad]. Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda: Betapa banyaknya orang berpuasa, namun perolehannya dari puasa itu hanyalah lapar dan dahaga belaka, dan berapa banyaknya orang yang melakukan qiyamul-lail, namun yang ia peroleh dari qiyamul-lail tersebut hanyalah kelelahan tidak tidur belaka.

10 Bid'ah di Bulan Muharram

Keutamaan Puasa Asyura Menurut Tarjih Muhammadiyah. 10 Bid'ah di Bulan Muharram

Namun untuk menentukan nama dan mulainya kalender Islam tersebut, pendapat para ulama pada waktu itu cukup beragam. Namun akhirnya, mereka sepakat untuk men¬jadikan peristiwa hijrah Nabi dari Makkah menuju Madinah sebagai patokan permulaan kalender kaum muslimin.

Kemudian kesepakatan itu ditetapkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab radhiallahu ‘anhu sebagai kalender resmi Islam, tepatnya pada hari Rabu 20 Jumadal Akhi¬rah, 17 tahun setelah hijrahnya Rasul. Para ulama juga berpendapat bahwa kita umat Islam disunnahkan untuk memperbanyak puasa di bulan Muharram ini, hal itu sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:.

Jadi mereka telah jatuh ke dalam perkara yang di haramkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu perbuatan syirik. Begitu pula Musa as, di Madyan beliau menempa diri bersama keluarga Nabi Syuaib ‘alaihis salam untuk kemudian kembali ke Mesir memberantas kekufuran, melawan kesewenang-wenangan dan penindasan rezim tirani Fir’aun kepada Bani Israil. Artinya: Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu, berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: “Tidak ada lagi hijrah setelah terbunya kota Makkah.” (H.R.

Fatwa Tarjih Muhammadiyah : Puasa Arafah Mengampuni Dosa

Artinya: Diriwayatkan dari Ummul-Fadll binti al-Harits bahwa beberapa orang bertikai di dekatnya pada hari Arafah mengenai puasa Nabi saw. Salah seorang isteri Nabi saw yang dimaksud dalam hadis itu menurut riwayat an-Nasa’i, Ahmad dan ath-Thabrani adalah Hafsah (w. 41/661).

Abu ‘Awanah (w. 316/928) dalam Musnadnya dan Imam at-Turmudzi dan Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini dari Abu Hurairah yang menegaskan bahwa Nabi bersabda, Tiadalah hari-hari dunia ini yang disukai oleh Allah agar padanya dilakukan ibadah selain sepuluh hari bulan Zulhijjah; barang siapa berpuasa satu hari saja padanya sebanding dengan puasa satu tahun dan beribadah satu malam saja padanya sama dengan beribadah malam lailatul qadar [Musnad Abu ‘Áwanah, II: 246]. Artinya: Diriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwa ia berkata: Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw puasa pada sepuluh hari (pertama bulan Zulhijjah).

Selain dari an-Nasa’i, hadis Hafsah ini diriwayatkan juga oleh Ahmad, Ibn Hibban, Abu Ya‘la, dan ath-Thabrani. Bila dihubungkan dengan hadis terdahulu, kiranya dapat diduga bahwa salah seorang isteri Nabi saw ini adalah Hafsah (w. 41/661), putri Umar Ibn al-Khattab. Ia pernah bertemu Ali Ibn Abi Talib dan ikut bersamanya melaksanakan suatu hukuman hadd (dengan cambuk) terhadap seseorang pelaku kejahatan.

Mengenai sanggahan ‘Aisyah, seperti disebutkan dalam riwayat Muslim yang dikutip di atas, para komentator (pensyarah) hadis menjelaskan sebagai beikut. Ibnu Qudamah (w. 620/1223), dalam al-Kafi, menegaskan, “Disunatkan puasa sepuluh [sembilan] hari bulan Zulhijjah berdasarkan hadis dari Ibnu ‘Abbas yang menerangkan bahwa Rasulullah bersabda: Tiadalah hari yang amal salih padanya lebih disukai oleh Allah dari hari-hari sepuluh ini” [I: 362].

Related Posts

Leave a reply