Kafarat Meninggalkan Puasa Dengan Sengaja. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini. Terkait dengan kafarat puasa Ramadhan, orang yang membatalkan puasa dengan sengaja (tanpa alasan yang syar’i), maka wajib baginya menjalankan kafarat agar kesalahan yg diperbuat karena seseorang tersebut tidak berpuasa itu mendapat ampunan dari Allah Swt.
“Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah saw bersabda ” Barang siapa meninggal dunia dan masih mempunyai utang puasa, maka hendaknya memberi makan untuknya untuk setiap hari satu orang miskin” (HR.
Kalau kita merasa tidak sanggup melakukan kafarat di atas jadi jangan coba-coba meninggalkan puasa Ramadhan dengan sengaja.
Fidyah puasa juga bisa diartikan memberikan makan kepada orang yang kurang mampu atau miskin sebanyak atau sejumlah hari tidak puasa dengan takaran tertentu. Fidyah puasa dalam Islam sudah ditentukan dan juga dijelaskan langsung oleh Allah SWT dalam Alquran surat Albaqarah ayat 184 sebagai berikut. Artinya: Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Membayar fidyah puasa secara umum ditetapkan sesuai atau berdasarkan jumlah hari yang ditinggalkan saat berpuasa.
Fidyah puasa juga bukan merupakan sebuah hal yang bisa diremehkan. Untuk lebih jelasnya mengenai fidyah puasa, berikut ini Liputan6.com sudah merangkum dari berbagai sumber mengenai fidyah puasa, Kamis (9/5/2019) yang perlu kamu ketahui.
Oleh karena itu, setiap muslim harus benar-benar memperhatikan ibadah puasa Ramadan, jangan sampai lalai dan meninggalkannya. Ulama banyak memperjelas dengan kondisi sakit yang tidak kunjung sembuh dan tua renta. Dengan catatan bahwa kehamilan dan menyusui menimbulkan kondisi yang buruk baginya sendiri atau bayinya. Puasa tetap wajib, tapi digeser waktunya di bulan lain setelah tidak melakukan perjalanan lagi atau sudah sembuh dari sakitnya.
Di luar uzur dan alasan yang diperbolehkan agama, maka ada dua konsekuensi hukum. Pertama, jika tidak berpuasa Ramadan karena mengingkari kewajiban puasa para ulama menyebutnya sebagai orang yang telah kufur. Di bawah level kufur ini adalah jenis kedua yakni orang yang tidak berpuasa karena malas, tetapi sebenarnya ia masih yakin bahwa puasa ramadan wajib hukumnya. Selain bertaubat, orang yang sebelumnya sengaja meninggalkan puasa tanpa uzur, memiliki kewajiban lain. Imam Asy-Syafi menyebut bahwa orang tersebut wajib menggantikan puasa (mengqadla’) sesuai hari yang ditinggalkannya, tanpa harus membayar denda. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa puasa Ramadan hukumnya wajib, dan jangan sekali-kali meninggalkannya tanpa alasan yang dibenarkan oleh agama.
Bila seandainya ada orang yang tidak berpuasa ataupunyang berkaitan denganmaka dia(penebus). Bagaimana kafarat itu diberlakukan?
Perbuatan apa saja yang mengharuskan membayar kafarat ini?Ustadz Ahmad Zainudin Lc, dai yang rutin mengisi kajian di jaringan kanal muslim Rodjatv ini menjelaskan dalam tausiyah onlinenya sebagai berikut; Telah disebutkan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, tentang seseorang yang menyetubuhi istrinya di siang hari bulan Ramadhan, dan bahwasnya kewajiban atas lelaki tersebut adalah mengqadha’ dan membayar kafarat (tebusan).Tebusan tersebut adalah:. Jika tidak mendapati adanya budak atau memang tidak punya harta untuk memerdekakan budak, maka dia berpuasa dua bulan berturut-turut.
Jika tidak sanggup berpuasa 2 bulan berturut-turut, maka hendaknya memberi makan kepada enam puluh orang fakir miskinAda yang mengatakan bahwasanya tebusan berjima’ di siang hari bulan Ramadhan adalah sesuai dengan pilihan, bukan sesuai dengan urutan. Akan tetapi orang-orang yang meriwayatkan bahwa tebusan ini sesuai dengan urutan lebih banyak, maka riwayat mereka lebih kuat karena jumlah mereka lebih banyak dan karena mereka lebih punya tambahan ilmu.Mereka sepakat bahwasanya siapa yang berjima’ maka dia berbuka (puasanya batal). Dan tidak diriwayatkan di riwayat-riayat yang lain, dan orang yang mengetahui (berilmu) menjadi sandaran hukum atas yang tidak mengetahui. Ahli ilmu yang menguatkan pendapat bahwa harus sesuai urutan adalah dia lebih berhati-hati, karena mengambil pendapat yang sesuai urutan tetap sah kafaratnya, baik bagi yang mengatakan boleh memilih atau tidak, berbeda hal kalau kita mengambil pendapat yang boleh memilih.Barangsiapa yang telah lazim (wajib) membayar kafarat, tetapi jika dia tidak sanggup untuk membebaskan budak atau berpuasa atau juga tidak mampu bersedah kepada 60 orang fakir miskin, maka kafarat tersebut gugur atasnya, karena tidak ada pembebanan ibadah kecuali disertai dengan kesanggupan.
Apabila tidak sanggup maka tidak ada kekuatan.
Syaikh Abdul ‘Aziz ar-Rajihi-hafizhahullah berkata, “Barangsiapa yang mengingkari pausa Ramdhan, maka dia kafir dan murtad dari agama Islam. Dia wajib berpuasa atau dihukum dengan penjara oleh pemimpin Muslim atau kedua duanya.” Syeikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Apabila ada yang sengaja meninggalkan puasa, maka diberi sanksi sesuai keputusan pemimpin, namun bila ia belum atau, perlu diajari dulu.” (Al-Fatawa Al-Kubro: 473) Ibnu Hajar Al Haitsami rahimahullah berkata : “Tidak mengerjakan puasa satu hari saja atau merusak puasa dengan jima’ dan bukann karena sakit atau berpergian, maka termasuk dosa besar ke 140 dan 141.” (Az-Zawajir: 323) Ulama Lajnah Daimah lil Ifta’ berkata: “Seorang mukallaf yang merusak puasa Ramadhannya adalah dosa besar, jika tanpa udzur yang syar’i.” (Fatawa Lajnah Daimah: 357) Syeikh Ibnu Baaz berkata: “Barangsiapa yang meninggalkan puasa satu hari di bulan Ramdahan tanpa udzur yang syar’i, maka di telah melakukan kemungkaran besar, namun apabila dia bertaubat, maka Allah menerima taubatnya.
Dia wajib bertaubat dengan kejujuran dan penyesalan masa lalu, bertekad tidak mengulanginya, mengucapkan istigfar sesering mungkin dan mengqadha’ hari yang ditinggalkan.” Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Membatalkan puasa Ramdhan pada siang hari tanpa alasan yang jelas adalah dosa besar, maka orang tersebut dianggap fasik dan diwajibkan untuk bertaubat kepada Allah serta mengganti puasa di hari yang ditinggalkannya.” (Majmu’ Fatwa dan Rasa’il Ibnu Utsaimin: 89) Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada laki-laki yang berbuka pada bulan Ramdhan kemudia beliau berkata : “Berpuasa setahun pun tidak akan bisa menggantinya.” (Riwayat Ibnu Hazm dalam al-Muhallah: 184) Sahabat Ali bin Abi Thalib bahkan memberi hukuman puklan kepada orang yang berbuka di bulan Ramadhan yakni Atha’ bin Abi Maryam dari bapakya bahwa An-Najasyi diantar ke Ali bin Abi Thalib sebab ia meminum khamr di bulan Ramdhan. – Pendapat Sa’id bin Musayyib, Imam Sya’bi , Ibnu Jubair, Ibrahim al-Nakha’i Qatadah, dan Hammad berkata “Dia mengqadla satu hari sebagai gantinya.”.
Dunia Menurut Islam adalah sementara, maka sudah sepantasnya kita mematuhi apa yang diperintahkan oleh Allah. Dan mengenai penggantian puasa yang kita tinggalkan pada bulan Ramadhan tersebut, maka mengqadla adalah solusinya.
Dan barang siapa yang meninggalkannya -meskipun hanya satu hari- tanpa udzur, maka dia telah melakukan salah satu dosa besar dan dirinya terancam oleh kemurkaan Allah dan siksa-Nya, dia wajib bertaubat dengan penuh kejujuran dan taubat nasuha, dia juga wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya, menurut pendapat para ulama, bahkan sebagian dari mereka menyatakan sebagai hasil dari ijma’. Adapun orang yang dengan sengaja berbuka (tidak melaksanakan puasa) pada bulan Ramadhan, dan dianggap termasuk yang dibolehkan, maka dia telah kafir, dan harus diminta bertaubat, jika dia mau maka akan selamat, namun jika tidak maka konsekuensinya akan dibunuh. Dan barang siapa yang dengan terang-terangan tidak berpuasa, maka seorang imam akan menta’zirnya (hukuman sesuai dengan kebijakan hakim), dia pun diberi sanksi yang dianggap mampu mencegahnya agar tidak bisa kembali lagi melakukannya atau yang serupa dengannya.
Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya tentang orang yang membatalkan puasa pada siang hari di bulan Ramadhan tanpa ada udzur ? “Membatalkan puasa di bulan Ramadhan pada siang hari tanpa ada alasan yang dibenarkan termasuk dosa besar, dengan demikian maka orang tersebut dianggap fasik, dan diwajibkan baginya untuk bertaubat kepada Allah dan mengganti sejumlah hari yang ditinggalkannya”.
Imam An Nasa’i telah meriwayatkan dalam Al Kubro (3273) dari Abu Umamah berkata:. “Pada saat kami tidur, ada dua orang laki-laki yang menghampiriku seraya membopong saya”, lalu beliau melanjutkan ucapannya yang di antaranya: “Kemudian mereka berdua membawaku, kemudian terlihat ada suatu kaum yang sedang digantung di tunggangan mereka, pipi bagian bawahnya robek dan mengalirkan darah, saya berkata: “Siapa mereka ?”, dia berkata: “Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum puasanya sempurna”. “Ini adalah balasan orang yang berpuasa kemudian ia membatalkannya dengan sengaja sebelum masuk waktu berbuka, maka bagaimanakah keadaan orang tidak puasa sama sekali ?!
Pasalnya, secara bahasa, kafarat mengandung arti mengganti, menutupi, membayar, dan memperbaiki sebagaimana yang dikutip dari kitab Al-Fiqhul Islamy wa Adillatuhu oleh Wahbah Az-Zuhaili. Mengutip dari buku Panduan Terlengkap Ibadah Muslim "Sehari-Hari" karya KH Muhammad Habibillah, pada dasarnya puasa kafarat hukumnya wajib karena bertujuan untuk menutup dosa yang diperbuat sebelumnya. Kafarat, dalam Islam, hukumnya wajib ditunaikan agar seseorang bisa terbebas dari dosa yang ia lakukan," tulis KH. Tidak ada lafal yang jelas secara langsung dari Rasulullah SAW, namun bacaan niat berikut dapat dilafalkan saat hendak berpuasa kafarat,.
Jika sampai melakukan hubungan intim, maka ia harus membayar kafarat, salah satunya berpuasa selama 60 hari berturut-turut.