Hukum Puasa Sunnah Setengah Hari. Yaitu, puasa yang dijalankan sejak terbit fajar dan berbuka ketika adzan Zuhur berkumandang. “Diharamkan makan minum bagi orang yang berpuasa, karena firman Allah SWT, ‘Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam (waktu fajar), kemudian sempurnakanlah puasa sampai datang waktu malam.’” (Lihat Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Ali Yusuf As-Syairazy, Al-Muhadzzab fî Fiqhis Syafi’i, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyyah], juz I, halaman 331). Dalam Al-Muhadzzab disebutkan:“Adapun anak kecil, maka tidak wajib baginya berpuasa, karena ada hadis Nabi SAW, ‘Kewajiban diangkat dari tiga orang, yaitu anak kecil hingga ia balig, orang yang tidur hingga bangun, orang gila sampai ia sadar.’ Anak kecil berumur tujuh tahun diperintahkan untuk berpuasa apabila ia kuat, dan anak yang sudah berumur sepuluh tahun dipukul jika meninggalkan puasa, diqiyaskan dengan shalat,” (Lihat Abu Ishaq Ibrahim Asy-Syairazy, Al-Muhadzzab fî Fiqhis Syafi’i, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyyah, juz I, halaman 325). Hal ini juga yang dilakukan Rasulullah SAW dalam mendidik anaknya, untuk membiasakan puasa. “Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz, ia berkata bahwa suatu pagi di hari Asyura’, Nabi SAW mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Ansor untuk menyampaikan pesan, ‘Barangsiapa yang pagi hari telah makan, maka hendaknya ia puasa hingga Magrib, dan siapa yang pagi ini berpuasa maka lanjutkan puasanya.’ Rubayyi’ berkata, kemudian kami mengajak anak-anak untuk berpuasa, kami buatkan bagi mereka mainan dari kain. Jika mereka menangis, maka kami beri mainan itu, begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka,” (Lihat Ibnu Hajar Al-‘Asqallani Asy-Syafî’i, Fathul Bârî Syarh Shahîhil Bukhâri, [Darul Ma’rifah, Beirut], juz IV, halaman 201).
Nah sobat, Yuks sedari dini ajarkan anak-anak kita kemuliaan bulan puasa dan membiasakan diri untuk berpuasa.
Mukalaf adalah keadaan yang menyebabkan seorang muslim dikenakan hukum wajib menjalankan rukun Islam seperti salat fardu hingga puasa Ramadhan. Orang mukalaf dianggap telah memenuhi syarat wajib puasa seperti balig, berakal sehat, dan tidak memiliki uzur syar'i, misalnya halangan safar, haid atau nifas bagi muslimah.
Orang ini juga diwajibkan untuk melakukan qada pada hari lain selain Ramadhan dan sebelum bulan suci berikutnya. Meskipun diizinkan, mereka yang beruzur tetap harus menggantinya dengan puasa qada pada hari lain di luar Ramadhan. Waktu qada yang paling baik adalah mungkin setelah Ramadhan dan sebelum memasuki bulan suci berikutnya. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati-hati untuk mengerjakan, maka itu lebih baik bagimu, dan puasamu jika kamu mengetahui,” (QS. Di sisi lain, pelaksanaan puasa setengah hari bagi anak-anak justru lebih disarankan, dengan catatan mereka belum menginjak usia balig. Pelaksanaan seharusnya dilakukan ketika anak sudah menginjak umur 7 tahun, kurang dari itu justru lebih baik.
Meskipun demikian, anak-anak yang telah menginjak umur 7 tahun sebaiknya mulai dididik untuk menunaikan ibadah puasa. Jadi, dapat diperoleh bahwa puasa setengah hari tidak sah secara fikih, namun ini memiliki makna dan penting dari sisi pendidikan anak.
Istilah puasa beduk sudah lama kita dengar. Tentu ini tak ada dasarnya dalam Islam. Sebagaimana kita tahu bahwa hakikat waktu puasa dimulai dari Subuh hingga Magrib tiba.
Maka puasa beduk atau puasa setengah hari hukumnya haram bagi orang dewasa, sebab ia membatalkan puasa bukan pada waktunya, kecuali ia memiliki uzur syar’i yang membolehkannya berbuka. Artinya, “Diharamkan makan minum bagi orang yang berpuasa, karena firman Allah SWT, ‘Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam (waktu fajar), kemudian sempurnakanlah puasa sampai datang waktu malam.’” (Lihat Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Ali Yusuf As-Syairazy, Al-Muhadzzab fî Fiqhis Syafi’i, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyyah], juz I, halaman 331).Namun bagaimana jika puasa setengah hari diperuntukan bagi anak-anak sebagai sarana pendidikan baginya, supaya di kemudian hari ia dapat berpuasa sehari penuh.Dalam Al-Muhadzzab disebutkan:Artinya, “Adapun anak kecil, maka tidak wajib baginya berpuasa, karena ada hadis Nabi SAW, ‘Kewajiban diangkat dari tiga orang, yaitu anak kecil hingga ia balig, orang yang tidur hingga bangun, orang gila sampai ia sadar.’ Anak kecil berumur tujuh tahun diperintahkan untuk berpuasa apabila ia kuat, dan anak yang sudah berumur sepuluh tahun dipukul jika meninggalkan puasa, diqiyaskan dengan shalat,” (Lihat Abu Ishaq Ibrahim Asy-Syairazy, Al-Muhadzzab fî Fiqhis Syafi’i, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyyah, juz I, halaman 325).Imam Asy-Syairazi menjelaskan, orang tua mesti memerintahkan anak-anaknya yang sudah berumur tujuh tahun untuk melaksanakan puasa, bahkan memukulnya jika tidak melaksanakan puasa di umur sepuluh tahun karena diqiyaskan pada masalah shalat.Perihal memukul anak berumur sepuluh tahun yang tidak melaksanakan puasa adalah hasil dari qiyas dengan masalah shalat, yaitu jika anak yang berumur sepuluh tahun meninggalkan shalat, maka boleh ditegur dengan dipukul, tentunya pukulan yang ringan dan tidak menimbulkan luka, yang tujuannya untuk mendidik agar si anak mau melaksanakannya.Tidak semua anak yang diperintahkan orangtuanya untuk berpuasa kuat melaksanakan puasa sehari penuh, semua butuh proses. Melihat redaksi Imam Asy-Syairazi di atas, “apabila kuat” maka mengindikasikan bahwa menjalankan proses puasa dengan bertahap, dari setengah hari kemudian sehari penuh, adalah boleh karena anak kecil belum terkena taklif, namun dibarengi penjelasan bahwa hakikat waktu puasa adalah sampai waktu terbenamnya matahari atau azan Magrib tiba.Kita bisa juga meniru salah satu sahabat Nabi dalam mendidik anaknya untuk membiasakan puasa, disebutkan dalam hadits Bukhari:Artinya, “Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz, ia berkata bahwa suatu pagi di hari Asyura’, Nabi SAW mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Ansor untuk menyampaikan pesan, ‘Barangsiapa yang pagi hari telah makan, maka hendaknya ia puasa hingga Magrib, dan siapa yang pagi ini berpuasa maka lanjutkan puasanya.’ Rubayyi’ berkata, kemudian kami mengajak anak-anak untuk berpuasa, kami buatkan bagi mereka mainan dari kain.
Jika mereka menangis, maka kami beri mainan itu, begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka,” (Lihat Ibnu Hajar Al-‘Asqallani Asy-Syafî’i, Fathul Bârî Syarh Shahîhil Bukhâri, [Darul Ma’rifah, Beirut], juz IV, halaman 201).Simpulan penjelasan di atas, puasa beduk atau puasa setengah hari diharamkan bagi orang dewasa yang tidak memiliki uzur sama sekali. Namun untuk anak-anak, puasa beduk Zuhur boleh saja untuk proses tahapan, yang mana di kemudian hari ia dapat puasa satu hari penuh.
Pendidikan ini juga disertakan penjelasan bahwa waktu buka puasa yang benar adalah ketika terbenamnya matahari, tepat ketika azan Magrib berkumandang.. (.
Ternyata dari perspektif Islam bagi yang telah baligh melakukan puasa setengah hari haram hukumnya. Nah dengan puasa setengah hari, anak-anak yang belum baligh belajar untuk menahan lapar, dan haus layaknya orang dewasa yang menjalani puasa sehari penuh. Sehingga, jika ada pertanyaan bolehkah puasa setengah hari bagi orang dewasa?
Tentu jawabannya sudah pasti tidak boleh apalagi tanpa ada udzur atau halangan seperti sakit. Melansir NU Online, sebagaimana kita tahu bahwa hakikat waktu puasa dimulai dari Subuh hingga Magrib tiba. Maka puasa setengah hari hukumnya haram bagi orang dewasa, sebab ia membatalkan puasa bukan pada waktunya, kecuali ia memiliki uzur syar’i yang membolehkannya berbuka. “Diharamkan makan minum bagi orang yang berpuasa, karena firman Allah SWT,‘Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam (waktu fajar),”.
(Lihat Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Ali Yusuf As-Syairazy, Al-Muhadzzab fî Fiqhis Syafi’i, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyyah], juz I, halaman 331). Anak kecil berumur tujuh tahun diperintahkan untuk berpuasa apabila ia kuat, dan anak yang sudah berumur sepuluh tahun dipukul jika meninggalkan puasa, diqiyaskan dengan shalat,”.
(Lihat Abu Ishaq Ibrahim Asy-Syairazy, Al-Muhadzzab fî Fiqhis Syafi’i, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyyah, juz I, halaman 325).
Tentunya di episode kali ini bersama Ustadz Soleh Sofyan tetap akan menjawab pertanyaan dari teman-teman yang sudah bertanya melalui media sosial ROOV dan Radio+. Sebagai pembuka, Ustadz langsung diberikan pertanyaan dari @adityafernando “Bagaimana hukumnya puasa setengah hari Ustadz?”, Ustadz menjawab “Tidak sah, kalau puasa setengah hari, andaikan dari awal niatnya puasa setengah hari maka hukum niatnya tidak sah, puasanya tidak sah, dari awal dianggap tidak berpuasa dan wajib untuk mengganti di hari yang lain dan tetap berdosa” ujar Ustadz. Ustadz juga mengatakan bahwa “Kalau kemudian dari sebelum subuh sudah niat puasa, tiba-tiba setengah hari dia harus batal mungkin karena sakit, itu boleh dibatalkan dan dapat pahala setengah dari yang dia lakukan”. Misalnya bekerja di siang hari, terasa panas dan berat banget, itu juga boleh” kata Ustadz. Mau tahu bagaimana penjelasan dari Ustadz Soleh Sofyan mengenai puasa setengah hari? Di dalam News, pengguna dapat membaca berita terlengkap dari berbagai sumber terpercaya.
Pada satu tahun usia RCTI+, RCTI+ menghadirkan 2 fitur baru, yakni Home of Talent (HOT) dan Game.
Dalam hal ini terdapat hadis yang berbunyi: لايصومنّ أحدكم يوم الجمعة إلا أن يصوم قبله أو بعده : janganlah kalian berpuasa pada hari Jum’at kecuali berpuasa sebelum atau sesudahnya (HR Al-Bukhari). tentang larangan berpuasa hanya pada hari jum’at di atas, diterapkan Nabi saw.
bertanya lagi: “apakah kamu hendak berpuasa pada esok hari?”, ia mengatakan: tidak. untuk berbuka di saat berpuasa hanya pada hari jum’at menunjukkan adanya larangan berpuasa hanya pada hari jum’at, sebagaimana penetapan topik hadis oleh Imam Muslim di atas.
Dalam kitab Subul al-Salam, ketika menjelaskan hadis riwayat Abu Hurairah tentang larangan mengkhususkan berpuasa pada hari jum’at, Imam al-Shan’ani menjelaskan pandangan jumhur ulama, bahwa larangan berpuasa hanya pada hari jum’at itu bersifat makruh tanzih, sebagaimana hadis Ibn Mas’ud, bahwa “Rasul Allah saw.