Hukum Puasa Sebelum Mandi Wajib Haid. Anjuran mensucikan diri dari hadas besar seperti selesai berhubungan intim, haid, dan nifas tertuang dalam firman Allah SWT di Alquran:. Mengutip buku Kupas Tuntas Puasa yang ditulis A.K Mustafit, jawabannya boleh alias sah-sah saja puasanya.
"Sesungguhnya Nabi SAW memasuki waktu subuh dalam keadaan junub karena habis bersetubuh dengan istrinya.
Dengan datangnya darah haid, artinya seorang perempuan sedang berada dalam kondisi yang tidak suci, oleh karena ia tak boleh melakukan puasa Ramadan. Dalam kitab Ibanatul Ahkam Syarh Bulughil Maram, Hasan Sulaiman an Nuri dan Alawi Abbas al Maliki menyampaikan pendapatnya bahwa seorang perempuan yang terlah terhenti darahnya di malam hari, lalu saat terbit fajar belum sempat mandi, maka sah puasanya.
Apabila anda sudah yakin sudah suci dari haid, dan anda berniat puasa meskipun satu menit sebelum subuh, maka puasa anda sah. Suatu ketika Syeikh Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya tentang seorang perempuan yang berpuasa, akan tetapi dia masih ragu apakah sudah suci dari haid apa belum, dan pada pagi harinya ternyata benar-benar suci, apakah puasanya sah padahal dia belum meyakini kesuciannya dari haid? Dan wajib bagi dia ketika sudah ingat, maka dia harus mandi besar, dan mengganti shalat yang terlewat, sebagaimana yang anda lakukan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya tentang seorang wanita yang berpuasa dalam keadaan ragu-ragu sudah suci ataukah belum dari haidh. Karena asalnya haidnya masih ada dan ketika itu masuk puasa dalam keadaan tidak yakin sudah suci.
Syaikh Al-Munajjid juga menerangkan, jika seorang wanita sudah yakin suci dari haid, maka hendaklah ia segera mandi dan melakukan salat.
Namun bagaimana jika ada seorang perempuan yang sudah terhenti darah haidnya di malam hari di bulan Ramadan, tetapi ia belum mandi besar hingga Subuh tiba? Muhammad Ardani bin Ahmad di dalam kitab Risalah Haidl menyebutkan bahwa jika haid/nifas telah selesai tapi belum mandi, atau telah mandi tetapi tidak sah, maka haram melakukan perkara-perkara yang diharamkan sebab haid atau nifas, kecuali lima perkara, yakni puasa, dicerai, bersuci, lewat dalam masjid dan salat bagi orang yang tidak menemukan air dan debu.
“Perempuan haid dan nifas, jika telah terputus darahnya di malam hari, kemudian terbit fajar (subuh) sebelum mandi, maka sah puasanya.” Syekh Hasan dan Alawi memberikan pendapat ini di dalam penjelasan fiqhul hadis tentang Nabi saw. Jadi, wanita haid yang telah terhenti darahnya di malam hari, dan belum mandi bersuci, maka ia tetap wajib menjalankan puasa esok harinya, dan puasanya sah serta tidak perlu meng-qada-nya. pernah bersabda ““Barang siapa yang tidak berniat puasa di malam hari sebelum terbitnya fajar, maka tidak ada puasa baginya.”(HR. Tetapi lebih baik jika wanita tersebut sudah tahu bahwa darahnya telah terhenti di malam hari, hendaknya mandinya sebelum fajar, karena agar tidak sampai airnya ke perut entah lewat telinga, atau dubur yang dapat membatalkan puasa.
Pada perempuan dan laki-laki yang mengalami mimpi basah saat puasa di tengah siang hari, menurut madzhab Syafi'i, atau pagi-pagi ia junub, puasanya sah, meskipun tidak mandi wajib, seperti ditulis dalam Fikih Ibadah Madzhab Syafi'i oleh Syaikh Dr. Alauddin Za'tari. Ini juga berlaku pada perempuan, sebagaimana yang ditetapkan dalam hadits riwayat Muslim, ketika Ummu Salamah bertanya kepada Rasulullah SAW, "Apakah seorang wanita wajib mandi jika ia mengalami mimpi basah?".
Jika mimpi basah tidak mengeluarkan mani, maka tidak ada kewajiban mandi, seperti dikutip dari Fikih Remaja Kontemporer. Rasulullah bersabda, "(Hendaklah) dia mandi jinabat.".
Lalu Ummu Salim berkata, "Wanita melihat hal itu (sesuatu yang basah), apakah dia juga wajib mandi jinabat?".