Hukum Puasa Ramadhan Saat Junub. Liputan6.com, Jakarta Soal sahkah berpuasa saat sedang dalam keadaan junub sering jadi pertanyaan di bulan Ramadan. Nabi Muhammad menjadi tempat bertanya bagi para sahabatnya jika mereka menemukan hal-hal yang musykil terkait dengan ajaran agama Islam.
Salah satu persoalan yang mengganjal hati seorang sahabatnya, sehingga dia menanyakan langsung kepada Nabi Muhammad, adalah puasa bagi orang yang sedang junub atau berhadas besar karena keluar mani atau berhubungan badan. Semula sahabat tersebut sedikit sungkan untuk mengungkapkan persoalannya karena tahu Sayyidah Aisyah sedang di dalam. Setelah menenangkan mentalnya, sahabat tersebut lantas menyampaikan permasalahannya kepada Nabi Muhammad dengan suara yang agak pelan. Katanya, persoalan tersebut sebetulnya sudah terjadi pada bulan Ramadan yang belum lama berlalu.
Sahabat tersebut kemudian menceritakan jika pada bulan Ramadhan lalu dia sedang junub.
Mimpi basah atau ihtilam merupakan hal alami pada laki-laki dan perempuan sebagai tanda kedewasaan. Ada kalanya ihtilam tidak disertai mimpi terlebih dahulu, tiba-tiba mendapati pakaian sudah basah oleh sperma.
Pada perempuan dan laki-laki yang mengalami mimpi basah saat puasa di tengah siang hari, menurut madzhab Syafi'i, atau pagi-pagi ia junub, puasanya sah, meskipun tidak mandi wajib, seperti ditulis dalam Fikih Ibadah Madzhab Syafi'i oleh Syaikh Dr. Alauddin Za'tari. Ini juga berlaku pada perempuan, sebagaimana yang ditetapkan dalam hadits riwayat Muslim, ketika Ummu Salamah bertanya kepada Rasulullah SAW, "Apakah seorang wanita wajib mandi jika ia mengalami mimpi basah?". Ketetapan perihal mandi wajib ini terdapat dalam hadits riwayat Ahmad, At-Turmudzi, Ibn Majah, dan Abu Dawud, dari Aisyah RA berkata,.
Lalu Ummu Salim berkata, "Wanita melihat hal itu (sesuatu yang basah), apakah dia juga wajib mandi jinabat?". Simak juga Video: Dicolek Lewat Mimpi, Kisah Husin Jaga Makam Habib Kwitang.
Aktivitas ini tak dapat dipisahkan dari kegiatan sehari-hari termasuk saat bulan ramadan. Islam pun tak melarang suami istri berhubungan badan saat bulan ramadan selama hal itu dilakukan di antara waktu malam hari hingga fajar. "Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. "Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima taubatmu dan memaafkanmu.
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu.". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.". Misalnya baru melaksanakan mandi saat pagi atau siang hari karena ketiduran? Mengutip situs Nahdlatul Ulama, puasa seseorang tetap sah meski mandi junub dilakukan sehabis fajar terbit. Baca Juga: Menaker Minta Perusahaan Lakukan Berbagai Upaya Atasi Dampak Covid-19. Hal ini merujuk pada Hadits Riwayat Bukhari dan Hadits Riwayat Muslim yang menceritakan pengalaman Rasulullah SAW yang masih dalam kondisi junub saat pagi hari puasa sebagaimana keterangan istrinya.
Riwayat keduanya menceritakan pengalaman Rasulullah SAW yang masih dalam kondisi junub di pagi hari puasa sebagaimana keterangan istrinya. Imam Muslim dalam riwayat dari Ummu Salamah RA menyebutkan, “Rasulullah SAW tidak mengaqadha.”.
Artinya, “’ Rasulullah SAW tidak mengaqadha’ maksudnya adalah tidak mengqadha puasa hari tersebut di bulan lainnya karena puasanya hari itu tetap sah tanpa cacat sedikitpun di dalamnya,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam , [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 312). Artinya, “Orang yang berpuasa boleh menunda mandi junub hingga waktu setelah fajar terbit.
Tetapi yang lebih utama adalah ia menyegerakan mandi wajib sebelum terbit fajar atau sebelum Subuh,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam , [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 313). Dari penjelasan singkat ini, kita dapat menarik simpulan bahwa orang dalam keadaan janabah yang tertidur hingga pagi hari sehingga lupa mandi junub harus terus melanjutkan ibadah puasanya.
Tetapi kami menyarankan orang yang junub sebaiknya segera melakukan mandi wajib agar ia menjalani ibadah puasa seharian dalam keadaan suci dari hadats besar.
Seperti yang kita ketahui bersama, mandi wajib atau mandi junub adalah proses membersihkan diri dari hadas besar. Sifatnya wajib bagi seorang muslim ketika ingin beribadah seperti puasa Ramadhan.
Anjuran mensucikan diri dari hadas besar seperti selesai berhubungan intim, haid, dan nifas tertuang dalam firman Allah SWT di Alquran:. Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Pertanyaannya sah atau tidak bagi seseorang yang puasa setelah sahur dalam keadaan junub dan belum mandi wajib setelah azan subuh? Mengutip buku Kupas Tuntas Puasa yang ditulis A.K Mustafit, jawabannya boleh alias sah-sah saja puasanya. Asal mandi wajib segera dikerjakan dan melakukan salat subuh setelahnya. Berikut hadis yang membahas tentang puasa sebelum mandi wajib:.
"Sesungguhnya Nabi SAW memasuki waktu subuh dalam keadaan junub karena habis bersetubuh dengan istrinya.
Sebagai ibadah tentunya dalam melakukan mandi besar ada kefardluan atau rukun tertentu yang mesti dipenuhi. Dikutip dari Nu.or.id, disebutkan jika pada dasarnya, tidak ada larangan bagi orang yang junub untuk menikmati santap sahur. Sehingga tidak ada keharusan mana yang lebih didahulukan antara mandi junub terlebih dahulu atau langsung makan sahur.
Aktivitas yang dilarang bagi orang junub sendiri, disampaikan oleh Syekh Al-Qadli Abu Syuja’ dalam Matn al-Taqrib sebagai berikut. “Haram bagi orang jubub lima hal: shalat, membaca Al-Qur’an, memegang dan membawa mushaf, thawaf, serta berdiam diri di masjid.” (al-Qadli Abu Syuja’, Matn al-Taqrib, Semarang, Toha Putera, tanpa tahun, halaman 11). Hanya saja, bila melihat dari pertimbangan keutamaan, dianjurkan bagi orang junub untuk mandi janabah terlebih dahulu sebelum ia makan sahur. Bila pada saat pertama kali meyiramkan air ke salah satu anggota badan tidak dibarengi dengan niat, maka anggota badan tersebut harus disiram lagi mengingat siraman yang pertama tidak dianggap masuk pada aktifitas mandi besar tersebut.
Sebagai contoh, pada saat memulai mandi besar Anda pertama kali menyiram bagian muka namun tidak disertai dengan niat. Dalam hal ini muka yang telah basah dengan siraman pertama tersebut dianggap belum disiram karena penyiramannya dianggap tidak termasuk dalam aktifitas mandi besar sebab belum ada niatan.
Artinya “Saya berniat mandi untuk menghilangkan haidl” atau “untuk menghilangkan nifas” Atau baik orang yang junub, haid maupun nifas bisa berniat dengan kalimat-kalimat niat Nawaitul ghusla li raf’il hadatsil akbari.