Hukum Puasa Ganti Dan Sunat Serentak. Niat sebagai salah satu syarat sah dalam melakukan ibadah tersebut haruslah diketahui demi kelancarannya. Karenanya berlaku peraturan barang siapa yang sengaja meninggalkan puasa wajib dan tidak menggantinya maka pertanggung jawaban kelak harus di ampunya.
Anda tentunya perlu memahami niat jenis apa yang harus digunakan untuk mengawali proses ibadah penggantian puasa wajib ini. Pemahaman akan tata cara dan ketentuannya pun harus digali agar proses ibadah berjalan secara lancar.
Bisa dilihat dari arti ayat di atas, disebutkan kata wajib bagi mereka yang meninggalkan puasa karena sakit atau dalam perjalanan. Mengingat hukum wajib dalam mengganti puasa berlaku bagi semua golongan terlebih pada seorang muslim yang sudah balig.
Artinya, “Aku berniat untuk mengqada puasa Bulan Ramadan esok hari karena Allah Ta ‘ala.”. Namun terkait waktu terbaik untuk melafalkan niat banyak ulama yang berpendapat baiknya diucapkan selepas melakukan sahur. Ada juga yang berpendapat lebih baik di awalkan untuk menghindari kemungkinan lupa akan pengucapan niat puasa qadha/ganti.
Pengawalan dengan bismillah bisa membawa berkah karena penujuan niat jelas hanya ditujukan untuk Allah SWT semata. Mulai dari awal hingga akhir tata cara puasa perlu diketahui agar ibadah berjalan dengan baik dan sempurna.
Tidak berbeda jauh dengan puasa di bukan ramadhan, seorang muslim yang hendak berpuasa dianjurkan untuk melakukan sahur. Pengecualian terlewatnya sahur karena kelelahan atau fase tidur terlalu lama bisa diakali dengan meneguk segelas air putih saja.
Dimulai dari pembacaan niat puasa qadha/ganti hingga menjelang berbuka, semuanya harus dijalankan dengan ikhlas semata mata karena ingin beribadah pada Allah Ta ‘ala. Menjalani puasa dengan ikhlas atau tidak terpaksa bisa diimplementasikan lewat aktivitas yang senantiasa dilakukan secara normal.
Dapat mengontrol kadar emosi hingga tidak banyak mengeluh dalam keadaan haus dan lapar.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, setelah satu Syawal banyak orang mengamalkan puasa sunah enam hari di bulan Syawal. Orang yang berpuasa sunah selama enam hari di bulan Syawal setelah puasa Ramadhan, seolah mendapatkan pahala puasa setahun penuh.
Setelah utang puasa Ramadhannya terbayar, maka ia boleh melanjutkannya dengan puasa sunah Syawal. Kalau pun ia tidak melanjutkan pembayaran utang puasa wajibnya dengan puasa sunah Syawal, ia tetap dinilai mengamalkan sunah puasa Syawal meski tidak mendapatkan ganjaran seperti yang disebutkan di dalam sabda Rasulullah SAW.
Adapun mereka yang tidak berpuasa Ramadhan tanpa uzur diharamkan untuk mengamalkan puasa sunah Syawal. Artinya, “Masalah di Tanbih dan banyak ulama menyebutkan bahwa orang yang tidak berpuasa Ramadhan karena uzur, perjalanan, masih anak-anak, masih kufur, tidak dianjurkan puasa sunah enam hari di bulan Syawal.
(Orang utang puasa Ramadhan makruh berpuasa sunah, kemakruhan puasa sunah bagi mereka yang tidak berpuasa Ramadhan karena uzur),” (Lihat Syamsuddin Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, cetakan ketiga, 2003 M/1424 H, juz III, halaman 208). Saran kami, mereka yang memiliki utang puasa Ramadhan baiknya mengqadha utang puasanya terlebih dahulu.
Demikian jawaban singkat kami.
Selain tanggal 1 Syawal yang diharamkan berpuasa, pada bulan Syawal ini ummat Islam dianjurkan untuk berpuasa selama enam hari. Rasululullah saw bersabda orang yang berpuasa di bulan Ramadhan kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa selama satu tahun.
"Karena itu, jika umat Islam tidak bisa menyelenggarakan ibadah puasa karena berbagai hal yang dimungkinkan dari sudut syariat Islam, dia wajib mengganti di bulan-bulan berikutnya," ujar Moqsith.Terkait ibadah puasa ini, rupanya masih banyak orang yang bertanya bagaimana kalau mengganti puasa Ramadan itu dibarengi dengan puasa-puasa sunah lainnya.Misalnya, sambil melaksanakan puasa sunah Senin dan Kamis sekaligus diniatkan mengganti puasa Ramadan. "Karena itu, jika umat Islam, kaum perempuan, laki-laki yang punya utang puasa, maka dia bisa mendapatkan pahala dari mang-qada (mengganti) puasanya.
Niat Ganti Puasa Ramadhan Qadha Dan Puasa Sunat 6 Syawal. Niat Ganti Puasa Ramadhan Qadha Dan Puasa Sunat 6 Syawal.
Terdapat dalil yang menjadi dasar hukum wajibnya melaksanakan puasa qadha ramadhan adalah surat Al-Baqarah ayat 184:. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Orang yang sakit hingga membuatnya lemah dan tidak mampu melaksanakan puasa boleh meninggalkan puasa pada hari dimana orang tersebut sakit dan berkewajiban mengqadhanya di kemudian hari.
Tetapi, orang yang hanya menderita sakit ringan dan masih mampu berpuasa harus melaksanakan puasa. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 184 yang berbunyi sebagai berikut. “Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.”.
Hal itu mengandung hikmah agar dalam keadaan apapun seorang muslim tidak tergolong orang yang melalaikan perintah agama. Fidyah menunjukan bahwa ajaran agama tidak membebani umatnya, melainkan sudah disesuaikan dengan keadaan dan kesanggupan orang yang mengerjakannya.
Namun, hanya wajib membayar fidyah yaitu memberi makan kepada orang miskin. Sedangkan menurut mazhab syafi’i, puasa orang yang dipaksa tidak dianggap batal. Di samping itu, qadha juga diwajibkan atas orang yang membatalkan puasa karena tidak ada udzur.
Misalnya, karena tidak melakukan niat, lupa, atau sengaja melanggar larangan-larangan saat berpuasa. Mazhab Syafi’i berpendapat wajib melaksanakan qadha dengan segera apabila pembatalan puasa di bulan ramadhan itu terjadi tanpa adanya uzur syar’i.
Bagi orang yang punya tanggungan qadha puasa ramadhan, makruh hukumnya berpuasa sunnah. Jika qadhanya belum ditunaikan hingga tiba Ramadhan berikutnya, maka hukumnya menurut para ulama:. “Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadan esok hari karena Allah Ta’ala.”.
Seperti pendapat dari mazhab Syafi’I mengemukakan bahwa, seseorang tetap wajib membaca niat puasa qadha/ganti pada malam hari sampai waktu menjelang subuh sebagai awal permulaan puasa yang hendak dilakukan tersebut. Kemudian, untuk tata cara yang lain tetap sama seperti tuntunan puasa pada bulan ramadhan.