Hukum Puasa Di Awal Bulan Rajab. Puasa Rajab menjadi salah satu amalan yang paling populer sepanjang bulan suci dalam ajaran umat Islam. Sesuai ketentuan tersebut, jangan sampai puasa Rajab menduduki posisi istimewa dibanding ibadah menahan hawa nafsu di bulan lain.
Aturan serupa soal puasa Rajab yang dianjurkan bagi muslim juga tertulis dalam kitab Al-Fiqh `Ala Al-Madhahib Al-Arba` atau hukum Islam menurut pendapat empat imam besar. Sementara Hanafi merekomendasikan puasa hanya selama tiga hari di tiap bulan suci tersebut pada Kamis, Jumat, dan Sabtu," tulis Abd Al-Rahman Al-Jazai'ri. Puasa sunnah hanya selama tiga hari di bulan suci bagi muslim juga tertulis dalam hadist yang dinarasikan Mujibah Al-Bahiliyah.
Pertama, mayoritas ulama dari kalangan Madzhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa puasa Rajab hukumnya Sunnah selama 30 hari. Kedua, para ulama madzhab Hanbali berpendapat bahwa berpuasa Rajab secara penuh (30 hari) hukumnya makruh apabila tidak disertai dengan puasa pada bulan-bulan yang lainnya.
Kemakruhan ini akan menjadi hilang apabila tidak berpuasa dalam satu atau dua hari dalam bulan Rajab tersebut, atau dengan berpuasa pada bulan yang lain. Para ulama madzhab Hanbali juga berbeda pendapat tentang menentukan bulan-bulan haram dengan puasa. Dalam kitab Syarh al-Kharsyi ‘ala Mukhtashar Khalil (2/241), ketika menjelaskan puasa yang disunnahkan, al-Kharsyi berkata:.
Pernyataan serupa bisa dilihat pula dalam kitab al-Fawakih al-Dawani (2/272), Kifayah al-Thalib al-Rabbani (2/407), Syarh al-Dardir ‘ala Khalil (1/513) dan al-Taj wa al-Iklil (3/220). Madzhab Syafi’iImam al-Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (6/439), “Teman-teman kami (para ulama madzhab Syafi’i) berkata: “Di antara puasa yang disunnahkan adalah puasa bulan-bulan haram, yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab, dan yang paling utama adalah Muharram. Pendapat al-Ruyani ini keliru, karena hadits Abu Hurairah yang akan kami sebutkan berikut ini insya Allah (“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa bulan Muharram.”)”.
Pernyataan serupa dapat dilihat pula dalam Asna al-Mathalib (1/433), Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah (2/53), Mughni al-Muhtaj (2/187), Nihayah al-Muhtaj (3/211) dan lain-lain. Ahmad bin Hanbal berkata: “Apabila seseorang berpuasa Rajab, maka berbukalah dalam satu hari atau beberapa hari, sekiranya tidak berpuasa penuh satu bulan.” Ahmad bin Hanbal juga berkata: “Orang yang berpuasa satu tahun penuh, maka berpuasalah pula di bulan Rajab.
ثم رجب هو مشتق من الترجيب، وهو التعظيم لأن العرب كانت تعظمه زيادة على غيره. Sedangkan mayoritas ulama menjelaskan, selagi khawatir akan mudharat tertentu atau melalaikan kewajiban karenanya, maka puasa sepanjang masa hukumnya makruh. Dan yang paling utama dari semua bulan itu adalah Muharram seperti hadits riwayat Imam Muslim.
Rasulullah SAW bersabda, “Puasa paling afdhal setelah Ramadhan itu dikerjakan pada bulan Muharram.”Adapun perihal bulan-bulan mulia ini, ada baiknya kita mengamati keterangan Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu‘in berikut ini.Bulan paling utama untuk ibadah puasa setelah Ramadhan ialah bulan-bulan yang dimuliakan Allah dan Rasulnya. Pendapat Imam Royani sejurus dengan keterangan sebelumnya di Fathul Mu‘in.Dalam I‘anatut Tholibin, Sayid Bakri bin M Sayid Syatho Dimyathi mengemukakan sejumlah catatan soal Rajab sebagai salah satu bulan mulia di sisi Allah dan Rasulnya.“Rajab" merupakan derivasi dari kata “tarjib” yang berarti memuliakan.
Ia bisa juga dipanggil “Al-Ashomm” karena tidak terdengar gemerincing senjata untuk berkelahi pada bulan ini.
Ustaz Sarwat menjelaskan, ada beberapa fatwa dari para ulama khalaf (kontemporer) yang mengatakan bahwa puasa di bulan Rajab hukumnya bid'ah. Misalnya, Syeikh Abdul Aziz ketika ditanya terkait dengan berpuasa pada tanggal 8 dan 27 Rajab menjawab di dalam kitabnya Fatawa Nurun 'ala Ad-Darbi sebagai berikut :. Namun, sebagian besar ulama (jumhur) di luar mazhab Al-Hanabilah umumnya justru menghukumi sunnah berpuasa pada bulan Rajab.
Menurut Ustaz Sarwat, manhaj salaf yang asli dari umat ini jelas sekali, yaitu hadis dhaif masih bisa dijadikan sumber rujukan, khususnya untuk fadhailul-a'mal (keutamaan). Namun, menurut Ustaz Sarwat, meskipun para ulama tersebut tidak sependapat, bukan berarti kita boleh saling mencaci maki atau menghina.
Bahkan ada pula yang mengkhususkan puasa pada awal, pertengahan, dan akhir bulan Rajab. Pertanyaannya, bagaimana sebenarnya hukum puasa di bulan Rajab ini? Bisa dikatakan bahwa asal-muasal orang melakukan puasa Rajab berangkat dari berbagai riwayat yang dianggapnya hadits Nabi saw, padahal sebenarnya sama sekali bukan.
Kata Ibnul Jauzi dalam Asnal Mathalib : Hadits tersebut tidak sah. “Puasa Rajab di hari pertama itu bisa menghapus dosa-dosa tiga tahun, sedang di hari kedua bisa menghapus dosa-dosa dua tahun, dan di hari ketiga bisa menghapus dosa-dosa setahun, dan di hari-hari berikutnya untuk setiap harinya bisa menghapus dosa sebulan.” As-Suyuthi mencatat hadits tersebut dalam bukunya al-Jami’ush Shaghiir dari al-Khallal dan dia mendla’ifkannya. Apakah memang benar-benar tidak ada riwayat shahih yang khusus meriwayatkan Nabi pernah berpuasa pada bulan rajab. Jawabnya, memang riwayat seperti itu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut.
An Nawawi membawaknnya dalam Bab Puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di selain bulan ramadhan). “Hadits yang menunjukkan keutamaan puasa Rajab secara khusus tidaklah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.” (Latho’if Al Ma’arif, hal.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,. Siapa yang puasa sehari di bulan Rajab, maka Allah akan memberinya minum dengan air sungai tersebut.” (HR.
Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia pernah ditanya, “Diketahui bahwa di bulan Rajab dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah.
Kemudian ia kembali lagi menemui Nabi satu tahun berikutnya sedangkan kondisi tubuhnya sudah berubah (lemah/ kurus). Nabi mengatakan demikian seraya berisyarat dengan ketiga jarinya dan mengumpulkan kemudian melepaskannya. Mengomentari bagian akhir redaksi hadits di atas, Syekh Abut Thayyib Syamsul Haq al-Azhim mengatakan:.
(Lihat Syekh Abut Thayyib Syamsul Haq Al-Azhim, ‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud, juz VII, halaman: 58). Dari keterangan tersebut dapat dipahami, Nabi memberi petunjuk kepada sahabatnya Al-Bahili berpuasa di bulan-bulan mulia termasuk Rajab hendaknya tidak dilakukan secara terus-menerus. Sedangkan bagi seseorang yang kuat untuk berpuasa Rajab melebihi petunjuk Nabi di atas, maka hal tersebut adalah lebih baik baginya, sebab satu bulan penuh di bulan Rajab semuanya baik untuk diisi dengan puasa.
Simpulannya, berpuasa Rajab tidak ada batasan berapa hari yang baik untuk dipuasai.