Hukum Puasa Bagi Seorang Musafir. Apalagi, di Indonesia puasa Ramadan identik dengan tradisi mudik menjelang lebaran atau Hari Raya Idul Fitri. Musafir atau orang yang sedang melakukan perjalanan memang diberikan keringanan untuk tidak berpuasa. Namun, ada berbagai ketentuan bagi musafir jika ingin membatalkan puasa Ramadan atau tetap melanjutkannya. "Dari Aisyah ra, ia berkata bahwa Hamzah bin Amr al-Aslami pernah bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai puasa dalam perjalanan.
Walaupun boleh membatalkan atau tidak berpuasa, seorang musafir tetap wajib mengganti pausa tersebut di luar bulan Ramadan.
Mereka yang diberi keringanan untuk tidak berpuasa adalah ibu hamil dan menyusui, orang sakit, orang tua yang sudah tidak mampu puasa dan juga kaum musafir. Artinya perjalanan yang dilakukan orang tersebut sudah cukup jauh dan jika dihitung mencapai 16 farsakh atau sekitar 90 kilometer.
"Itu jarak yang biasanya membuat para musafir mengalami kelelahan dan kepayahan," kata Fahrurrozi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (12/4). Namun karena sifatnya masih wajib, maka musafir tetap harus membayar utang atau meng-qadha puasa di kemudian hari. Namun kalau lebih mudah saat berbuka atau tidak puasa, maka diperbolehkan. Ini adalah perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga bisa lebih cepat membebaskan diri dari beban syariat.
Di saat kamu yang sedang berpuasa, kemudian berkeinginan untuk mengadakan perjalanan jauh atau yang sering disebut dengan istilah musafir, memang boleh memilih antara tetap melanjutkan puasanya atau membatalkannya. Mengutip dari berbagai sumber, berikut ini penjelasannya. Sayyidah Aisyah ra menceritakan bahwa Hamzah bin Amr al-Aslami ra pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang puasa saat perjalanan.
Rasul pun memberikan jawaban berupa, “Jika kamu menghendaki maka tetaplah berpuasa, dan jika kamu tidak menghendaki maka batalkanlah”. "Dari Aisyah ra, ia berkata bahwa Hamzah bin Amr al-Aslami pernah bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai puasa dalam perjalanan.
Lantas beliau pun menjawab, 'Jika kamu menghendaki maka berpuasalah, dan jika kamu tidak menghendaki maka batalkanlah". (HR. Dispensasi yang diberikan kepada musafir karena, pada umumnya setiap musafir itu akan merasakan kesulitan selama berada di dalam perjalanan, bahkan disebutkan bahwa perjalanan itu serpihan dari azab. Lalu, bagaimana hukum puasa bagi musafir, terlebih zaman sekarang teknologi telah canggih, sehingga musafir tidak akan merasakan masyaqqah atau kesulitan selama perjalanannya?
Hukum puasa bagi musafir itu beragam.
“Safar merupakan sebagian dari siksaan, karena menghalangi seseorang di antara kalian untuk bisa menikmati makan, minum, dan tidur. Jika di antara kalian telah menyelesaikan keperluannya, maka hendaklah dia segera kembali ke keluarganya” (HR.
“Kami bepergian bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan yang sangat panas, tiada seorangpun diantara kami yang berpuasa kecuali rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abdullah bin Rawahah”. Kaidah hukum bagi musafir adalah dia disuruh memilih antara puasa dan berbuka, akan tetapi jika berpuasa tidak memberatkannya maka puasa lebih utama, karena di dalamnya terdapat tiga manfaat:. Karenanya kami berkata, “Bepergian di masa sekarang ini mudah –seperti yang dikatakan oleh penanya- tidak berat untuk berpuasa, pada umumnya, apabila puasa tidak berat dijalankan maka yang paling utama adalah berpuasa”. Ini yang lebih ringan bagi manusia karena qhada puasa bisa jadi terasa berat. 🔍 Siapa Imam Al Ghazali, Kisah Istri Nabi Yang Durhaka, Tasbih Adalah, Solat Sunat Rowatib.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 183 mengenai kewajiban puasa di bulan yang penuh berkah ini,. Dikutip dari buku Memantaskan Diri Menyambut Bulan Ramadan yang ditulis oleh Abu Maryam Kautsar Amru, ada pengecualian atas kewajiban berpuasa tersebut. Sedangkan musafir atau orang yang dalam perjalanan (safar) jauh keluar dari tempat ia tinggal, diberikan keringanan. Sementara itu, sebagian dari mereka lagi boleh memilih untuk berbuka atau tetap berpuasa, tetapi ada satu yang lebih utama. Hal ini diperkuat oleh sebuah hadits shahih yang bersumber dari Hamzah bin Amru Al-Aslami, ia berkata:.
Atau ada seorang yang sejak malam hari sudah berniat tidak akan berpuasa di esok hari karena akan melakukan perjalanan jauh, pun dengan pemahaman karena pada hari itu ia sebagai musafir.Lalu bagaimana sebenarnya aturan main bagi seorang musafir yang diperbolehkan tidak berpuasa?Para fuqaha (ulama ahli fiqih) menjelaskan masalah ini secara rinci dalam kitab-kitab mereka. Pendapat kedua membolehkan keduanya berbuka dengan mempertimbangkan keadaan di awal hari.” (Jalaludin Al-Mahali, Kanzur Raghibin Syarh Minhajut Thalibin [Kairo: Darul Hadis, 2014], juz 2, hal. 589)Dari kedua penjelasan di atas secara rinci dapat diambil kesimpulan aturan main kebolehan tidak berpuasa bagi seorang musafir sebagai berikut:1. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang batas minimal kilometer yang ditempuh untuk bisa menqashar shalat.
Subhan Ma’mun, Pengasuh Pondok Pesantren Assalafiyah, Luwungragi Brebes dan Rais Syuriah PBNU, pada kajian kitab Tafsir Al-Munir di Islamic Center Brebes.4.
Safar([1]) merupakan salah satu uzur yang membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa. “Boleh berbuka bagi musafir merupakan hal yang ditetapkan oleh nas dan ijmak.”([2]). Kondisi musafir seperti ini lebih utama untuk berbuka, bahkan bisa sampai pada derajat wajib apabila puasa yang ia kerjakan memberi mudarat kepadanya. Di antara contoh akan hal ini adalah ketika Nabi Muhammad ﷺ bersafar bersama para sahabat dalam rangka menaklukkan kota Makkah.
Namun ketika sudah hampir tiba di kota Makkah, Nabi Muhammad ﷺ mendapati para sahabat masih berpuasa. Karena Nabi Muhammad ﷺ menyadari bahwasanya peperangan akan dilakukan maka beliau pun meminta untuk dihadirkan susu, kemudian beliau meminumnya di siang hari bulan Ramadhan di hadapan para sahabat agar para sahabat juga berbuka, karena kondisi kuat akan memudahkan pertempuran([5]).
Saking pentingnya berbuka ketika itu, maka ketika sampai kabar ke telinga Nabi Muhammad ﷺ bahwa masih ada sebagian sahabat masih tetap berpuasa, maka beliau ﷺ pun berkata,. Asalnya, bagaimana pun kondisi seorang musafir ia dibolehkan berbuka puasa.
Dalam kondisi seperti ini seseorang boleh memilih yang paling mudah baginya.