Hukum Puasa Arafah Di Hari Jumat. Terjadi perdebatan sengit antara para penuntut ilmu apalagi orang awam tentang puasa pada hari jum’at, jika bersamaan dengan hari Arafah. Karena ada motivasi dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar melakukan ibadah puasa pada hari itu dan ada penjelasan keutamaan dan besarnya ganjaran pahalanya.
Puasa pada hari Arafah dapat menghapuskan (dosa) selama dua tahun, setahun yang telah lewat dan setahun yang akan datang; sedangkan puasa hari Asyura dapat menghapuskan dosa setahun yang lewat. Jadi keumuman larangan yang terkandung dalam hadits ini, dibawa kepada pengertian larangan mengkhususkan puasa hari jum’at (jika dilakukan) hanya semata itu hari jum’at. Sedangkan orang yang melaksanakan puasa hanya pada hari jum’at karena ada penyebab yang dianjurkan oleh syari’at, maka puasa itu bukanlah suatu larangan.
Akan tetapi disyari’atkan, meskipun jika dia hanya berpuasa pada hari itu saja. Akan tetapi jika dia melaksanakan ibadah puasa sehari sebelumnya, maka itu lebih baik.
Karena perbuatan ini lebih berhati-hati yaitu dengan mengamalkan dua hadits (diatas) dan supaya mendapatkan pahala tambahan.
Bagaimana penjelasan hadits Juwairiyah yang berpuasa pada hari Jumat lantas Nabi menyuruh berbuka? Misal hari Kamis lupa berpuasa atau belum tahu, apakah dia tetap berpuasa pada 9 Dzulhijjah (puasa Arafah) atau tidak? Para ulama yang terhimpun dalam al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-‘Ilmiyah wal Ifta’ pernah ditanya tentang hukum seseorang berpuasa Arafah yang bertepatan dengan hari Jumat, tetapi dia tidak berpuasa pada hari sebelumnya?
Sebab, terdapat anjuran dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk melakukan puasa (Arafah) disertai dengan penjelasan keutamaan dan pahalanya yang besar. Adapun puasa hari Asyura akan menghapus dosa tahun sebelumnya.” (HR. Sementara itu, orang yang berpuasa pada hari Jumat karena faktor lain yang dianjurkan dan didorong oleh syariat, ini tidak dilarang, tetapi justru disyariatkan meskipun hanya berpuasa pada hari itu. Namun, jika dia berpuasa pada hari sebelumnya, itu lebih baik dalam rangka kehati-hatian dalam mengamalkan dua hadits tersebut dan sebagai tambahan pahala.
Puasa Arafah dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah, yaitu satu hari sebelum pelaksanakan shalat Idul Adha. Dan puasa pada hari ‘Asyura’ (tanggal 10 Muharram) –aku mengharap dari Allah menghapuskan (dosa) satu tahun yang telah lalu.” (HR Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Baihaqi dan lain-lain). Pada tahun 2022 ini terjadi perbedaan waktu yang ditetapkan pemerintah Indonesia dengan Arab Saudi. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan metode dan pemahaman terhadap makna rukyat hilal yang dijadikan dasar pada penetapan awal bulan Hijriah. Demikian juga jika seseorang mengikuti pendapat bahwa tanggal 9 Dzulhijjah jatuh pada hari Sabtu, maka hendaknya ia melaksanakan puasa Arafah pada hari Sabtu itu dan melaksanakan shalat idul Adha pada keesokan harinya, yaitu hari Ahad.
Dengan perbedaan ini, 9 Dzulhijjah atau puasa Arafah jatuh pada 9 Juli 2022 berdasarkan keputusan hasil sidang isbat yang digelar Kemenag. Sementara, pemerintah Arab Saudi menetapkannya pada hari ini, Jumat (8/7/2022) sekaligus sebagai jadwal bagi jemaah haji melakukan wukuf di Arafah. Bila menengok catatan sejarah, pensyariatan puasa Arafah lebih dulu ada dibandingkan dengan ibadah haji yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Tidak hanya itu, ulama Syafi'iyyah memutuskan acuan yang berlaku adalah hasil rukyatul hilal di suatu wilayah atau mathla' masing-masing daerah. Jadi, puasa Arafah dapat mengikuti hasil keputusan sidang isbat pemerintah yang melibatkan metode pengamatan hilal di dalamnya.
Meski demikian, Buya Yahya mengingatkan, sebetulnya kedua waktu pelaksanaan puasa Arafah yang ditetapkan oleh Arab Saudi maupun Indonesia adalah sah. Perbedaan waktu pelaksanaan puasa Arafah baik menurut momen wukuf di Arab Saudi maupun hasil sidang isbat dari pemerintah bukan merupakan ajang untuk saling menyalahkan.
Lantas bagaimana pelaksanaan Puasa Arafah dengan adanya perbedaan tersebut? Dilansir dari laman resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), umat muslim di Indonesia disarankan untuk mengikuti pemerintah dalam hal penetapan hari raya Idul Adha. "Dalam hal Lebaran dan kurban bila terjadi kesalahan penentuan waktu salat Idul Adha dan kurban tetap sah karena bagian dari ijtihad yang dibenarkan dalam agama," seperti dikutip dari laman tersebut.
MUI juga menjelaskan soal pendapat ulama tenrang perbedaan terbitnya bulan. Dijelaskan, Jumhur ulama Malikiyah, Hanafiah dan Hanabilah berpendapat cukup satu tempat melihat bulan, di negara lain ikut Lebaran walaupun tempatnya jauh.
Berbeda dengan pendapat Syafi’iyah setiap tempat yang lebih 24 farsakh atau sekitar 57 kilometer sudah tidak wajib ikut ketentuan penentuan di tempat itu. Baca Juga : Pemprov DKI Akan Gelar Salat Iduladha di JIS. "Pendapat Syafi’iyah inilah yang dianut saat ini di Indonesia karena ketentuan lebaran di Mekah tidak diikuti sebab berbeda tempat terbitnya bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News. Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini : Puasa iduladha.
Padahal, Idul Adha adalah salah satu waktu yang dilarang Rasulullah SAW untuk mengamalkan puasa. Sementara pemerintah menetapkan puasa Arafah jatuh pada 9 Juli 2022 sesuai dengan hasil keputusan sidang isbat awal Dzulhijjah. Syekh Al Albani dalam Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah menunjukkan keterangan hadist bahwa Aisyah RA tetap mengamalkan puasa Arafah meski ada kekhawatiran waktu tersebut bertepatan dengan Idul Adha di wilayah lainnya. Aisyah RA pun kemudian menjawab keresahan Masruq dan mengatakan, segala sesuatunya lebih diutamakan dengan mengikuti yang mayoritas. Berdasarkan hadits di atas, Syekh Al Albani berpendapat, tidak masalah mengamalkan puasa Arafah meski sudah ada yang merayakan Idul Adha lebih dulu. Rasulullah SAW juga pernah bersabda dalam haditsnya mengenai sikap patuh pada keputusan pemerintah adalah wujud kewajiban dari rakyat.
Sikap patuh pada pemerintah pun pernah dicontohkan oleh Ibnu Umar RA kala dirinya melihat hilal untuk penetapan awal puasa.
Pemerintahan Saudi Arabiyah menetapkan wukuf di Arafah untuk jamaah haji tahun 1443H/2022 M ini jatuh pada Jumat, 8 Juli 2022. Namun Kementerian Agama Republik Indonesia memutuskan ternyata dari hasil rukyat yang dilakukan menetapkan 1 Dzulhijjah itu jatuh pada hari Jumat, 1 Juli 2022.
Perbedaan hasil rukyat kedua negara ini membuat ramai sebagian masyarakat Indonesia. Untuk selanjutnya juga membingungkan, kapan kita berlebaran, ikut pemerintah Saudi atau Indonesia? Kalau kita menggunakan logika, sudah jelas jamaah haji melakukan wukuf arafah pada 8 Juli.
Jadi wukuf di Arafah itu harus bertepatan dengan dua hal; waktu dan tempat. Waktunya pada tangal 9 Dzulhijjah, dan tempatnya adalah di Arafah. Sedangkan puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dilakukan oleh mereka yang tidak sedang melaksanakan wukuf di mana waktunya bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah, waktu di mana mereka yang sedang menunaikan ibadah haji melaksanakan wukuf di Arafah. Jadi ada titik temu antara dua jenis ibadah ini (wukuf dan puasa) yaitu waktunya bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah.