Hukum Niat Puasa Sebelum Mandi Junub. JAKARTA, iNews.id – Saat bulan Ramadan tiba, pertanyaan seputar hukum puasa sebelum mandi wajib setelah berhubungan intim kerap menjadi perbincangan. Rumor tersebut merujuk pada aturan tentang tidak sahnya salat seseorang yang dilakukan dalam kondisi junub. Untuk dapat melaksanakan kelima ibadah tersebut, umat Islam yang tengah dalam kondisi hadas besar harus segera melakukan mandi wajib. Lalu apakah puasa seseorang juga menjadi tidak sah apabila dalam kondisi berjunub dan belum sempat mandi wajib? Hukum tersebut juga merujuk dari kitab Al-Mausu’atul Fiqhiyyah yang di dalamnya tertulis, “orang yang memiliki hadats junub (hadats besar), sah melaksanakan puasa meski ia belum sempat mandi besar sampai pagi puasa. Siti ‘Aisyah dan Ummu Salamah pernah berkata, ‘Kami melihat Nabi Muhammad saw pagi-pagi masih memilki hadats junub yang bukan karena mimpi basah, lalu beliau mandi besar dan tetap melaksanakan puasa.”.
Oleh sebab itu, Anda tetap bisa melanjutkan puasa hingga matahari terbenam meskipun belum mandi wajib. Remajakan Tubuh dengan Puasa dan Pola Hidup Sehat Selama Bulan Ramadan. Meskipun demikian, hukum tersebut tidak bisa dijadikan alasan bagi umat Islam yang berjunub untuk menunda mandi wajib. Umat Islam justru dianjurkan untuk segera melakukan mandi wajib setelah melakukan hubungan intim di malam hari sebelum masuk waktu berpuasa agar tidak meninggalkan ibadah salat subuh.
Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu perkara yang bisa membatalkan puasa adalah hubungan intim. Karenanya, hubungan suami istri tersebut hanya boleh dilakukan saat malam hari selama bulan Ramadan.
Lalu, bagaimana hukumnya jika setelah berhubungan intim belum sempat mandi junub alias mandi besar hingga masuk waktu subuh? Pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah Cirebon Buya Yahya mengatakan bahwa jika ada pasangan suami istri belum sempat mandi besar atau junub hingga masuk waktu subuh, puasanya tetap sah.
Hanya mandi besarnya saja yang dilakukan setelah subuh. "Puasanya sah dan tidak mengurangi pahala sedikitpun," kata Buya dalam postingan Instagramnya @buyayahya_albahjah. Menurut Buya Yahya, ada satu hadits yang meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah dalam kondisi junub dan beliau tetap berpuasa seperti biasa. "Yang tidak boleh adalah dosa besar melakukan hubungan suami istri saat berpuasa.". Lebih lanjut, Buya mengatakan bahwa hukum yang sama juga berlaku bagi wanita yang telah berhenti menstruasi namun belum sempat mandi wajib saat masuk waktu subuh. Ia bisa langsung berpuasa dan mandi wajib selepas subuh.
Salah satunya sering ditanyakan soal mandi junub apakah bisa membatalkan puasa kalau belum dilakukan sesudah sahur. Kasus yang sering terjadi, mereka junub di malam hari dan ketiduran, kemudian bangun sudah masuk subuh.
• Hotman Paris Unggah Pesan Ustadz Khalid Basalamah untuk Beribadah di Rumah Ikuti Rasulullah. Padahal semua tindakan ini, meninggalkan shalat atau tidak puasa tanpa alasan, adalah dosa sangat besar.
Sementara, belum mandi ketika masuk waktu subuh, bukan alasan yang membolehkan seseorang meninggalkan puasa. Orang yang hendak shalat atau thawaf, harus suci dari hadats besar maupun kecil.
Sebagai ibadah tentunya dalam melakukan mandi besar ada kefardluan atau rukun tertentu yang mesti dipenuhi. Dikutip dari Nu.or.id, disebutkan jika pada dasarnya, tidak ada larangan bagi orang yang junub untuk menikmati santap sahur. Sehingga tidak ada keharusan mana yang lebih didahulukan antara mandi junub terlebih dahulu atau langsung makan sahur.
Aktivitas yang dilarang bagi orang junub sendiri, disampaikan oleh Syekh Al-Qadli Abu Syuja’ dalam Matn al-Taqrib sebagai berikut. “Haram bagi orang jubub lima hal: shalat, membaca Al-Qur’an, memegang dan membawa mushaf, thawaf, serta berdiam diri di masjid.” (al-Qadli Abu Syuja’, Matn al-Taqrib, Semarang, Toha Putera, tanpa tahun, halaman 11).
Hanya saja, bila melihat dari pertimbangan keutamaan, dianjurkan bagi orang junub untuk mandi janabah terlebih dahulu sebelum ia makan sahur. Bila pada saat pertama kali meyiramkan air ke salah satu anggota badan tidak dibarengi dengan niat, maka anggota badan tersebut harus disiram lagi mengingat siraman yang pertama tidak dianggap masuk pada aktifitas mandi besar tersebut. Sebagai contoh, pada saat memulai mandi besar Anda pertama kali menyiram bagian muka namun tidak disertai dengan niat. Dalam hal ini muka yang telah basah dengan siraman pertama tersebut dianggap belum disiram karena penyiramannya dianggap tidak termasuk dalam aktifitas mandi besar sebab belum ada niatan. Artinya “Saya berniat mandi untuk menghilangkan haidl” atau “untuk menghilangkan nifas” Atau baik orang yang junub, haid maupun nifas bisa berniat dengan kalimat-kalimat niat Nawaitul ghusla li raf’il hadatsil akbari.