Hukum Berbuka Puasa Kerana Mengandung. Soalan saya ialah adakah wanita yang sedang hamil atau menyusukan anak hasil dari perbuatan zina mendapat keringanan (rukhsah) untuk berbuka dan membayar fidyah? Keringanan (rukhsah) untuk berbuka diberikan oleh syara’ kepada golongan yang tidak mampu berpuasa antaranya wanita hamil atau menyusukan bayi.
Keringanan (rukhsah) ini juga merangkumi wanita yang hamil atau menyusukan anak hasil daripada perbuatan zina. Hal ini kerana wanita yang hamil atau menyusukan anak zina juga dikira sebagai golongan yang diberikan keringanan (rukhsah) untuk berbuka jika khuatir akan keselamatan diri sendiri dan kandungan atau bayi.
Berdasarkan kenyataan di atas terdapat beberapa keadaan wanita hamil atau menyusukan dan kewajipan yang perlu ditunaikan setelah mendapat keringanan (rukhsah) berbuka puasa seperti berikut:. Sekiranya wanita hamil atau menyusukan anak itu bimbang akan anak mereka sahaja, maka dibolehkan untuk berbuka puasa dan wajib menggantikan puasa tersebut dan membayar fidyah bagi setiap hari yang mereka tidak berpuasa. Sementara itu, keringanan ini juga merangkumi wanita yang sedang hamil atau menyusukan anak hasil daripada perbuatan zina.
Hal ini dijelaskan oleh Sheikh Shata al-Simyati tentang keringanan puasa bagi wanita hamil:. Maksudnya: Diwajibkan (membayar fidyah sebanyak) secupak dan menggantikan (puasa) ke atas wanita yang sedang hamil meskipun (kehamilan tersebut hasil) dari perbuatan zina. Tulisan ini diambil daripada laman web rasmi Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan di ruangan Irsyad Fatwa Khas Ramadan yang diterbitkan pada 9 Mei 2021.
KHAZANAH ISLAM - Masalah ibu hamil dan menyusui ketika puasa Ramadhan sudah sering dibahas di berbagai kajian ilmu. Untuk yang menyatakan Fidyah dalilnya adalah kalimat selanjutnya: "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.". Nah, khusus ibu hamil dan menyusui, jika kita melihat keseluruhan pandangan ulama yang ada, bisa kita ringkas seperti yang dikatakan Imam Ibnu Katsir.
Dari kalangan Tabi’in (murid-murid para sahabat) adalah Said bin Jubeir, Mujahid, dan lainnya. Sedangkan Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal ikut pendapat ini, jika sebabnya karena mengkhawatiri keselamatan Si Ibu, atau keselamatan Ibu dan janin (bayi) sekaligus.
Seorang ahli fiqih abad ini, Al-Allamah Syaikh Yusuf Al Qaradhawy hafizhahullah, dalam Kitab Taisiru Fiqh (Fiqhus Siyam) memberikan jalan keluar yang bagus. Beliau berkata: "Banyak ibu-ibu hamil bertepatan bulan Ramadhan, merupakan rahmat dari Allah bagi mereka jika tidak dibebani kewajiban qadha, namun cukup dengan fidyah saja. Maka, bagi mereka lebih tepat pendapat jumhur, yakni qadha (bukan fidyah).".
Jadi, jika ibu tersebut sulit puasa karena sering hamil di bulan Ramadhan, maka bagi dia bayar fidyah saja. Inilah pendapat yang nampaknya adil, seimbang, sesuai ruh syariat Islam.