Hikmah Puasa Di Tengah Pandemi Covid 19. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan Pemberantasan Sosial Berskala Besar (PBB) dengan tetap beraktivitas di rumah (stay at home) dalam upaya penanganan virus ini dikarenakan korban yang terinfeksi semakin bertambah. Berkaca dari sejarah, banyak sekali peristiwa dalam peradaban umat muslim yang terjadi pada bulan Ramadhan, seperti perang badar, pertempuran kaum muslim dengan kaum kafir dan peristiwa Fathu Mekkah (pembebasan Kota Mekkah).
Banyak hal yang dapat dilakukan dalam mengisi waktu luang di rumah masing-masing seperti memperbanyak membaca buku, menulis, mengikuti kegiatan keagamaan secara daring dan sebagainya. Pada tahun-tahun sebelumnya, kesibukan dan rutinitas yang dilakukan di luar rumah sering kali banyak menghabiskan waktu sehingga tak jarang umat muslim melupakan atau meninggalkan ibadah-ibadah dan amalan-amalan baik di bulan Ramadhan padahal sangat disayangkan untuk melewatkan momentum yang hanya terjadi setahun sekali ini. Umat muslim saat melakukan aktivitas di luar rumah biasanya membuat kualitas ibadah puasanya berkurang karena jika bertemu dengan orang lain maka kegiatan yang dilakukan adalah membicarakan keburukan.
Abul ‘Aliyah –seorang tabi’i- menyatakan: Seorang yang berpuasa berada dalam keadaan beribadah selama ia tidak berghibah (menggunjing orang lain). Batasan untuk tetap di rumah saja akan menghindarkan diri dari tatapan yang mengundang hawa nafsu.
Setelah sebulan penuh berpuasa di tengah pandemi wabah Covid-19, saat ini menjadi momentum terbaik untuk melakukan refleksi diri. Bahwa dengan mengubah metode pembelajaran, memberikan perhatian lebih pada sesama, berbagi rejeki, bingkisan, dan mempedulikan kesehatan satu sama lain turut menjadi semangat Ramadhan tahun ini. Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito, dr. Rukmono Siswishanto, M.Kes., SpOG(K) dalam kesempatan ini juga menuturkan bahwa wabah pandemi Covid-19 memberikan hikmah untuk melakukan sebuah gerakan perubahan ke arah perbaikan.
Saat ini Indonesia memasuki era yang sangat luar biasa dengan adanya wabah pandemi Covid-19, hingga mampu mengubah tatanan peradaban dunia. Manusia bisa menjadi sangat cemas, mengalami gangguan tidur, paranoid, depresi, angka perceraian meningkat, bahkan ada yang berpikir untuk melakukan proses bunuh diri.
“Seolah-olah Allah ingin memformat seluruh aspek kehidupan baik dari segi ekonomi, politik, pendidikan, sosial, psikologi, bahkan tatanan keagamaan melalui wabah korona ini,” ungkapnya. Inilah hikmah yang luar biasa di balik pandemi,” ungkap Ustadz Sentot saat mengutip Surat Al Imron ayat 190. Banyak sekali manusia yang tidak mendapatkan hikmah puasa, Idul Fitri, kejadian alam semesta termasuk pandemi Covid-19 ini. Poin ketiga adalah refleksi, kontemplasi, melihat ke dalam diri yang hanya menjadi kemampuan manusia sebagai anugerah Allah, dan tidak diberikan kepada makhluk lain. Inilah tantangan luar biasa, terutama dalam bidang kedokteran, pendidikan, maupun pengabdian masyarakat dan pelayanan kesehatan.
Bagi umat muslim menjalankan ibadah puasa Ramadan di tengah pandemi Covid-19 tentu terasa berbeda, terlebih bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Karena segala aktivitas termasuk ibadah harus dilakukan di rumah untuk mencegah penyebaran virus semakin meluas.
Tak sepenuhnya mengutuk keadaan pandemi seperti sekarang ini, disisi lain hal yang perlu kita sadari bahwa ada beberapa hikmah tersembunyi yang bisa kita petik dalam menjalankan ibadah puasa di masa pandemi Covid-19 ini. Menurut Ustadz Supriyanto Abdi mengawali materinya banyak hikmah yang tersembunyi di dalam menjalankan ibadah puasa Ramadan.
Salah satu hikmah tersembunyi dalam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan adalah adanya sumber energi ganda/lebih besar untuk menyelami dan menjelajahi kesalaman spiritual kedirian. Hal ini perlu kiranya kita terapkan dalam menjalani ibadah puasa Ramadan agar tidak menggoyahkan kekhusyuan sehingga menggapai esensi ibadah yang hakiki dan tidak menjadikan Ramadan dan lebaran sebagai rutinitas festival yang tak berbekas secara spiritual.
Dalam konteks ujian seperti ini, beragama di masa pandemi Covid-19 tidak bisa dilakukan secara egoistis. Misalnya, tetap bersikeras pergi ke masjid tanpa menghiraukan anjuran pemerintah dan seruan fatwa dalam upaya memutus mata rantai penyebaran virus. Ia pun berpesan hakikat iman yang benar ialah saat orang lain merasa aman dan nyaman dengan kehadiran kita.