Hari Haram Puasa Setelah Idul Fitri. Puasa pada tanggal 1 Syawal atau hari raya Idul Fitri dilarang oleh Rasulullah SAW. Idul Adha termasuk dalam dua hari raya yang dilarang untuk berpuasa. Dari Abi Ubaid Maula Ibn Azhar berkata, "Aku menyaksikan hari raya bersama Umar bin al Khattab, beliau berkata: ini adalah dua hari yang dilarang Rasulullah saw.
Atas pendapat beberapa ulama, Rasulullah SAW melarang umatnya untuk berpuasa di bulan ini karena masih termasuk dalam hari Ied. Sebagaimana dalam hadits riwayat Muslim, dari Nubaisyah Al Hudzali berkata, nabi SAW bersabda:.
Salah satu hadits yang menjadi dasar larangan puasa di hari Syak sebagaimana diriwayatkan dalam Bukhari dan al Hakim,. Artinya: "Siapa yang puasa pada hari syak maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qosim (Nabi Muhammad) shallallahu 'alaihi wa sallam.". Seperti diketahui suci dari haid dan nifas adalah syarat untuk bisa menjalankan puasa. Puasa yang dilakukan khusus pada hari Jumat maka hukumnya makruh. Adapun menjalankan puasa di waktu tersebut maka akan mendapat dosa karena melakukan larangan-Nya.
Hukum berpuasa pada hari ini bukan haram, melainkan makruh, karena Allah tidak menyukai jika seseorang hanya memikirkan kehidupan akhirat saja sementara kehidupan sosialnya (menjaga hubungan dengan kerabat atau masyarakat) ditinggalkan. Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai hari raya bagi umat Islam. Semua orang diharapkan bisa ikut merasakan kegembiraan dengan menyantap hewan kurban itu dan merayakan hari besar. Ketidakjelasan ini disebut syak dan secara syari umat Islam dilarang berpuasa pada hari itu.
Seorang istri harus meminta izin terlebih dahulu kepada suaminya bila akan mengerjakan puasa sunah. Namun, bila tidak diizinkan tetapi tetap puasa, maka puasanya haram secara syari.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda bahwa tidak halal bagi wanita untuk berpuasa tanpa izin suaminya sedangkan suaminya ada di hadapannya karena hak suami itu wajib ditunaikan dan merupakan fardu bagi istri, sedangkan puasa itu hukumnya sunah.
Di negara-negara seperti Mesir dan Pakistan, umat Islam menghiasi rumah mereka dengan lentera, lampu kelap-kelip, atau bunga. Oleh karena alasan itu, maka liburan yang diucapkan berulang-ulang, menjadi awal mula munculnya istilah lebaran. Sedangkan fitri yang berarti berbuka berdasarkan pada hadits Rasulullah SAW: ”Dari Anas bin Malik: Tak sekali pun Nabi Muhammad SAW. Dari penjelasan makna Idul Fitri di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Idul Fitri berarti kembalinya seseorang kepada keadaan suci atau keterbebasan dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, dan keburukan sehingga berada dalam kesucian atau fitrah.
Itulah mengapa salah satu sunnah sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri adalah makan atau minum walaupun sedikit. Bukan soal barang atau baju baru dan mewah, melainkan seberapa bersihnya hati kita untuk mau memaafkan orang lain. Karena itu, Idul Fitri juga dapat dimaknai sebagai hari kemenangan di mana umat Muslim bahagia merayakannya dengan buka puasa atau makan.
Selain menjadikan momen Idul Fitri sebagai hari kemenangan, hendaknya seorang Muslim memanfaatkannya untuk memperbaiki dan menyucikan diri dari dosa yang telah dilakukan.
Pengerjaan puasa sunah di bulan Syawal ini sangat dianjurkan karena keutamaan yang dikandungnya. Artinya: Abu Ayyub al-Ansari (semoga Allah SWT ridho atasnya) melaporkan Rasulullah SAW berkata, "Dia yang berpuasa selama Ramadhan dan melanjutkannya dengan enam hari puasa saat bulan Syawal akan seperti melakukan puasa terus menerus.". Dalam riwayat lain, Ibnu Majah juga mengungkapkan hal serupa mengenai kebiasaan Rasulullah SAW berpuasa di bulan Syawal. Lalu dia melaksanakan puasa tersebut hingga akhir hayat (HR Ibnu Majah). Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits yang dinarasikan Abu Sa'id Al Khudri ra. Bila dilihat berdasarkan konversi kalender Hijriah ke Masehi, puasa Syawal sudah dapat dimulai hari ini, Selasa (3/5/2022).
Aturan pengamalan puasa Syawal terkait jumlahnya dapat disandarkan dari keterangan hadits-hadits Rasulullah SAW. Artinya: Seperti dinarasikan dari Thawban, seorang budak yang dibebaskan Rasulullah, Nabi SAW berkata, "Siapa saja yang puasa enam hari setelah Idul Fitri akan berpuasa selama satu tahun tersebut, dengan satu kebaikan dihargai 20 kebaikan serupa," (HR Ibnu Majah). Hadits di atas juga menjelaskan keutamaan lain dari pengerjaan puasa Syawal. Artinya: "Aku berniat puasa besok dari enam hari Syawal, sunah karena Allah Ta'ala,".
Ada satu anjuran sebelum penunaian shalat Idul Adha yaitu tidak makan sebelumnya. Karena di hari tersebut kita kaum muslimin yang mampu disunnahkan untuk berqurban. Oleh karenanya, anjuran tersebut diterapkan agar kita nantinya bisa menyantap hasil qurban. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu.
قال أحمد: والأضحى لا يأكل فيه حتى يرجع إذا كان له ذبح، لأن النبي صلى الله عليه وسلم أكل من ذبيحته، وإذا لم يكن له ذبح لم يبال أن يأكل. “Imam Ahmad berkata: “Saat Idul Adha dianjurkan tidak makan hingga kembali dan memakan hasil sembelihan qurban. “Jika seseorang makan pada hari Idul Adha sebelum berangkat shalat ‘ied di tanah lapang (mushalla), maka tidak mengapa.
Namun sekali lagi, puasa pada hari ‘ied -termasuk Idul Adha- adalah haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama kaum muslimin. Karena pada hari Idul Adha disyari’atkan memakan dari hasil qurban. Jadinya, kita dianjurkan tidak makan sebelum shalat ‘ied dan nantinya menyantap hasil sembelihan tersebut.” (Al Mughni, 2: 228).
Artinya: Abu Ayyub al-Ansari (semoga Allah SWT ridho atasnya) melaporkan Rasulullah SAW berkata, "Dia yang berpuasa selama Ramadhan dan melanjutkannya dengan enam hari puasa saat bulan Syawal akan seperti melakukan puasa terus-menerus.". Dalam riwayat lain, Ibnu Majah juga mengungkapkan hal serupa mengenai kebiasaan Rasulullah SAW berpuasa di bulan Syawal.
Puasa ini tidak dikerjakan sejak 1 Syawal karena bertepatan dengan Idul Fitri yang termasuk ke dalam hari-hari haram berpuasa. Untuk pengerjaan puasa Syawal selama enam hari tersebut, terbagi ke dalam dua pendapat dari imam besar mazhab. Menurut mazhab Syafi'i dan Hambali, puasa Syawal lebih baik dikerjakan selama enam hari berturut-turut. "Sedangkan (Hanafi dan Maliki) berpendapat lebih baik dikerjakan secara terpisah (selama di bulan Syawal)," tulis DR. Thâriq Muhammad Suwaidân dalam buku Rahasia Puasa Menurut 4 Mazhab.
Artinya, masih ada kesempatan bagi umat muslim untuk mengamalkan puasa Syawal yang penuh keutamaan di dalamnya sesuai dengan hadits Rasulullah SAW ini. Di samping itu, tidak hanya amalan puasa Syawal yang dapat dikerjakan umat muslim. Ada pula puasa sunnah Ayyamul Bidh yang dilaksanakan setiap bulan di tanggal 13, 14, dan 15 dalam kalender Hijriah atau jatuh pada 14-16 Mei 2022 mendatang.
Bagi umat Islam yang masih memiliki utang puasa dari Ramadan sebelumnya, diwajibkan untuk segera menggantinya. Setiap orang wajib mengganti puasa sejumlah hari yang ditinggalkan di bulan Ramadan.
Mengganti puasa Ramadan yang tertinggal, hukumnya adalah wajib bagi setiap Muslim. Perempuan yang haid, hamil, nifas, dan menyusui juga wajib mengganti puasa mereka di hari lain. Niat puasa qadha ini boleh diucapkan dalam bahasa Arab maupun latin.