Hadits Shahih Tentang Puasa Rajab. Puasa Rajab menjadi salah satu amalan yang paling populer sepanjang bulan suci dalam ajaran umat Islam. Sesuai ketentuan tersebut, jangan sampai puasa Rajab menduduki posisi istimewa dibanding ibadah menahan hawa nafsu di bulan lain. Aturan serupa soal puasa Rajab yang dianjurkan bagi muslim juga tertulis dalam kitab Al-Fiqh `Ala Al-Madhahib Al-Arba` atau hukum Islam menurut pendapat empat imam besar. Sementara Hanafi merekomendasikan puasa hanya selama tiga hari di tiap bulan suci tersebut pada Kamis, Jumat, dan Sabtu," tulis Abd Al-Rahman Al-Jazai'ri. Puasa sunnah hanya selama tiga hari di bulan suci bagi muslim juga tertulis dalam hadist yang dinarasikan Mujibah Al-Bahiliyah.
Ini adalah pendapat Sa’id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh Ibnu Rajab dalam Latho-if Al Ma’arif (hal. Ibnu Rajab mengatakan, “Tidak diketahui dari satu orang sahabat pun bahwa mereka berhenti berperang pada bulan-bulan haram, padahal ada faktor pendorong ketika itu. Selain hari-hari tadi, jika dijadikan sebagai ‘ied dan perayaan, maka itu berarti telah berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam Islam (alias bid’ah).” (Latho-if Al Ma’arif, 213).
Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho’if) bahkan maudhu’ (palsu). Bahkan sebenarnya para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, tidak ada yang bisa menegaskan waktu pastinya.” (Zaadul Ma’ad, 1/54).
Dan aku juga tidak pernah melihat satu bulan yang beliau banyak berpuasa padanya kecuali Sya’ban.” (Shahih Muslim, 6/37, no. Adapun mengenai campuran sutera pada pakaian, maka sebenarnya aku pernah mendengar Umar bin Khaththab berkata; ‘Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: ‘Sesungguhnya orang yang memakai kain sutra, niscaya ia tidak akan mendapat bagian di akhirat kelak.’ Oleh karena itu, saya khawatir kalau-kalau sutera pada kain itu termasuk bagian darinya. Lalu sayapun kembali kepada Asma’ binti Abu Bakar, untuk memberitahukan kepadanya tentang informasi yang telah saya peroleh. Hadits dari Zaid bin Aslam dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa Rajab.
Maka dia turun ke bukit Judiy, lalu Nuh dan orang-orang yang bersamanya serta binatang buas puasa sebagai tanda syukur pada Allah Azza wa Jalla. Tentang perawinya, Abu Hatim bin Hibban menyatakan, “Tidak boleh berargumentasi dengan hadits yang diriwayatkan oleh Harun.
Ibnu Hajar dalam kitab Amaliyat menyebutkan bahwa para Ulama hadits sepakat akan kedha’ifan riwayat dari Furat bin as-Sa-ib.
Tidak ada satu dalilpun yang shahih –yang secara khusus- menyebutkan keutamaan bulan Rajab, sebagaimana telah dituturkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Tabyin Al Ujab : ““Tidak ada hadits shahih yang pantas untuk dijadikan hujjah dalam masalah keutamaan bulan Rajab, (dengan) puasa di dalamnya dan shalat malam khusus pada malam harinya”. Dan dalam Syarah Muslim, karya An Nawawi disebutkan : Para ulama berhujjah terhadap makruhnya (tidak disukai) shalat Raghaib dengan hadits. Ada sebagian orang berpendapat, bahwa para ulama berbeda pendapat dalam memakruhkan pengkhususan hari Jum’at untuk berpuasa dan qiyamul lail pada malamnya.
Mereka juga berdalih, bahwa Syaikh Ibnu Shalah memilih pendapat bolehnya shalat tersebut, demikian pula Hujjatul Islam (Al Ghazali, pen.). Semua telah dibantah secara tuntas dan jelas oleh ‘Iz bin Abdus Salam, bahwa tidak ada satu dalilpun yang menganjurkan shalat tersebut.
Adapun sikap Ibnu Shalah terhadap shalat tersebut sangat goncang dan kabur, sebab beliau pernah berfatwa melarangnya, kemudian berbalik membolehkannya. Ada sebagian manusia membaca kisah Mi’raj, berdzikir, melakukan ibadah tertentu dan berkumpul pada malam 27 Rajab untuk merayakannya.
As Suyuti berkata juga : Biasanya bila Ibnu Umar melihat manusia dan apa yang mereka siapkan untuk bulan Rajab, (maka) beliau membencinya. [4] Perkataan Ibnu ‘Atsir ini tidak bermanfaat, bagaimana sedangkan banyak para ulama yang mu’tabar menyatakan bid’ah & palsunya shalat raghaib.
Ada pun mengkhususkan puasa Rajab, maka semua hadits-haditsnya adalah dhaif bahkan palsu, para ulama tidak berpegang sedikit pun terhadapnya, dan itu bukanlah termasuk dhaifnya riwayat tentang masalah keutamaan (fadhaail), bahkan umumnya adalah palsu lagi dusta. Puasa Rajab, tidak memiliki kelebihan apa pun dibanding bulan-bulan lainnya, hanya saja dia termasuk bulan-bulan haram. Barangsiapa yang berpuasa Rajab satu hari saja, maka Allah akan memberikannya minum dari sungai itu.” (Status hadits: batil.
“Dinamakan Rajab karena di dalamnya banyak kebaikan yang diagungkan (yatarajjaba) bagi Sya’ban dan Ramadhan.” (Status hadits: Maudhu’ (palsu). Dan masih banyak lagi yang lainnya, seperti shalat raghaib (12 rakaat) pada hari kamis ba’da maghrib di bulan Rajab (Ini ada dalam kitab Ihya Ulumuddin-nya Imam Al Ghazali). Namun Syaikh Al Albani mendhaifkan dalam berbagai kitabnya, seperti Dhaif Abi Daud, Tahqiq Riyadhish Shalihin, dll). Jumhur ulama membolehkan tetap berpuasa pada bulan Rajab secara umum, sementara kalangan Hanabilah (Hambaliyah) memakruhkannya, sebagaimana juga pendapat Umar bin Al Khathab dan putranya, Radhiallahu ‘Anhuma. Ada pun berpuasa pada sebagian bulan Rajab, maka telah disepakati kesunahannya menurut para pengikut empat madzhab sebagaimana penjelasan lalu, itu bukan bid’ah.
حدثنا عثمان بن حكيم الأنصاري، قال: سألت سعيد بن جبير عن صوم رجب ونحن يومئذ في رجب، فقال: سمعت ابن عباس رضي الله عنهما يقول: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر، ويفطر حتى نقول لا يصوم. الظاهر أن مراد سعيد بن جبير بهذا الاستدلال أنه لانهى عنه ولا ندب فيه لعينه بل له حكم باقي الشهور ولم يثبت في صوم رجب نهي ولا ندب لعينه ولكن أصل الصوم مندوب إليه وفي سنن أبي دود أن رسول الله صلى الله عليه وسلم ندب إلى الصوم من الأشهر الحرم ورجب أحدها. Pertanyaan hukum puasa Rajab pernah ditanyakan Utsman bin Hakim kepada Sa’id Ibnu Jubair. Dialog kedua orang ini direkam oleh Imam Muslim bin Hajaj dalam kitab-nya.Artinya, "Utsman bin Hakim al-Anshari berkata, ‘Saya pernah bertanya kepada Sa’id Ibnu Jubair terkait puasa Rajab dan kami pada waktu itu berada di bulan Rajab. Said menjawab, ‘Saya mendengar Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW berpuasa (berturut-turut) hingga kami menduga Beliau SAW selalu berpuasa, dan Beliau tidak puasa (berturut-turut) sampai kami menduga Beliau tidak puasa,’” (HR Muslim).Terkait hadis ini, khususnya jawaban Sa’id Ibnu Jubair saat ditanya hukum puasa Rajab, Imam An-Nawawi dalamberpendapat sebagai berikut.Artinya, “yang dilakukan Sa’id Ibnu Jubair menunjukan tidak ada larangan dan kesunahan khusus puasa di bulan Rajab. Pendapat ini berpatokan pada hukum asal puasa itu sendiri, boleh dilakukan kapan pun kecuali pada hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa seperti hari raya Idhul Fitri dan Idhul Adha.Di samping itu, terdapat hadits yang dikutip oleh Abu Dawud di dalam-nya yang menunjukan anjuran (kesunahan) puasa di bulan.