Hadits Puasa Rajab Muslim Or Id. Fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Wal Ifta’. Puasa sunnah Rajab itu dianjurkan pada awal bulan, tengahnya atau akhirnya?

قلت : يا رسول الله ، لم أرك تصوم من شهر من الشهور ما تصوم من شعبان ، قال : ذلك شهر يغفل عنه الناس بين رجب ورمضان ، وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم. Beliau bersabda: ‘Itu adalah bulan yang banyak dilalaikan manusia antara Rajab dan Ramadhan’. 🔍 Jumlah Rasul Dan Nabi, Perempuan Sholat Di Masjid, Arti Sebuah Kehidupan, Dzikir Yang Diajarkan Rasulullah, Bacaan Doa Diantara Dua Sujud.

Koreksi Terhadap Penyimpangan Umat Dalam Bulan Rajab

Hadits Puasa Rajab Muslim Or Id. Koreksi Terhadap Penyimpangan Umat Dalam Bulan Rajab

Tidak ada satu dalilpun yang shahih –yang secara khusus- menyebutkan keutamaan bulan Rajab, sebagaimana telah dituturkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Tabyin Al Ujab : ““Tidak ada hadits shahih yang pantas untuk dijadikan hujjah dalam masalah keutamaan bulan Rajab, (dengan) puasa di dalamnya dan shalat malam khusus pada malam harinya”. Diantara empat bulan itu tiga berurutan (Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram), sedangkan Rajab terpisah.

Namun secara umum kemuliaan Rajab masuk ke dalam bulan-bulan yang haram dan terhormat di hadapan Allah. Ibnu Jajir menukil riwayat dari Ibnu Abbas berkata, dia berkata: Empat bulan dikhususkan dalam penghormatan, karena setiap maksiat lebih besar dosanya dan setiap amal shalih berpahala lebih besar. Demikian ini adalah pendapat Qatadah, Atha’ Al Khurasani, Az Zuhri, Sufyan Ats Tsauri. Ibnu Juraij berkata : ‘Atha bin Abi Rabah bersumpah dengan nama Allah Ta’ala, bahwa tidak halal bagi manusia berperang di tanah haram dan pada bulan haram, kecuali mereka diperangi di dalamnya, dan hukum ini tidak dinasakh”.

Ibnu Jarir menukil dari Qatadah, dia berkata : “… dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali mereka memulai mengobarkan peperangan di tempat itu, kemudian Allah menasakh ayat ini dengan firmanNya. Dalam musnad Ahmad 3/334, 345, Tafsir Ibnu Jarir dengan kedua sanadnya dari Jabir, dia berkata : “Rasulullah tidak pernah berperang pada bulan haram, kecuali bila diperangi atau Beliau tidak berperang hingga bulan-bulan haram berakhir”.

Dengan demikian kita mengetahui bahwa keharaman perang pada bulan haram tetap dan tidak dinasakh. Al Qadhi Abu Ya’la berkata : “Dinamakan bulan haram karena mengandung dua makna.

Aku mohon ampun kepada Allah yang memiliki keagungan dan kemuliaan dari segala dosa. Syaikh Ali Muhammad Qari dalam kitab Al Adab Fi Rajab berkata: “Kita merasa cukup dengan tsabitnya hadits ini, karena perhatian Al Hafizh Ad Damiri dengan menukil dalam tulisannya, dia diam dan tidak mengomentarinya.

Andaikata hadits ini maudhu’ (palsu), niscaya dia menerangkannya, karena dia imam di bidang ini dan minimal derajatnya dha’if, sedangkan hadits dha’if diamalkan dalam fadhail a’mal sesuai dengan kesepakatan. Sehingga Syaikh Masyhur Hasan Salman berkomentar : Diamnya Ad Damiri, tidak bukan berarti hadits ini menjadi tsabit (sah), apalagi para hufazh dan ahli hadits telah menyatakan batilnya seluruh hadits-hadits yang mengkhususkan suatu ibadah pada bulan Rajab.

Orang yang antusias terhadap shalat Raghaib, berpegang dengan hadits dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah bersabda: Janganlah kalian melupakan malam Jum’at pertama dari bulan Rajab, karena malam itu disebut oleh Malaikat dengan Raghaib; maka tidaklah ada seorang yang berpuasa pada hari Kamis pertama dari bulan Rajab, kemudian shalat antara Maghrib dengan Isya’ sebanyak dua belas raka’at, kecuali Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Hadits ini disebutkan secara lengkap bersama tata caranya dalam kitab Al Maudhuaat, karya Ibnul Jauzi. Dan tidak mungkin lafazh hadits ini berasal dari Nabi, karena Beliau melarang menamai shalat Isya dengan atamah.

Dan dalam Syarah Muslim, karya An Nawawi disebutkan : Para ulama berhujjah terhadap makruhnya (tidak disukai) shalat Raghaib dengan hadits. Padahal semua riwayat seputar shalat Raghaib adalah palsu dan penuh dengan pendustaan atas nama Rasulullah. Ada sebagian orang berpendapat, bahwa para ulama berbeda pendapat dalam memakruhkan pengkhususan hari Jum’at untuk berpuasa dan qiyamul lail pada malamnya.

Mereka juga berdalih, bahwa Syaikh Ibnu Shalah memilih pendapat bolehnya shalat tersebut, demikian pula Hujjatul Islam (Al Ghazali, pen.). Cara berdalih seperti itu jelas kurang tepat dan salah, apalagi semua ulama sepakat tentang bid’ahnya shalat Raghaib. Semua telah dibantah secara tuntas dan jelas oleh ‘Iz bin Abdus Salam, bahwa tidak ada satu dalilpun yang menganjurkan shalat tersebut.

Abu Syamah memaparkan hujjah mereka masing-masing, dan beliau memberi bantahan tuntas satu per satu, kemudian membuat kesimpulan secara adil dan bijak, bahwa shalat tersebut hukumnya bid’ah, sebagaimana dikatakan oleh muridnya, yaitu Imam Nawawi dalam Al Majmu’ 4/56. Adapun sikap Ibnu Shalah terhadap shalat tersebut sangat goncang dan kabur, sebab beliau pernah berfatwa melarangnya, kemudian berbalik membolehkannya. Maka dia takut jika melarangnya akan dikatakan “Apakah kamu tidak melakukan shalat itu?” Sehingga beliau lebih rela mengikuti hawa nafsu dan menganjurkan orang lain untuk menganggap baik terhadap sesuatu yang tidak dianggap baik oleh syari’at yang suci ….

Adapun pernyataan Imam Al Ghazali dalam Al Ihya 1/203 telah dibantah, bahwa beliau sedikit sekali perbendaharaan ilmu haditsnya, sebagaimana dikatakan oleh dirinya sendiri, maka pengukuhan beliau terhadap hadits shalat pada malam Jum’at pertama dari bulan Rajab ini ditolak. Ada sebagian manusia membaca kisah Mi’raj, berdzikir, melakukan ibadah tertentu dan berkumpul pada malam 27 Rajab untuk merayakannya. Tidak ada satupun dalil yang shahih tentang pembacaan do’a-do’a pada malam-malam bulan Rajab, Sya’ban maupun Ramadhan. Seandainya hal tersebut baik, sudah pasti para sahabat telah melakukannya terlebih dahulu. Juga tidak ada dalil pasti yang menetapkan kapan terjadinya peristiwa Isra’, begitu pula bulannya. Dia menyembelih dua kurban untuk orang-orang fakir dan miskin, dan menyuruh penduduk Makkah ketika itu agar melaksanakan umrah sebagai rasa syukur kepada Allah karena dapat menyempurnakan Baitullah dengan susunan yang disukai Nabi.

Meskipun demikian, itu bukan dalil untuk membolehkan acara bid’ah pada malam 27 Rajab. Semua isi kisah Mi’raj yang dinisbatkan kepada Ibnu Abbas adalah dusta, kecuali beberapa huruf saja.

Kisah anak Sultan, orang yang banyak melakukan dosa dan tidak shalat kecuali pada bulan Rajab. Dan dia menjelaskan di Ihya, bahwa itu adalah shalat malam Mi’raj[6].

Dan apabila Beliau menganjurkan umrah pada bulan Rajab secara khusus, maka itu tidak tsabit. Apakah Nabi pernah umrah pada bulan Rajab?” Dia menjawab,”Ya.” Maka aku bertanya kepada ‘Aisyah,”Wahai, Bunda.

Salah satunya pada bulan Rajab.” Maka Aisyah berkata,”Semoga Allah mengampuni Abu Abdurrahman. Ini menunjukkan keraguan Ibnu Umar, sehingga sama saja baginya, baik dia mencabut kembali perkataannya ataupun tidak.

Imam Suyuti berkata di dalam Al Amru Bil Ittiba’ Wa nahyu ‘Anil Ibtida’, lembaran 14/1 : Asy Syafi’i rahimahullah berkata,”Aku membenci seorang laki-laki yang menjadikan puasa (Rajab) sebulan penuh sebagaimana puasa Ramadhan. Beliau berkata,’Tidak ada sesuatu pun yang sah datang dari Rasulullah tentang keutamaan Rajab dan puasa padanya’.”. Sebagai pelengkap, kami sampaikan ucapan Imam Abdullah Al Anshari, menukil dari Asy Suyuthi rahimahullah Ta’ala : “Jika dikatakan puasa Rajab adalah amalan yang baik, maka katakan padanya, mengamalkan kebaikan hendaknya sesuai yang disyari’atkan Rasulullah.

As Suyuti berkata juga : Biasanya bila Ibnu Umar melihat manusia dan apa yang mereka siapkan untuk bulan Rajab, (maka) beliau membencinya. Andaikata hal ini terjadi karena ada keutamaannya, tentu Rasulullah telah menjelaskan atau Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukannya, meskipun sekali seumur hidupnya, sebagaimana Beliau pernah melakukan puasa ‘Asy Syura. Meskipun begitu, orang-orang yang berpuasa Rajab masih memiliki dalih, bahwa mengamalkan hadits dha’if dalam keutamaan amal diperbolehkan, karena para ulama ahli hadits dan ahli ilmu bersikap toleran dalam mendatangkan hadits-hadits dha’if yang berkaitan dengan keutamaan amal. [4] Perkataan Ibnu ‘Atsir ini tidak bermanfaat, bagaimana sedangkan banyak para ulama yang mu’tabar menyatakan bid’ah & palsunya shalat raghaib.

[5] Dikeluarkan Al-Baihaqi di (Asy-Syu’ab) 1/19/ أ dan dia berkata : ini lebih dha’if dari yang sebelumnya. Dan Anas berkata : “Rasulullah umrah empat kali, semuanya di bulan Dzulqa’dah”.

Puasa Rajab, Sunnah atau Bid'ah?

Hadits Puasa Rajab Muslim Or Id. Puasa Rajab, Sunnah atau Bid'ah?

Namun, para ulama berbeda pendapat terkait amalan puasa sunnah di bulan Rajab ini. Ustaz Sarwat menjelaskan, ada beberapa fatwa dari para ulama khalaf (kontemporer) yang mengatakan bahwa puasa di bulan Rajab hukumnya bid'ah. Misalnya, Syeikh Abdul Aziz ketika ditanya terkait dengan berpuasa pada tanggal 8 dan 27 Rajab menjawab di dalam kitabnya Fatawa Nurun 'ala Ad-Darbi sebagai berikut :.

Namun, sebagian besar ulama (jumhur) di luar mazhab Al-Hanabilah umumnya justru menghukumi sunnah berpuasa pada bulan Rajab. Menurut Ustaz Sarwat, manhaj salaf yang asli dari umat ini jelas sekali, yaitu hadis dhaif masih bisa dijadikan sumber rujukan, khususnya untuk fadhailul-a'mal (keutamaan). Namun, menurut Ustaz Sarwat, meskipun para ulama tersebut tidak sependapat, bukan berarti kita boleh saling mencaci maki atau menghina.

Related Posts

Leave a reply