Ganti Puasa Untuk Si Mati. Abu Syuja’ rahimahullah berkata, “Barangsiapa memiliki utang puasa ketika minggal dunia, hendaklah dilunasi dengan cara memberi makan (kepada orang miskin), satu hari tidak puasa dibayar dengan satu mud.”. Dimana satu sho’ adalah ukuran yang biasa dipakai untuk membayar zakat fitrah. Satu sho’ ini sekitar 2,5 – 3,0 kilogram seperti yang biasa kamu setorkan untuk membayar zakat fitrah.
Beliau lalu bersabda, “Utang Allah lebih berhak untuk dilunasi.” (HR Bukhari no. Penjelasan ini dikhususkan bagi orang yang tidak puasa karena ada uzur (seperti sakit), lalu dirinya masih punya kemampuan dan memiliki waktu untuk meng-qodho’ ketika uzurnya terssebut hilang sebelum meninggal dunia.
Dikutip dari nu.or.id, utang puasa orang yang telah meninggal dapat dibayar dengan fidyah (makanan pokok untuk orang miskin) meski sebagian ulama membolehkan qadha puasa oleh wali almarhum. Tetapi ulama berbeda pendapat perihal ukuran pembayaran fidyah utang puasa orang yang telah meninggal dunia. Dalil atas pendapat ini adalah hadits riwayat Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda ‘Siapa saja yang wafat dan ia mempunyai utang puasa, hendaklah orang miskin diberi makan pada setiap hari utang puasanya.’ Puasa adalah ibadah yang tidak dapat digantikan pada saat orang hidup, maka ia tidak digantikan setelah matinya seperti ibadah salat.
Jika almarhum meninggal sebelum datang Ramadan berikutnya, maka setiap hari utang puasanya dibayarkan sebanyak satu mud kepada orang miskin. Tetapi jika almarhum meninggal setelah Ramadhan berikutnya tiba, mazhab Syafi’i memiliki dua pendapat.
Kedua, wali cukup membayar fidyah sebanyak satu mud atas penundaan qadha puasanya karena ketika seseorang mengeluarkan satu mud atas penundaan maka dengan sendirinya hilang kelalaian tersebut. Sebagian ulama mengatakan bahwa utang puasa orang yang telah meninggal dunia dapat dibayar dengan fidyah atau sedekah makanan pokok sebanyak satu mud atau bobot seberat 675 gram/6,75 ons beras. Ulama mazhab Syafi’i memiliki dua pendapat perihal seseorang yang meninggal dan belum sempat meng-qadha utang puasanya baik dengan maupun tanpa uzur. Pertama, (ini pendapat paling masyhur dan shahih) menurut penulis dan mayoritas ulama serta manshuh pada qaul jadid, wajib dibayarkan fidyah satu mud yang diambil dari peninggalan almarhum.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wafa binti Abdul Aziz As Sulaiman dalam kitabnya fiqih Himpunan Hukum Islam khas Ummahat, menerangkan, bahwa ahlul ilmu berbeda pendapat terkait boleh tidaknya mengqadha puasa ibu yang telah meninggal. Ahlul ilmu yang membolehkan mengqadha puasa adalah Imam Syafi'i, dishahihkan oleh sejumlah muhaqqiq kalangan Syafi'iyyah, seperti Al Baihaqi dan Nawawi.
Wafa menyampaikan, pendapat tidak boleh mengqadha puasa untuk ibu yang sudah meninggal ini disampaikan mayoritas ahlul Ilmi dari kalangan Hanafiyah dan Malikiyah. Wafa menanggapi pendapat di atas, kata dia atsar-atsar yang diriwayatkan dari para sahabat ini kontroversial, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, seorang wanita datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata, "Ibuku meninggal dunia, sementara ia masih memiliki tanggungan puasa sebulan.".
Send to Email Address. Your Name.
Your Email Address. Post was not sent - check your email addresses! Email check failed, please try again. Sorry, your blog cannot share posts by email.
Preview. Text (Membahas Tentang Hukum Qada' Puasa). PDF DIGABUNG KESELURUHAN ISI.pdf - Published Version. Available under License - Published VersionAvailable under License Creative Commons Attribution. Download (10MB) | Preview.
Salah satunya adalah amal jariyah sesuai dengan bunyi sabda Rasulullah SAW yang diceritakan dari Abu Hurairah berikut,. Perkara-perkara ini bisa dilakukan oleh para keluarga, teman, atau kerabat yang masih hidup untuk meringankan beban sang mayit.
"Barangsiapa meninggal dan mempunyai tanggungan hutang puasa, maka walinya berpuasa untuknya," (HR Bukhari). Pengerjaan puasa juga dapat dilakukan oleh orang yang bukan berasal dari wali mayit. Dengan catatan, orang yang hendak menggantikan puasa harus mendapatkan izin dari wali mayit.
Hal ini didasarkan pada salah satu sabda Rasulullah SAW yang dikisahkan dari sahabat Anas ibn Malik RA, ia berkata,. Kemudian Rasulullah bersabda, "Haji itu adalah hutangnya, maka tunaikanlah," (HR al Bazhar dan at Thabrani). Lalu, Sa'd ibn 'Ubadah berkata, "Jika demikian maka aku menjadikan Anda sebagai saksi bahwa kebuku yang sedang berbuah itu adalah sedekah atas dirinya," (HR Bukhari). Lalu, salah seorang dari mereka, Abu Qatadah, berkata, "Wahai Rasulullah, dua dinar tersebut aku siap menanggungnya,".
Kemudian, Rasulullah berkata, "Dua dinar itu menjadi tanggunganmu, dan dalam hartamu, serta mayit ini terbebas dari keduanya," yang dilanjutkan dengan menyolatkan jenazah tersebut.