Cara Membayar Fidyah Puasa Karena Sakit. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Bila ia melakukan hal tersebut tanpa adanya udzur syar'i, maka hukum belum membayar hutang puasa ramdahan ini wajib mengqadha di bulan selanjutnya (seusai ramadan) sekaligus membayar fidyah sebanyak hari puasa yang ditinggalkan di tahun lalu. Kondisi ini juga termasuk orang-orang yang mengalami sakit berkepanjangan dan harapan sembuh sedikit.
Perempuan menyusui, yang mana ia khawatir bila puasa ASI-nya menjadi sedikit dan bayinya kekurangan gizi maka boleh meninggalkan. Menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha' gandum.
Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidyah berupa beras. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menetapkan sehari itu dibayarkan ke fakir miskin sebesar Rp 50 ribu.
Seperti dikutip NU Online, Syekh Ahmad bin Muhammad Abu al-Hasan al-Mahamili mengklasifikasi fidyah menjadi tiga bagian. Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat menuliskan beberapa kategori orang yang wajib membayar fidyah, sebagai berikut:. Kewajibannya diganti dengan membayar fidyah satu mud makanan untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Batasan tidak mampu di sini adalah sekiranya dengan dipaksakan berpuasa menimbulkan kepayahan (masyaqqah) yang memperbolehkan tayamum.
Orang dalam jenis kategori ini juga tidak terkena tuntutan mengganti (qadha) puasa yang ditinggalkan (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal.
Selain zakat, sebagai seorang muslim, tata cara membayar fidyah dengan uang ataupun beras merupakan hal yang harus Anda pahami. Fidyah adalah kewajiban ketika Anda memiliki hutang menjalankan ibadah puasa lantaran suatu hal dan tak menggantinya di waktu lain.
Untuk mengetahui bagaimana ketentuan dan perhitungannya, yuk langsung saja simak ulasan mengenai tata cara membayar fidyah dengan uang di bawah ini! Seseorang dengan suatu alasan berhalangan menunaikan ibadah puasa juga diperbolehkan tidak menggantinya di hari lain, namun kemudian wajib membayar fidyah. Cara membayar fidyah dengan uang bagi ibu hamil dan menyusui diperbolehkan karena mengingat keselamatan janin dalam kandungan atau bayi yang sedang diasuh. Kategori lainnya yang diperbolehkan menggunakan cara membayar fidyah dengan uang adalah orang tua renta, seperti nenek atau kakek dimana kondisinya sudah tak mampu lagi menunaikan puasa. Seseorang yang menunda-nunda mengganti puasa (qadha) hingga menjelang Ramadhan selanjutnya meskipun memiliki peluang untuk segera menunaikan, maka ia termasuk berdosa dan mendapat kewajiban membayar fidyah. Namun, dalam beberapa pendapat, juga ada yang menyebutkan bahwa ahli waris/wali boleh memilih antara membayar fidyah atau melaksanakan puasa untuknya.
Namun, berdasar kitab al-Makayil wa al-Mawazin al-Syar’iyyah oleh Syekh Ali Jumah, satu mud dinilai sama banyaknya dengan 5,10 ons atau 510 gram. Namun, berdasarkan Arifin Purwakananta, Deputi Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), selain menggunakan cara membayar fidyah dengan beras, Anda juga bisa mengkonversikannya menjadi setara Rp50.000 untuk satu harinya.
Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin …” [QS al-Baqarah (2): 184].Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa, jika seseorang dalam keadaan sakit atau sedang berada dalam suatu perjalanan sehingga merasa berat untuk melakukan puasa, maka boleh baginya hutang puasa dan mengganti kewajiban puasanya di hari yang lain. Kemudian sekiranya di hari yang lain pun ia tidak mampu menggantinya, disebabkan karena uzur syar‘i, maka ia bisa mengganti puasa yang ditinggalkan dengan cara membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, mengenai qadha atau hutang puasa orangtua yang masih hidup, namun sudah tidak mampu menggantinya disebabkan suatu uzur (dalam hal ini karena sering sakit-sakitan), maka Islam memberikan kemudahan untuk mengganti puasa yang ditinggalkan dengan cara membayar fidyah bukan dengan mengqadha puasa orangtua yang dilakukan oleh anak.Selanjutnya mengenai qadha puasa bagi orangtua yang telah meninggal dunia, Majelis Tarjih dan Tajdid melalui laman resminya menyampaikan beberapa hadis sebagai berikut:1- [عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ [متفق عليه“Dari Aisyah ra [diriwayatkan] bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa meninggal dunia padahal ia berhutang puasa, maka walinyalah yang berpuasa untuknya” [Muttafaq Alaih]. قَالَ: فَدَيْنُ اللهِ أَحَقٌ أَنْ يُقْضَى [رواه البخاري“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu [diriwayatkan] ia berkata: Seorang laki-laki datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata: Ya Rasulullah sungguh ibuku telah wafat padahal ia punya kewajiban puasa satu bulan, apakah saya dapat berpuasa menggantikannya?
Selanjutnya Nabi bersabda: Hutang kepada Allah lebih berhak untuk ditunaikan” [HR al-Bukhari].3- عَنِ بْنِ عَباَّسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ اِمْرَاَةً أَتَتْ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ.فَقَالَ: أَ فَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَيْهَا دَيْنٌ أَكُنْتِ تَقْضِيْنَهُ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ : فَدَيْنُ اللهِ أَحَقٌّ بالْقَضَاءِ [رواه مسلم“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu [diriwayatkan] bahwa seorang wanita datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: Ya Rasulullah, sungguh ibu saya telah meninggal, padahal ia punya kewajiban puasa satu bulan. Lalu Nabi bersabda: Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki hutang, apakah kamu akan membayarnya ? Lalu keluarganya datang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan hal tersebut.
Lalu beliau bersabda: Berpuasalah untuknya” [HR Ahmad].Berdasarkan dalil-dalil dari as-Sunnah yang tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa diperintahkan bagi ahli waris untuk mengqadha puasa orangtuanya yang telah meninggal dunia karena orangtuanya belum sempat melaksanakan selama masih hidup. Mengenai cara yang tepat dalam mengganti puasa orang tua, dengan qadha oleh wali atau membayar fidyah.Dalil-dalil di atas menjelaskan bahwa jika seseorang tidak mampu mengganti hutang puasanya, maka bisa menggantinya dengan cara mengqadha pada hari lain atau membayar fidyah.
Adapun bagi orang tua yang masih hidup yang memiliki hutang puasa wajib, dan ia tidak mampu menggantinya di hari yang lain, maka Allah telah memberikan kemudahan dengan cara membayar fidyah untuk menebus hutang puasa.Cara membayar fidyah bagi orangtua yang masih hidup namun tidak mampu menjalankannya karena merasa berat adalah dengan terlebih dahulu melihat apakah orangtua tersebut memiliki harta atau tidak untuk membayar fidyah. Hal ini merupakan salah satu bentuk berbuat ihsannya seorang anak terhadap orangtuanya dan tidak boleh menqadhanya karena orangtuanya masih hidup.Jika orangtua yang masih memiliki kewajiban puasa yang harus diganti telah meninggal dunia dan belum sempat menggantinya, maka yang paling utama berdasarkan dalil-dalil di atas adalah dengan cara dibebankan kewajiban puasa tersebut kepada ahli warisnya (diqadha oleh ahli warisnya).Namun terlebih dahulu dilihat, apakah orangtua ketika meninggal dunia meninggalkan harta waris atau tidak, jika terdapat padanya harta waris, maka sebelum harta tersebut dibagikan, terlebih dahulu harta tersebut digunakan untuk membayar fidyah puasa yang ditinggalkan karena hal itu merupakan hutang yang harus dibayar sebelum harta warisan dibagikan dan jelas berdasarkan hadis di atas bahwa hutang kepada Allah lebih utama untuk dibayarkan.Namun jika orangtua tidak meninggalkan harta, maka secara moral anak (ahli waris) diperintahkan mengqadha puasa atau boleh juga dengan membayar fidyah bagi orangtuanya.