Berapa Hukum Melaksanakan Puasa Ramadhan. Dalam buku "Sejarah Puasa" oleh Ahmad Sarwat, Lc., MA, kemudian turunlah ayat yang memerintahkan beliau untuk mengerjakan puasa fardhu hanya di bulan Ramadhan saja. Sehingga semua puasa yang sudah ada sebelumnya tidak diwajibkan lagi, namun kedudukannya menjadi sunnah. Hukum puasa Ramadhan terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi:. "Islam dibangun atas lima, syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan sholat, menunaikan zakat, pergi haji dan puasa Ramadhan.".
Ada juga hadits tentang puasa Ramadhan dari Thalhah bin Ubaidillah ra bahwa seseorang datang kepada Nabi SAW dan bertanya, "Ya Rasulullah, katakan padaku apa yang Allah wajibkan kepadaku tentang puasa?
Niat puasa Ramadan merupakan salah satu ibadah wajib yang harus ditunaikan karena juga termasuk kedalam rukun Islam. Untuk itu, kita harus memahami dengan baik mengenai bacaan niat puasa Ramadan, hukumnya, hingga syarat bagi seorang muslim. Dilansir dari situs resmi Nahdlatul Ulama (NU), simak bacaan niat puasa Ramadan beserta hukumnya berikut ini:. Artinya: “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Ta'ala.”. Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam Hasyiyatul Iqna menyebutkan, bacaan niat puasa Ramadan hendaknya dilafalkan di malam hari menjelang terbitnya fajar. Syarat ini berdasar pada hadits Rasulullah SAW, ‘Siapa yang tidak memalamkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.’ Karenanya, tidak ada jalan lain kecuali berniat puasa setiap hari berdasar pada hadits,” (Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Iqna).
Hal ini menandakan betapa pentingnya umat Islam untuk menunaikan ibadah puasa di bulan suci Ramadan. Beberapa di antaranya yakni dengan salat tarawih, membaca kitab suci Alquran, menunaikan zakat fitrah, dan lain sebagainya.
Namun sebelum bahas dasarnya (dalil), puasa dibagi empat macam jika dilihat dari segi hukumnya. Nah, puasa Ramadhan ini adalah puasa wajib yang dikerjakan pada (mencakupi, selama) bulan Ramadhan.Dalil kewajiban puasa pada bulan Ramadhan adalah firman Allah SWT pada surah Al baqarah ayat 183: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa"( Al-Baqarah ayat 183)Mengutip laman resmi Bimas Islam Kemenag RI, puasa fardhu Ramadhan dahulu diwajibkan oleh Allah SWT atas ummat Muhammad SAW pada tanggal 10 Ramadhan satu setengah tahun sesudah hijriah. Ketika itu Nabi Muhammad SAW baru saja diperintahkan untuk mengalihkan kiblat dari Baitulmakdis (Yerusalem) ke Ka`bah di Masjidilharam (Mekkah).
Apabila langit dalam keadaan berawan yang mengakibatkan bulan tidak dapat dilihat atau disaksikan, maka bulan ramadhan disempurnakan tiga puluh hari.Dasarnya (dalil) firman Allah SWT pada surat Al Baqarah ayat 185: "Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Kedua, balig (umur 15 tahun keatas) atau ada tanda yang lain.Anak-anak tidak wajib puasa, Bunda.
- Sejak Selasa (13/4) kemarin, seluruh Muslim yang ada di dunia saat ini tengah melaksanakan ibadah puasa . Tentunya sebagai umat Muslim, kita sudah harus mengetahui bahwa puasa di bulan Ramadhan 1442 H ini hukumnya wajib untuk dijalankan. Arti puasa sendiri secara fikih adalah menahan diri dari makan dan minum sejak dimulainya terbit fajar hingga terbenamnya matahari yang disertai dengan niat berpuasa.
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Semoga bagi Sahabat Hikmah yang sedang menjalankan puasa hari ini, amalannya dapat diterima oleh Allah SWT.
Simak Video "Bupati Purwakarta Wajibkan ASN Tadarus Al-Qur'an Sebelum Kerja".
Puasa Syawal hanya dikerjakan selama enam hari, akan tetapi Allah SWT akan memberi ganjaran atau pahala seperti seseorang yang puasa selama 12 bulan. "Barangsiapa yang telah melaksanakan puasa Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan berpuasa selama enam hari pada bulan Syawal, maka dia (mendapatkan pahala) sebagaimana orang yang berpuasa selama satu tahun.". Keutamaan puasa syawal adalah akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda.
Seseorang yang mengerjakan ibadah sunnah ini selama enam hari setelah hari raya maka pahala yang diterima akan berlipat ganda. Sebagaimana yang tercantum dalam sebuah hadis berikut ini keutamaan puasa syawal:.
Keutamaan puasa syawal adalah dapat menyempurnakan ibadah. Ibnu Rajab menjelaskan keutamaan puasa Syawal sebagai berikut:. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama.
Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan lalu malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.".
Anak kecil laki-laki maupun perempuan jika sudah berusia lebih dari 7 tahun diperintahkan untuk berpuasa agar terbiasa. Tetapi jika hal itu memberatkan atau membahayakan, maka mereka tidak harus melakukannya. Hakikatnya menyayangi anak justru dengan memerintahkan mereka mengerjakan syariat Islam, melatih dan membiasakannya.
Jika anak itu masih kecil dan belum balig, tidak diharuskan berpuasa. Akan tetapi jika mampu tanpa masyaqoh (merasa berat) maka mereka diperintahkan.
Tetapi jika sudah pasti itu membahayakan maka dia boleh dicegah dari berpuasa. Jika Allah -subhanahu wata’âla- melarang kita memberi anak-anak kecil harta karena khawatir akan kerusakan, maka kekhawatiran mudarat pada fisiknya lebih utama untuk dicegah. Anak kecil yang belum baligh tidak diwajibkan berpuasa, akan tetapi dilatih melakukannya, khususnya jika mendekati balig, sehingga jika baligh hal itu sudah tidak berat lagi.
Akan berbeda dengan yang tidak membiasakannya sampai dia baligh, nampak kesulitan dan terasa berat.
AYOJAKARTA.COM -- Puasa Ramadhan memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam. Ia salah satu dari rukun Islam yang lima.
Dalam bahasa Arab, puasa disebut dengan shaum atau shiyâm, artinya menahan. Adapun menurut istilah syariat, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Shaum adalah: beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla dengan menahan diri dari makan, minum, dan segala yang membatalkan, mulai terbit fajar (shadiq) sampai matahari tenggelam.". Tapi banyak dari kaum muslimin di negeri ini yang dengan sengaja meninggalkan shaum tanpa udzur syar’i.
Mereka meninggalkan shaum ramadhan dengan alasan yang sangat sepele, seperti lupa tidak sahur dan alasan kerja keras. Ironi saat kita tengok ke pasar-pasar, banyak para lelaki dan perempuan yang tidak berpuasa. Masalahnya, lalu bagaimana hukum meninggalkan shaum ramadhan tanpa ada udzur syar’i? Syaikh Abdul ‘Aziz ar-Rajihi hafizhahullah menjelaskan Orang yang mengingkari kewajiban puasa (Ramadhan), maka dia kafir, keluar dari agama Islam.
Barangsiapa mengakui kewajiban puasa Ramadhan namun dia berbuka dengan sengaja tanpa udzur, berarti dia telah melakukan dosa besar, dia dihukumi fasik dengan sebab itu, namun tidak dikafirkan menurut pendapat yang paling kuat dari pendapat Ulama.
Puasa Rajab menjadi salah satu amalan yang paling populer sepanjang bulan suci dalam ajaran umat Islam. Sesuai ketentuan tersebut, jangan sampai puasa Rajab menduduki posisi istimewa dibanding ibadah menahan hawa nafsu di bulan lain.
Aturan serupa soal puasa Rajab yang dianjurkan bagi muslim juga tertulis dalam kitab Al-Fiqh `Ala Al-Madhahib Al-Arba` atau hukum Islam menurut pendapat empat imam besar. "Puasa pada bulan Rajab dan Sha'ban adalah dianjurkan (mandub) seperti yang disetujui tiga imam besar.
"Puasa pada seluruh bulan Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab direkomendasikan tiga imam besar umat Islam. Sementara Hanafi merekomendasikan puasa hanya selama tiga hari di tiap bulan suci tersebut pada Kamis, Jumat, dan Sabtu," tulis Abd Al-Rahman Al-Jazai'ri.
Puasa sunnah hanya selama tiga hari di bulan suci bagi muslim juga tertulis dalam hadist yang dinarasikan Mujibah Al-Bahiliyah.
Dalam hal ini terdapat hadis yang berbunyi: لايصومنّ أحدكم يوم الجمعة إلا أن يصوم قبله أو بعده : janganlah kalian berpuasa pada hari Jum’at kecuali berpuasa sebelum atau sesudahnya (HR Al-Bukhari). Hadis yang disebutkan penanya di atas diriwayatkan Imam al-Bukhari pada bab shaum yaum al-jumu’ah dari sahabat Jabir, dan juga dari Abu Hurairah, yang ditanya: “apakah Nabi saw. mencegah berpuasa pada hari jum’at?”, kemudian ia mengatakan: “ya (dicegah)”, jika berpuasa hanya pada satu hari (menurut riwayat selain Abu ‘Ashim). Karenanya, Imam Muslim meriwayatkan hadis yang sama, dari Abu Hurairah sebagaimana pada kitab al-shiyam dengan memberi bab karohat shiyam yaum al-jum’ah munfaridan (makruh berpuasa pada hari jum’at secara tersendiri, tanpa diiringi puasa pada hari sebelum atau sesudahnya).
tentang larangan berpuasa hanya pada hari jum’at di atas, diterapkan Nabi saw. bertanya lagi: “apakah kamu hendak berpuasa pada esok hari?”, ia mengatakan: tidak. untuk berbuka di saat berpuasa hanya pada hari jum’at menunjukkan adanya larangan berpuasa hanya pada hari jum’at, sebagaimana penetapan topik hadis oleh Imam Muslim di atas.
Tetapi hukum makruh itu berlaku jika tanpa suatu sebab. Dalam kitab Subul al-Salam, ketika menjelaskan hadis riwayat Abu Hurairah tentang larangan mengkhususkan berpuasa pada hari jum’at, Imam al-Shan’ani menjelaskan pandangan jumhur ulama, bahwa larangan berpuasa hanya pada hari jum’at itu bersifat makruh tanzih, sebagaimana hadis Ibn Mas’ud, bahwa “Rasul Allah saw. Bahkan di luar kajian teks hadis di atas, sesungguhnya terdapat hikmah yang perlu dijelaskan terkait dengan larangan berpuasa hanya pada hari jum’at, yaitu bahwa hari jum’at merupakan hari raya, yang tentunya harus diperlihatkan rasa senang melalui makan, minum dan dzikir bersama.