Bayar Hutang Puasa Karena Hamil. Hal ini terkait dengan perbedaan faham tentang hukum perempuan hamil dan memberikan ASI yang karena kondisinya tidak dapat menunaikan puasa pada bulan Ramadhan. Kewajiban puasa Ramadhan selama satu bulan penuh dikenakan kepada semua orang beriman yang telah baligh dan dalam keadaan mukallaf (berakal sehat), tanpa kecuali. al-Baqarah (2) : 184 dituntunkan :"......Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Dalam hal ini, aṡar dari sahabat Ibnu Abbas menegaskan bahwa bagi ibu hamil dan menyusui cukup membayar fidyah, sebagaimana perkataan beliau kepada jariyahnya yang sedang hamil:Engkau termasuk orang yang mampu dengan memaksa diri, oleh karena itu engkau hanya wajib membayar fidyah tidak wajib mengkadha.
Ibnu Abas berkata : hal demikian itu merupakan keringanan bagi kanjut usia baik laki-laki maupun perempuan, mereka berdua adalah orang-oang yang berat menjalankan puasa. Dalam ayat Al-Qur`an dan Hadis tersebut di atas, disebutkan memberi makan kepada satu orang miskin setiap 1 hari. Dan bagi yang kuat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, hal itu lebih baik.Dari uraian yang telah kami sampaikan di atas, jelaslah bahwa bagi ibu hamil dan menyusui, bila tidak mampu menunaikan ibadah puasa pada bulan Ramadan maka diwajibkan membayar fidyah.
Fidyah berasal dari kata “fadaa” yang memiliki arti mengganti atau menebus. Fidyah merupakan cara seseorang dengan kriteria tertentu untuk mengganti puasa Ramadan yang ditinggalkan dengan cara memberi makan orang miskin.
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Menurut Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) ada tiga kriteria orang yang diperbolehkan membayar puasanya dengan fidyah:.
Orang tua renta yang tidak memungkinkannya untuk berpuasa. Ketentuan ini menyimpulkan bahwa fidyah hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk berpuasa dalam jangka waktu lama atau bahkan selamanya. Untuk pembayaran fidyah bagi ibu hamil, ada ketentuan lain yang telah disepakati sebagian besar ulama.
Apalagi orang yang mampu dalam artian sehat jasmani dan rohani, tidak sedang sakit maupun melakukan perjalanan jauh. Membayar fidyah ini memiliki arti menembus atau mengganti utang puasa Ramadhan dengan cara memberikan makan orang miskin. Sebab jika berpuasa khawatir terhadap kondisi kesehatan janin di dalam kandungan ataupun bayinya. Baca Juga: Anti Malas, Praktikkan 5 Tips ini Agar Khatam Al-Qur’an selama Bulan Ramadhan.
Namun yang diperbolehkan mengganti utang puasa dengan fidyah, adalah bila ada masalah kehamilan serius. Kalau tidak mau beras atau bahan pangan lain, fidyah juga bisa dibayar dengan uang. Cara membayarkannya, per 1 mud untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan kepada satu fakir atau miskin.
Tetapi 1 mud jatah pembayaran fidyah sehari tidak boleh diberikan kepada 2 orang atau lebih. Contoh ibu hamil bayar fidyah jatah 1 hari 1 mud, maka tidak boleh dibagi 2 orang fakir miskin. Baca Juga: Jangan sia-siakan Bulan Ramadhan, Yuk Dulang Pahala dengan Amalan Ibadah dan Kebaikan ini!
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Ayat tersebut menegaskan hukum mengenai keringanan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan bagi orang yang sakit, dan dalam perjalanan. Ibu hamil dan menyusui masuk ke dalam kategori sakit, karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk berpuasa. Wajib qadha tanpa perlu bayar fidyah , pendapat ini didukung oleh Imam Hanafi, Dr. Yusuf Al-Qardhawi dan Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani. Sedangkan Ulama Hanafiyah menyebut fidyah yang harus dibayar adalah 2 mud gandum (1,5 kg)/1 hari tidak berpuasa. Akan tetapi, pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah, mereka sepakat bahwa fidyah tidak boleh dalam bentuk uang.
Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.
Wanita hamil yang menyusui boleh tak puasa di bulan Ramadhan. REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat Lc MA mengatakan, sesuai yang disepakati jumhur ulama terkait wanita hamil atau menyusui ketika tidak berpuasa Ramadhan adalah mengganti dengan cara berpuasa atau qadha sebanyak hari yang ditinggalkan.
"Fidyah tidak bisa mengganti puasa, karena di dalam Alquran ditegaskan bahwa fidyah itu khusus hanya bagi mereka yang tidak mampu berpuasa dalam arti untuk seterusnya. Seperti manula atau orang sakit yang tidak bisa lagi diharapkan kesembuhannya," kata Ustaz Ahmad pada Ahad (14/2). Dia mengungkapkan, sedangkan wanita hamil atau menyusui, memang sempat tidak mampu puasa. "Jadi tetap wajib puasa qadha seperti orang sakit pada umumnya, bukan mengganti dengan fidyah," kata dia.
Di samping itu, wanita hamil juga dapat melakukan konsultasi dengan dokter. Sebaiknya mereka mengikuti saran dari ahlinya apabila ingin menjalankan puasa.
Untuk itu, bagi wanita hamil atau menyusui yang belum bisa mengganti puasanya, dia dapat menggantinya di tahun-tahun berikutnya.
Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Bila ia melakukan hal tersebut tanpa adanya udzur syar'i, maka hukum belum membayar hutang puasa ramdahan ini wajib mengqadha di bulan selanjutnya (seusai ramadan) sekaligus membayar fidyah sebanyak hari puasa yang ditinggalkan di tahun lalu. Kondisi ini juga termasuk orang-orang yang mengalami sakit berkepanjangan dan harapan sembuh sedikit.
Perempuan menyusui, yang mana ia khawatir bila puasa ASI-nya menjadi sedikit dan bayinya kekurangan gizi maka boleh meninggalkan. Menurut Ulama Hanafiyah, fidyah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha' gandum.
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) menetapkan sehari itu dibayarkan ke fakir miskin sebesar Rp 50 ribu.