Batas Puasa Sunnah Sebelum Ramadhan. Sekaligus hadits tersebut jadi dalil bahwa berpuasa setelah pertengahan Sya’ban masih dibolehkan. Imam Ahmad telah mengingkari hadits tersebut namun ulama lainnya ada yang menshahihkan atau menghasankannya, serta dijadikan juga sebagai dalil.
… Namun yang tepat masih tetap boleh berpuasa setelah pertengahan Sya’ban sampai satu atau dua hari sebelum Ramadhan.” (Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 7: 23). Kalau dikatakan banyak berarti masih dibolehkan pula setelah pertengahan Syaban untuk berpuasa.
Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom.
Nabi Muhammad melarang puasa sunnah sebelum Ramadhan. REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: "Janganlah kalian mendahului berpuasa Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan terkecuali bagi seorang laki-laki yang biasa berpuasa pada hari tertentu, maka dia boleh berpuasa pada hari itu.".
Ibnu Abbas RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kamu berpuasa sebelum Ramadhan, berpuasalah karena melihat hilal masuknya bulan Ramadhan dan berbukalah (berhari rayalah) karena melihat hilal (masuknya bulan Syawal). Apabila terhalang oleh awan sehingga tidak melihat masuknya bulan (Ramadhan atau Syawal), cukuplah bilangan 30 hari.".
"Apabila bulan Sya'ban mencapai separuhnya, janganlah kalian berpuasa.". Abil Yaqdhon dan Ammar bin Yasir RA berkata: "Barang siapa yang berpuasa pada hari yang diragukan, maka dia telah berdosa kepada Abu qasim (Muhammad SAW).".
Lha bin Ubaidillah RA meriwayatkan bahwa Nabi SAW apabila melihat Hilal, maka beliau berdoa. "Ya Allah, terbitkanlah hilal kepada kami dengan aman, iman, selamat, dan Islam.
Baca juga : Fakta-Fakta Husain Cucu Rasulullah, Dipenggal dan Dirampok.
Hikmah pelarangan itu adalah agar umat Islam tidak kelelahan menyambut Ramadhan. REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) Ustadz Jeje Zainuddin menjelaskan Rasulullah memperbanyak puasa sunnah selama bulan Rajab dan Syaban. Namun, Rasulullah melarang umatnya berpuasa pada akhir Syaban atau satu dan dua hari sebelum Ramadhan.
Rasulullah, kata dia, melarang umatnya memasuki sehari atau dua hari lagi ke Ramadhan berpuasa Sya'ban. Kedua, agar tidak terjadi kelelahan dan kecapaian dari shaum sunah yang terlalu banyak memasuki bulan Ramadhan," kata Ustadz Jeje kepada Republika. "Maka, Nabi mengatakan, jangan kalian mendahului ibadah bulan suci Rama dhan dengan satu hari atau dua hari sebelum Ramadhan, yaitu bulan Ramadhannya," kata Ustadz Jeje. Jadi, kata dia, kalaupun ada orang memperbanyak berpuasa Sya'ban, itu nanti kalau sudah satu atau dua hari lagi harus setop.
Hikmahnya agar orang mengondisikan mempunyai kesiapan yang prima menghadapi shaum Ramadhan. Ustadz Jeje menjelaskan, salah satu cara Rasulullah mengajarkan kita mempersiapkan Ramadhan agar tidak terjadi kekagetan orang berpuasa secara mendadak di bulan Ramadhan saja.
Dalam hadits ini terdapat penegasan larangan untuk memulai satu atau dua hari sebelum Ramadhan dengan berpuasa sunnah yang bukan menjadi kebiasaannya. Para penyusun Kitab Sunan yang empat telah meriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa, “Tidak pernah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa satu bulan penuh dari suatu tahun kecuali Sya’ban, di mana Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyambungnya dengan Ramadhan.”[4] At-Tirmidzi berkata, “(Hadits ini) hasan.”. Al-Mâziri membawa pengertian larangan tersebut pada orang yang berpuasa dalam rangka pengagungan dan sambutan terhadap bulan Ramadhan.
Sebagian Ulama menyebutkan: bahwa zahir hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu di awal pembahasan ini bertentangan dengan ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bertanya kepada seseorang:. Ia menjawab, “Tidak.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bila engkau telah berbuka (yakni usai melaksanakan puasa Ramadhan), maka berpuasalah satu hari.”[5] Dalam riwayat lain: “dua hari.” Ini diriwayatkan Al-Bukhâri dan Muslim dari hadits Imran bin al-Hushain Radhiyallahu anhu .
Sebagian Ulama lain berkata : Bahkan ucapan Nabi, “Apakah engkau berpuasa pada akhir Sya’ban?” adalah pertanyaan dalam rangka mengingkari dan melarang. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang mendahului Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari sebelumnya.
Dalam hadits ini terdapat bantahan terhadap kaum rafidhah, yang memandang perlunya mendahulukan puasa daripada melihat hilal Ramadhan. Para Ulama salaf telah berselisih pendpat tentang orang yang berpuasa sunnah (pada hari itu) dengan tanpa sebab.
Sekaligus hadits tersebut jadi dalil bahwa berpuasa setelah pertengahan Sya’ban masih dibolehkan. Imam Ahmad telah mengingkari hadits tersebut namun ulama lainnya ada yang menshahihkan atau menghasankannya, serta dijadikan juga sebagai dalil.
… Namun yang tepat masih tetap boleh berpuasa setelah pertengahan Sya’ban sampai satu atau dua hari sebelum Ramadhan.” (Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 7: 23). Kalau dikatakan banyak berarti masih dibolehkan pula setelah pertengahan Syaban untuk berpuasa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Dari beberapa hadits dan keterangan di atas sudah sangat jelas bahwa berpuasa seminggu sebelum Ramadhan masih diperbolehkan. Marilah kita sambut Ramadhan dengan semangat berpuasa di bulan Sya’ban ini.
Begitu pula beliau melarang berpuasa pada hari lainnya, yaitu Idul Adha di mana kalian memakan hasil sesembelihan kalian.” (HR. Imam Nawawi rahimahullah memasukkan hadits ini di Shahih Muslim dalam Bab “Haramnya berpuasa pada hari tasyriq”.
Imam Nawawi rahimahullah dalam Al Minhaj Syarh Shahih Muslim mengatakan, “Hari-hari tasyriq adalah tiga hari setelah Idul Adha. Imam Nawawi rahimahullah membawakan hadits ini di Shahih Muslim dalam Bab “Terlarang berpuasa pada hari Jum’at secara bersendirian.”. “Barangsiapa berpuasa pada hari yang meragukan, maka ia berarti telah mendurhakai Abul Qosim, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Namun sebagaimana disebutkan dalam riwayat Muslim bahwa di akhir hidupnya Abdullah bin ‘Amr menjadi lemas karena kebiasaannya melakukan puasa Dahr.