Apakah Wajib Mengganti Puasa Jika Istihadhah. Ada hamil, melahirkan, nifas, dan ada juga istihadhah. Dengan kata lain, istihadhah ini anomali yang bisa dialami oleh perempuan di luar perdarahan wajar seperti haid dan nifas.
Perempuan yang mengalami istihadhah tetap diwajibkan menjalankan ibadah sebagaimana mestinya seperti salat, puasa, dan lain-lain. Cara salatnya pun lain, karena harus membersihkan area kemaluan terlebih dahulu dan menyumbat darah yang keluar supaya tidak menetes ketika salat karena jika pakaian kita terkena tetesan darah(yang bersifat najis) maka salatnya akan dianggap gugur atau tidak sah.
Bukan hanya karena badan lebih lemas karena keluar banyak darah, tetapi juga karena tanggung jawab untuk tetap mengganti puasa di luar Ramadan. Iya, jadi selama Ramadan tetap puasa, tetapi juga dihitung sebagai hutang puasa layaknya orang menstruasi. Jadi, selama istihadhah kan tetap wajib salat, tuh.
Saya mengalami istihadhah selama 14 hari yang berarti juga akan saya ganti di bulan berikutnya selama 14 hari + utang puasa akibat menstruasi. Bedanya, saya memiliki kesadaran penuh bahwa puasa yang sedang saya jalankan adalah puasa yang tidak sah, atau batal.
Ada yang berpendapat bahwa perempuan istihadhah tidak wajib berpuasa. Pasalnya kalau stres dan berujung mendapatkan istihadhah saat menjalankan ibadah puasa, itu akan sangat merepotkan.
Hal ini dikarenakan umumnya mereka dalam bulan Ramadhan terdapat beberapa hari yang tidak diperbolehkan untuk menjalankan ibadah puasa karena adanya uzur berupa haid. Dalam keadaan demikian, apakah puasa bagi perempuan yang keluar darah istihadhah tetap dilarang, atau justru malah diwajibkan? “Fatimah binti Abi Hubaisy bertanya kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ia berkata: “Aku pernah Istihadhah dan belum bersuci, apakah aku mesti meninggalkan shalat?” Nabi pun menjawab: “Tidak, itu adalah darah penyakit, namun tinggalkanlah shalat sebanyak hari yang biasa engkau haid sebelum darah istihadhah itu, kemudian mandilah dan shalatlah” (HR Bukhari).
Bahkan terkait persoalan ini, tidak ada silang pendapat diantara ulama mazhab Syafi’i. Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Rambipuji, Jembe.
Darah istihadah adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita di luar kebiasaan bulannya (haid) atau di luar waktu haid, serta bukan disebabkan karena melahirkan. Seorang wanita yang mengalami istihadhah dilarang meninggalkan ibadahnya, seperti salat, puasa dan ibadah lainnya. [3] Namun, mungkin bisa disimpulkan sebagai berikut: Istihadhah adalah darah yang berasal dari urat yang pecah/putus dan keluarnya bukan pada masa haid atau nifas (kebanyakan), tapi terkadang juga keluar pada masa adat haid dan saat nifas. [1] Hal ini bukan sebuah penghalang untuk wanita muslim menjalankan ibadahnya setiap hari.
[1] Wanita yang mengalami istihadhah harus tetap menjalankan salat, puasa dan ibadah lainnya. dia berkata: Fatimah binti Abi Hubaisy “wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengalami istihadhah banyak sekali. Aku telah terhalang dengan sebab itu dari menuaikan salat dan puasa”. Kemudian di hadist tersebut Nabi bersabda: “sesungguhnya darah tersebut tendangan – tendangan syaitan, maka massa haidmu enam atau tujuh hari berdasarkan ilmu Allah Ta’ala. Di nukilkan bahwasannya Imam Ahmad menshahihkanya dan Al Bukhari menghasankannya)”. Seorang wanita yang keluar darah istihadhah dari kemaluannya tetap diwajibkan untuk mengerjakan salat 5 waktu.
Demikian juga dengan kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan, tetap wajib dikerjakan, bila yang keluar hanya merupakan darah istihadhah. [6] Maka cukup bagi wanita yang sedang mendapat darah istihadhah untuk mencuci kemaluannya (istinja) untuk membersihkan darah yang keluar, lalu menyumpalnya dengan pembalut, kemudian berwudhu’ dan dipersilahkan mengerjakan tawaf dan sa’i. Seorang wanita yang mengalami keluar darah istihadhah diperbolehkan untuk menyentuh mushaf Al Quran, sebagaimana ditetapkan oleh mayoritas ulama.
Dan melafazkan ayat-ayat Al Quran pun tidak menjadi larangan bagi wanita yang mendapat darah istihadhah. [6] Asalkan dia telah membersihkan dirinya dari noda darah yang sekiranya mengotori tubuhnya.
Wanita yang sedang istihadhah juga tetap diperbolehkan masuk ke dalam masjid. [6] Sebab hukum dasarnya adalah bahwa masjid itu tempat suci, yang terlarang buat kita untuk membaca benda-benda najis ke dalamnya.
[6] Ini adalah pendapat ulama sebab tidak ada satu pun dalil yang mengharamkannya. “Kalau salat saja boleh apa lagi bersetubuh.” Selain itu ada riwayat bahwa Ikrimah binti Himnah disetubuhi oleh suaminya dalam kondisi istihadhah.
Oleh itu, hendaklah dia berpegang kepada kebiasaannya yang telah lalu. Ada beberapa hal yang harus dilakukan seorang wanita ketika akan beribadah saat istihadah, yaitu:[9].
Para ulama menjelaskan, bahwa hukum yang berlaku pada darah istihadoh berbeda dengan darah haid. Adapun wanita yang mengalami Istihadah, hukumnya seperti keadaan suci.
“Ini menunjukkan, bahwadarah yang keluar apabila darah tersebut adalah darah penyakit; diantaranyadarah yang keluar saat operasi, maka darah itu tidak disebut darah haid. Pengasuh Pesantren Daarut Taubah Harapan Jaya Ustad MohammadRois menjawab bahwa darah yang keluar selain haid dan nifas maka darah itudisebut darah penyakit atau darah istihadhah.
“Untuk yang mengalami darah istihadhah ini, diwajibkan menjalan syariatsebagaimana ia masih dalam keadaan suci,”kata Ustaz Rois. Ustaz Rois merujuk kepadahadis dari Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, “Yang demikian itu hanyalah satugangguan dari setan, maka anggaplah dirimu haid selama enam atau tujuh hari.Setelah lewat dari itu mandi lah, maka apabila engkau telah suci salat lahselama 24 atau 23 hari, puasa lah dan salat lah. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan ia menshahihkannya.Dinukilkan pula penshahihan Al-Imam Ahmad terhadap hadis ini, sedangkan Al-ImamAl-Bukhari menghasankannya. Dalil akan kemungkinan darah akanterus menerus keluar adalah hadist ‘Aisyah dalam shahih buhkari beliau berkataFatimah bintu Abi Hubaisy berkata Rasulullah bersabda :. “wahai Rasulullahsesungguhnya aku wanita yang tidak pernah mengalami masa suci” (dalam riwayatyang lain); sesungguhnya aku mengalami istihadhah dan tidak pernah suci”. Maka kondisi yang seperti inidikembalikan kepada masa haidnya yang sudah diketahui pada massa sebelum diaistihadhah dan di luar hari hari yang biasa dia mengalami haid, berlaku padanyahukum wanita yang istihadhah.
“ Tidak, sesungguhnya ituhanyalah urat (pada rahim) yang terbuka, akan tetapi tinggalkan shalat seukuranengkau biasa mengalami haid kemudian mandilah (haid) dan shalatlah (HR. Apabiladia tidak memiliki kebiasaan haid yang jelas sebelum dia mengalami istihadhah,karena istihadhah itu berlangsung terus menerus sejak awal keluar darahdarinya. Maka pada kondisi yangseperti ini dia beramal dengan perbedaan kondisi darah yang keluar tersebut.dimana haidnya diperhitungkan dengan kondisi darah yang berwarna kehitaman,atau kental atau baunya yang dengan itu berlaku padanya hukum – hukum haid.Adapun jika cirinya tidak seperti itu maka di hukumi darah istihadhah sehinggaberlaku padanya hukum – hukum istihadhah.
Seorang yang tidakmemiliki masa haid yang jelas juga dan tidak ada perbedaan kondisi perbedaandarah yang jelas pula. Seperti seorang yangmengalami istihadhah terus menerus sejak pertama kali keluar darah, sedangkansifat darahnya sama atau sifatnya kacau, sehingga tidak mungkin di hukumisebagai darah haid. Kemudian mandilah jikaengkau melihat dirimu sudah bersih (dari haidmu) dan berpuasalah” (HR.Ahmad,Abu Dawud, At Tirmidzi dan beliau menshahihkannya.
Misal : jika oprasi ituberuapa untuk pengangkatan rahim atau memutus salauran (vasektomi) sehinggatidak ada lagi darah yang mengalir dari rahim, Maka kondisi seperti itu tidakdiberlakukan padanya hukum istihadhah. Maka dia tidak bolehmeninggalkan shalat, puasa, tidak pula terlarang menggaulinya, dan tidak wajibbaginya mandi karena keluarnya darah tersebut. Dia tidak berwudu kecuali sesudah masuk waktu shalat jika.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Istihadhah secara istilah menurut para ahli fikih adalah darah yang keluar dari wanita bukan pada masa-masa haid ataupun nifas. Di sisi lain, para ulama madzhab menyatakan bahwa tidak mewajibkan mandi bagi orang yang sedang istihadhah. Adapun istihadhah menurut ulama empat madzhab, tidak menjadi pencegah bagi wanita untuk melakukan sesuatu yang dilarang dalam haid. Sebab keluarnya darah tersebut di luar siklus mentruasi seorang perempuan dan kerap menunjukkan tanda-tanda sakit yang menyertainya. Sedangkan hukum wanita yang nifas apakah harus mandi atau tidak, para ulama madzhab juga berselisih pendapat. Ulama-ulama dari Madzhab Syafi’i, Hanafi, dan Maliki sepakat bahwa jika wanita melahirkan namun tidak menampakkan darah, ia tetap diwajibkan mandi.
Kendati terdapat banyak perselisihan, para ulama madzhab sepakat bahwa darah nifas itu tidak mempunyai batas paling sedikitnya.