Hukum Infak Dapat Berubah Menjadi Haram Mengapa Demikian. Setidaknya, ada tiga bentuk infak yang hukumnya haram atau dilarang dalam Islam. Pertama, berinfak pada orang yang sudah diketahui bahwa dia akan menggunakannya untuk perbuatan maksiat.
يحرم دفع صدقة التطوع إلى العاصي بسفره أو إقامته إذا كان فيه إعانة له على ذلك، وكذا يحرم دفعها إلى الفاسق الذي يستعين بها على المعصية وإن كان عاجزاً عن الكسب. Haram memberikan sedekah sunnah untuk orang yang bermaksiat sewaktu dalam perjalanan atau pada saat mukim, jika diketahui bahwa hal itu akan membantunya melakukan kemaksiatan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk mengahalangi (orang) dari jalan Allah.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 275 yang artinya:” …Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…(Q.S. Oleh karena itu seseorang muslim yang melaksanakan transaksi jual beli, sebaiknya mengetahui syarat-syarat praktek jual beli berdasarkan ketentuan Al Qur’an dan Hadits, agar dapat melaksanakannya sesuai dengan syari’at sehingga tidak terjerumus kedalam tindakan-tindakan yang dilarang dan diharamkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat An-Nisaa ayat 29 yang artinya : ““… janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…” (Q.S. Sehingga tidak sah transaksi jual beli yang dilakukan oleh orang gila dan anak kecil yang tidak pandai atau tidak mengetahui masalah jual beli.
Objek jual beli merupakan hak milik penuh salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli. Rasullullah SAW bersabda: Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Transaksi jual beli hendaknya dilakukan dengan jujur. Hal ini dapat diketahui dalam Allah berfirman asy Syu’araa ayat 181-183 yang artinya adalah ”Sempurnakanlah takaran jangan kamu termasuk orang-orang yang merugi, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus, dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”(Q.S. Allah SWT juga berfirman dalam surat Al Muthaffifiin ayat 1-6 yang artinya: ”Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. Hal ini sesuai dengan sabda Rasullullah SAW yang artinya: Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain.
Transaksi jual beli barang yang halal. Barang yang menjadi objek jual beli, haruslah barang yang dapat diserah terimakan segera dari penjual kepada pembeli. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian dengan khamr dan judi, menghalangi kalian dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Al Maidah: 90-91). Allah SWT juga berfirman dalam Surat Annur ayat 37 yang artinya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Transaksi jual beli yang dilarang menurut syari’at Islam adalah jual beli barang yang diharamkan seperti jual beli minuman keras, narkoba, barang hasil pencurian dan lain-lain. (HR.
Rasulullah juga telah memberikan petunjuk dan arahan mengenai hal ini. Kalangan ulama membolehkan transaksi tersebut.
Demikian pernyataan Rasulullah. Dan, dia akan memperoleh pahala yang banyak”.
Peminjam diperbolehkan mengembalikan harta semisal yang telah dihutang dan boleh juga mengembalikan harta yang dihutang itu sendiri, baik harta itu memiliki kesepadanan maupun tidak, selama tidak mengalami perubahan: bertambah atau berkurang. Mazhab Syafi’i dan Hambali mengemukakan, hak milik dalam qardh berlangsung dengan qabdh.
Dengan kata lain, praktik riba harus dijauhi dan hukumnya haram. Namun, ia memberi toleransi dengan beberapa catatan.
Apabila sudah terpenuhi, meminjam tersebut menjadi haram kembali.
Berdasarkan ketentuan tersebut, prinsipnya benda yang sudah dihibahkan tidak dapat ditarik kembali menjadi hak milik pemberi hibah. Jalan terakhir adalah dengan mengurangkan dari bagian hibah yang pernah diberikan pewaris sebelum meninggal. Untuk urusan kewarisan hibah yang pernah diberikan pewaris dapat diperhitungkan kembali ke dalam harta peninggalan.
Namun, Pasal 1045 KUHPer menyebutkan “ Tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.
Sekedar untuk menambah informasi, Saudara dapat membaca artikel Hibah Orang Tua kepada Anak-Anaknya dan Kaitannya dengan Waris. Apabila pewaris yang beragama Islam ingin menggunakan cara perhitungan waris perdata Barat, ia dapat mengungkapkan kehendak tentang hal tersebut.
Jika tidak ada pernyataan kehendak dari pewaris yang demikian, maka para ahli waris dapat bersepakat menentukan cara pembagian harta warisan. “Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya.”.