Syarat Hibah Tanah Ke Anak Angkat. JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.
Pewarisan dengan pesan, hibah atau wasiat ini dapat dibuat secara tertulis atau hanya diucapkan oleh pewaris kepada para ahli waris yang ditentukannya dengan disaksikan oleh beberapa anggota keluarga, terutama para ahli waris yang lain. Hibah di dalam Hukum Islam terdapat batasan, sesuai dengan pasal 210 ayat (1) KHI yaitu maksimal sepertiga (1/3) bagian dari harta yang dimiliki si penghibah.
Hibah yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan sakit dibatasi hanya sepertiga (1/3) bagian saja dan harus dengan persetujuan ahli warisnya, sama halnya seperti pemberian hibah apabila si penghibah dalam keadaan sehat. Di dalam Hukum Islam anak angkat bukanlah ahli waris, tetapi berhak diberi bagian harta warisan orang tua angkatnya melalui wasiat wajibah. Hal ini tertera di dalam pasal 209 ayat (2) KHI mengenai pemberian wasiat wajibah kepada anak angkat maksimal sepertiga (1/3) bagian dari harta yang dimiliki. Demikian juga yang diatur di dalam pasal 210 KHI, bahwa pemberian hibah dibatasi sebanyak-banyaknya sepertiga (1/3) bagian dari harta benda.
Ada beberapa alasan yang dapat dijadikan sebagai acuan, yaitu : 1.Menurut Hukum Islam, anak angkat bukanlah ahli waris, tetapi dapat diberi wasiat wajibah maupun hibah sebanyak-banyaknya sepertiga (1/3) bagian dari harta benda si pewaris. Di dalam Hukum Islam, anak angkat hanya berhak mewarisi harta orang tua kandungnya jika ada.
Hibah harus memenuhi apa yang diatur dalam Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“BW”), bahwa hibah merupakan pemberian oleh seseorang kepada orang lainnya secara cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali , atas barang-barang bergerak (dengan akta Notaris) maupun barang tidak bergerak (dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah – “PPAT”) pada saat pemberi hibah masih hidup . Hibah merupakan kehendak bebas si pemilik harta untuk menghibahkan kepada siapa saja yang ia kehendaki. Dalam hukum kewarisan Islam, pemberian hibah untuk orang lain juga dibatasi maksimum hanya sebesar 1/3 harta.
Namun jika anak tidak mempermasalahkan, maka hibah tetap bisa dilaksanakan. Untuk mencegah terjadinya tuntutan di kemudian hari, dalam praktik selalu disyaratkan adalah Surat Persetujuan dari anak(-anak) kandung Pemberi Hibah.
Dengan demikian, pemberian hibah harus memperhatikan persetujuan dari para ahli waris dan jangan melanggar hak mutlak mereka. Hak mutlak adalah bagian warisan yang telah di tetapkan oleh undang-undang untuk masing-masing ahli waris (lihat Pasal 913 BW).
Dalam BW terdapat penggolongan ahli waris yang dengan dasar golongan itu, menentukan seberapa besar hak mutlak mereka. Untuk muslim tunduk pada Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam, penegasan SKB MA dan Menteri Agama No. Kesimpulannya, jika dapat dibuktikan bahwa pemberian hibah tersebut tidak melebihi 1/3 harta peninggalan pewaris (dalam sistem kewarisan Islam) atau tidak melanggar legitieme portie dari ahli waris (dalam sistem kewarisan perdata Barat), maka hibah terhadap anak angkat tetap dapat dilaksanakan.
Penelitian ini ingin menjawab bagaimanakah kekuatan yuridis akta hibah untuk anak angkat dalam kasus perkara XXX/Pdt.G/2012/MS-Aceh tentang Pembatalan Hibah. Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaannya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup. Hibah dalam hukum manapun pada dasarnya tidak dibatalkan, kecuali memenuhi syarat-syarat tertentu hibah dapat dibatalkan. Dengan menggunakan metode normatif yuridis, penelitian menemukan bahwa hibah untuk anak angkat secara normatif melalui akta hibah Nomor 04/V/2007 sah dan mempunyai kekuatan hukum, karena telah memenuhi syarat dalam perjanjian hibah baik secara formil maupun materiil.
Putusan pembatalan hibah dalam perkara Nomor XXX/Pdt.G/2012/MS-Aceh telah sesuai dengan hukum yang berlaku. Legal Force of the Bequest Certificated for An Adopted Child.
Hibah is a gift made by someone to another party when a donor is still alive. By using the juridical normative method, the study found that the Certificated of Hibah No. 04/V/2007 is valid and has legal force, because it has fulfilled the terms of the grant agreement both formally and materially.
Decision on cancellation of the hibah in Case Number XXX/Pdt.G/2012/MS-Aceh is in accordance with applicable law.
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.