Pengertian Hibah Menurut Hukum Adat. Hibah dan waris adalah keduanya sama-sama memberikan sesuatu secara sukarela kepada seseorang. Namun perbedaannya adalah hibah dapat dilakukan saat pemberi hibah masih hidup untuk memberikan sesuatu / hartanya kepada penerima hibah sedangkan warisan hanya dilakukan saat pewaris sudah meninggal dunia dan penerima warisnya sertai pembagian warisannya diatur oleh Undang-undang ataupun adat istiadat yang berlaku.
Pengertian hibah menurut Pasal 1666 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Namun Jika pemberian diberikan oleh seseorang setelah ia meninggal dunia, maka ini dinamakan hibah wasiat, yang diatur dalam Pasal 957 KUHPerdata. Pemberian hibah harus dilakukan secara otentik dengan Akta Notaris.
Pasal 1682 KUHPerdata “Tiada suatu penghibahan pun kecuali termaksud dalam Pasal 1687 dapat dilakukan tanpa akta notaris, yang minut (naskah aslinya) harus disimpan pada notaris dan bila tidak dilakukan demikian maka penghibahan itu tidak sah.”. Pemberian hibah hanya boleh dilakukan bagi mereka yang sudah dewasa yaitu mencapai umur 21 tahun ataupun belum 21 tahun tetapi sudah pernah menikah (Pasal 1677 KUHPerdata).
Suatu hibah tidak dapat ditarik kembali namun dapat menjadi batal demi hukum dalam hal melanggar satu atau lebih ketentuan KUHPerdata diantaranya sebagai berikut:. - Hibah dengan mana si penghibah memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual atau. memberikan kepada orang lain suatu benda yang termasuk dalam hibah, dianggap batal.
Berdasarkan ketentuan tersebut, prinsipnya benda yang sudah dihibahkan tidak dapat ditarik kembali menjadi hak milik pemberi hibah. Jalan terakhir adalah dengan mengurangkan dari bagian hibah yang pernah diberikan pewaris sebelum meninggal.
Untuk urusan kewarisan hibah yang pernah diberikan pewaris dapat diperhitungkan kembali ke dalam harta peninggalan. Namun, Pasal 1045 KUHPer menyebutkan “ Tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya.
1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Sekedar untuk menambah informasi, Saudara dapat membaca artikel Hibah Orang Tua kepada Anak-Anaknya dan Kaitannya dengan Waris.
Apabila pewaris yang beragama Islam ingin menggunakan cara perhitungan waris perdata Barat, ia dapat mengungkapkan kehendak tentang hal tersebut. Jika tidak ada pernyataan kehendak dari pewaris yang demikian, maka para ahli waris dapat bersepakat menentukan cara pembagian harta warisan. “Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya.”.