Menarik Kembali Hibah Menurut Pendapat Jumhur Ulama Hukumnya. Sebelumnya, Anda tidak menjelaskan apakah hibah rumah tersebut dilakukan sesuai prosedur yang berlaku atau tidak. Mengenai hibah diatur dalam Pasal 1666 – Pasal 1693 KUHPer. Untuk itu, hibah tidak dapat dicabut dan tidak dapat dibatalkan oleh orang tua tersebut, kecuali dalam hal-hal berikut sebagaimana terdapat dalam Pasal 1688 KUHPer:.

3), dalam hukum acara perdata, penggugat adalah seorang yang “merasa” bahwa haknya dilanggar dan menarik orang yang “dirasa” melanggar haknya itu sebagai tergugat dalam suatu perkara ke depan hakim.

Rumah yang Dihadiahkan Suami kepada Istrinya, Harta Bersama

Menarik Kembali Hibah Menurut Pendapat Jumhur Ulama Hukumnya. Rumah yang Dihadiahkan Suami kepada Istrinya, Harta Bersama

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas kepercayaan Saudari untuk menyampaikan pertanyaannya kepada kami. Kemudian, di dalam Pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) harta bersama diatur sebagai berikut :. Namun demikian, dalam Pasal 35 ayat (2) UUP dinyatakan, “harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.”.

Selanjutnya, dikatakan di dalam penjelasan Pasal 35 UUP bahwa harta bersama adalah berkaitan dengan putusnya ikatan perkawinan, yang pembagiannya menurut hukumnya masing-masing. Pada sisi lain, sebagai perbandingan, di dalam Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) mengatur bahwa: Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antarà suami isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan.

Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan tidak boleh ditiadakan atau diubah tanpa suatu persetujuan antara suami isteri. Definisi Hibah menurut Pasal 171 huruf g KHI yaitu pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Setiap harta pribadi (bawaan) memang menjadi hak milik masing-masing, namun dapat dikecualikan jika ada perjanjian lain yang dibuat misalkan pemberian dari suami kepada istri.

Jumhur ulama berpendapat bahwa ruju’ (mengambil kembali, ed) di dalam hibah itu haram, sekalipun hibah itu terjadi di antara saudara atau suami isteri, kecuali bila hibah itu hibah dari orang tua kepada anaknya, maka ruju’-nya diperbolehkan berdasarkan hukum ketentuan ini dapat ditemukan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu Majjah dan At-Tarmidzi dan dia mengatakan bahwa hadis ini hasan lagi shahih. Secara hukum Islam, harta yang sudah dihibahkan tidak boleh dimintakan kembali. Bahkan larangan ini sampai pada diumpamakan dengan anjing yang memakan muntahannya sendiri.

Apakah Hibah Dapat Ditarik Kembali untuk Membayar Utang

Menarik Kembali Hibah Menurut Pendapat Jumhur Ulama Hukumnya. Apakah Hibah Dapat Ditarik Kembali untuk Membayar Utang

Karena Saudara menanyakan hibah berdasarkan hukum Barat dan hukum Islam, maka kami akan menjelaskan berdasarkan ketentuan hibah menurut hukum Barat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) dan ketentuan hibah menurut hukum Islam yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. Pengertian hibah menurut hukum perdata Barat disebutkan dalam Pasal 1666 KUHPer:.

Apabila harta yang dimiliki pewaris saat meninggal tidak cukup untuk membayar utang, maka bagian warisan untuk ahli waris yang bukan legitime portie, contohnya istri, dapat diambil. Dalam hukum waris perdata barat, ahli waris dapat melakukan penolakan sebagai ahli waris.

b. Hibah menurut hukum Islam. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Hibah dalam hukum Islam juga tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya (Pasal 212 KHI).

Apabila yang Saudara maksud adalah jangka waktu dapat ditariknya lagi benda yang telah dihibahkan, maka berdasarkan KUHPer tidak ada jangka waktu dan tidak bisa dilakukan karena benda yang telah dihibahkan tidak bisa ditarik kembali, sedangkan untuk hukum Islam hanya hibah orang tua kepada anak yang dapat ditarik kembali dan tidak disebutkan sampai kapan jangka waktunya. Jika tidak ada pernyataan kehendak dari pewaris yang demikian, maka para ahli waris dapat bersepakat menentukan cara pembagian harta warisan.

Related Posts

Leave a reply