Hukum Hibah Tanpa Sepengetahuan Ahli Waris. Dalam hukum kewarisan Islam, pemberian hibah untuk orang lain juga dibatasi maksimum hanya sebesar 1/3 harta. Jadi, jika memang hibah melanggar hak anak, maka anak dapat menggugat pemberian hibah.

Dengan demikian, pemberian hibah harus memperhatikan persetujuan dari para ahli waris dan jangan melanggar hak mutlak mereka. Hak mutlak adalah bagian warisan yang telah di tetapkan oleh undang-undang untuk masing-masing ahli waris (lihat Pasal 913 BW). Untuk non muslim, akan tunduk pada aturan yang ada di Pasal 881 ayat (2) BW, yang mengatakan bahwa “dengan sesuatu pengangkatan waris atau hibah yang demikian, si yang mewariskan (dan menghibahkan-red) tak boleh merugikan para ahli warisnya yang berhak atas sesuatu bagian mutlak”.

Hukum Hibah Tanpa Persetujuan Ahli Waris

Hukum Hibah Tanpa Sepengetahuan Ahli Waris. Hukum Hibah Tanpa Persetujuan Ahli Waris

BincangSyariah.Com – Pernah ada seseorang yang menghibahkan sebagian hartanya pada anak angkatnya, namun hibah tanpa persetujuan ahli waris, seperti anak-anak kandungnya. Ia boleh menghibahkan hartanya kepada siapa saja, tanpa persetujuan dan sepengetahuan dari ahli warisnya. Ketika Abu Bakar mendekati ajalnya, dia berkata; Wahai anakku, demi Allah, tidak ada seorangpun yang saya senangi untuk menjadi kaya setelahku kecuali dirimu. Abu Bakar berkata; Kandungan yang ada dalam perut binti Kharijah, saya lihat dia seorang budak wanita (tanggunganku). Dalam riwayat ini, Abu Bakar telah menghibahkan hartanya yang ada di Ghabah kepada Aisyah tanpa persetujuan dari anak-anak Abu Bakar yang lain sebelum akhirnya harta itu diminta pada Aisyah untuk dijadikan harta waris.

Hibah Orang Tua kepada Anak-anaknya dan Kaitannya dengan Waris

Hukum Hibah Tanpa Sepengetahuan Ahli Waris. Hibah Orang Tua kepada Anak-anaknya dan Kaitannya dengan Waris

Definisi hibah, menurut Pasal 171 huruf g Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Anda juga mengatakan bahwa rumah yang dihibahkan kepada Anda lebih besar daripada dua rumah lainnya yang diberikan kepada dua kakak perempuan Anda. “Samakanlah pemberian yang kamu lakukan terhadap anak-anakmu; dan sekiranya hendak melebihkan, maka hendaklah kelebihan itu diberikan kepada anak perempuan.”. Untuk diketahui, menurut hukum, hibah atas tanah dan bangunan harus dilakukan dengan akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”). Yang dilakukan oleh Ayah anda adalah hibah yang juga diatur Pasal 1666 KUHPerdata yang menyatakan sebagai berikut:. Selanjutnya, Anda menceritakan bahwa setelah ayah Anda meninggal kedua Saudara perempuan Anda ingin agar harta waris ayah Anda dibagi sesuai hukum Islam.

Jika keinginan kedua saudara perempuan Anda tersebut berkaitan dengan hibah yang telah diterima dari ayah Anda, maka kita dapat merujuk pada ketentuan Pasal 211 KHI yang menyatakan bahwa hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Tetapi apabila ada sebagian ahli waris yang mempersoalkan hibah yang diberikan kepada sebagian ahli waris lainnya, maka hibah tersebut dapat diperhitungkan sebagai harta warisan, dengan cara mengkalkulasikan hibah yang sudah diterima dengan porsi warisan yang seharusnya diterima, apabila hibah yang sudah diterima masih kurang dari porsi warisan maka tinggal menambah kekurangannya, dan kalau melebihi dari porsi warisan maka kelebihan hibah tersebut dapat ditarik kembali untuk diserahkan kepada ahli waris yang kekurangan dari porsinya.”. Kalaupun para ahli waris, terutama Anda dan kedua saudara perempuan Anda, masih belum dapat bersepakat mengenai harta warisan ayah Anda, maka hal tersebut dapat diselesaikan melalui Pengadilan Agama. Hal ini sesuai dengan Pasal 49 UU No.

Pembatasan-pembatasan Dalam Membuat Surat Wasiat

Hukum Hibah Tanpa Sepengetahuan Ahli Waris. Pembatasan-pembatasan Dalam Membuat Surat Wasiat

Dalam pembuatan wasiat, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan pembatasan yaitu: a. Tidak boleh pengangkatan waris atau hibah wasiat lompat tangan (fidei-commis); b. Tidak boleh memberikan wasiat kepada suami/istri yang menikah tanpa izin; c. Tidak boleh memberikan wasiat kepada istri kedua melebihi bagian yang terbesar yang boleh diterima istri kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 852a KUHPerdata; d. Tidak boleh membuat suatu ketetapan hibah wasiat yang jumlahnya melebihi hak pewaris (testateur) dalam harta persatuan; e. Tidak boleh menghibahwasiatkan untuk keuntungan walinya; para guru dan imam; dokter, ahli penyembuhan, ahli obat-obatan dan orang-orang lain yang menjalankan ilmu penyembuhan, yang merawat pewaris selama ia menderita penyakit yang akhirnya menyebabkan ia meninggal; para notaris dan saksi-saksi dalam pembuatan wasiat; f. Tidak boleh memberikan wasiat kepada anak luar kawin melebihi bagiannya dalam Pasal 863 KUHPerdata; g. Tidak boleh memberikan wasiat kepada teman berzina pewaris; h. Larangan pemberian kepada orang yang dijatuhi hukuman karena telah membunuh pewaris, orang yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau orang yang dengan paksaan atau kekerasan telah menghalangi pewaris untuk mencabut atau mengubah surat wasiatnya, serta isteri atau suaminya dan anak-anaknya. Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Empat Golongan Ahli Waris Menurut KUH Perdata,para ahli waris tersebut dibagi menjadi empat golongan besar, yaitu:.

Golongan III : Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris. “Surat wasiat atau testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya.”.

Sedangkan pengangkatan waris (erfstelling) penunjukkan meliputi suatu bagian tertentu yang sebanding dengan warisan (misalnya ½ dari harta peninggalan pewaris) tanpa menyebutkan benda yang diwariskan. Fidei-commis yaitu suatu ketetapan waris, dimana orang yang diangkat sebagai ahli waris atau yang menerima hibah wasiat, diwajibkan untuk menyimpan barang-barang warisan atau hibahnya, untuk kemudian menyerahkannya, baik seluruh maupun sebagian kepada orang lain.

b. Kedua: orang yang pertama-tama ditunjuk sebagai ahli waris/legetaris, dengan tugas/kewajiban menyimpan barang tersebut dan menyampaikan kepada pihak ketiga, dinamakan pemikul beban (bezwaarde);. a. Yang menjadi pemikul beban (bezwaarde) adalah seorang anak atau lebih;. Suami istri yang menikah tanpa izin, sebagaimana diatur dalam Pasal 901 KUHPerdata:. Seorang suami atau isteri tidak dapat memperoleh keuntungan dari wasiat-wasiat isteri atau suaminya, bila perkawinannya dilaksanakan tanpa izin yang sah, dan si pewaris telah meninggal pada waktu keabsahan perkawinan itu masih dapat dipertengkarkan di Pengadilan karena persoalan tersebut. Dalam hal warisan dan seorang suami atau isteri yang telah meninggal lebih dahulu, suami atau isteri yang ditinggal mati, dalam menerapkan ketentuan-ketentuan bab ini, disamakan dengan seorang anak sah dan orang yang meninggal, dengan pengertian bahwa bila perkawinan suami isteri itu adalah perkawinan kedua atau selanjutnya, dan dari perkawinan yang dulu ada anak-anak atau keturunan-keturunan anak-anak itu, suami atau isteri yang baru tidak boleh mewarisi lebih dan bagian terkecil yang diterima oleh salah seorang dan anak-anak itu, atau oleh semua keturunan penggantinya bila ia meninggal lebih dahulu, dan bagaimanapun juga bagian warisan isteri atau suami itu tidak boleh melebihi seperempat dan harta peninggalan si pewaris. Tidak boleh menghibahwasiatkan untuk keuntungan walinya; para guru dan imam; dokter, ahli penyembuhan, ahli obat-obatan dan orang-orang lain yang menjalankan ilmu penyembuhan, yang merawat pewaris selama ia menderita penyakit yang akhirnya menyebabkan ia meninggal; para notaris dan saksi-saksi dalam pembuatan wasiat (Pasal 904 – Pasal 907 KUHPerdata).

Pelaku perzinaan, baik laki-laki maupun perempuan, tidak boleh menikmati keuntungan apa pun dari wasiat kawan berzinanya, dan kawan berzina ini tidak boleh menikmati keuntungan apa pun dan wasiat pelaku, asal perzinaan itu sebelum meninggalnya pewaris, terbukti dan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Selain itu, wasiat juga harus memperhatikan bagian mutlak (legitieme portie) dari para ahli waris.

Para ahli waris yang mempunyai bagian mutlak (legitieme portie) disebut legitimaris.

Menghindari Potensi Sengketa Dalam Waris

Hukum Hibah Tanpa Sepengetahuan Ahli Waris. Menghindari Potensi Sengketa Dalam Waris

Tidak ada yang tahu usia seseorang, karena ajal dapat menjemput kapanpun dan dimanapun kita berada. Ingin rasanya membahas soal waris tapi khawatir akan dianggap tamak ataupun tidak elok oleh keluarga.

Padahal waris akan selalu melekat dalam kehidupan manusia karena kematian adalah suatu keniscayaan yang pasti terjadi. Sebenarnya untuk menghindari potensi sengketa waris di kemudian hari, setiap orang dapat mempersiapkannya dengan membuat wasiat danatau hibah pada saat masih hidup.

Adapun hibah juga diperbolehkan dalam Hukum Islam, yaitu pemberian dari seseorang yang masih hidup kepada orang lain. Sehingga jika para ahli waris sepakat dan tidak mengajukan tuntutan terhadap berkurangnya legitime portie, maka hibah ataupun wasiat tersebut tetap berlaku. Pemberian wasiat dan hibah memang lebih bersifat preventif untuk mencegah terjadinya konflik waris di kemudian hari. Khususnya hibah karena pembagiannya dilakukan saat pewaris masih hidup sehingga lebih dapat terkontrol dan mencegah terjadinya pertengkaran. Namun demikian dalam beberapa kasus tertentu, justru sengketa waris bermula dari pembagian harta benda melalui wasiat. Padahal sebenarnya selama pewaris memahami aturan terkait hibah dan wasiat, seharusnya konflik tidak akan terjadi.

Begitu juga keterbukaan informasi dari pewaris kepada para ahli warisnya sangat penting untuk meghindari sengketa. No part of this document may be disclosed, distributed, reproduced or transmitted in any form or by any means, including photocopying and recording or stored in retrieval system of any nature without the prior written consent of SIP Law Firm.

Related Posts

Leave a reply