Hibah Luar Negeri Bebas Pajak. Artinya, uang yang berasal dari pinjaman luar negeri diharapkan akan dioptimalkan untuk pembiayaaan. Dasar hukum pemberian fasilitas pajak untuk pinjaman luar negeri didasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 42 TAHUN 1995. Peraturan Pemerintah nomor 42 TAHUN 1995 mengatur bahwa PPN dan PPnBM yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor serta penyerahan Barang dan Jasa dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut.
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor barang ini dibubuhi cap “BEBAS BEA MASUK DAN BEA MASUK TAMBAHAN, TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, PAJAK PENGHASILAN DITANGGUNG OLEH PEMERINTAH” dan PIB yang telah diberi cap ini diberlakukan sebagai bukti pemungutan pajak-pajak yang terutang. Atas penyerahan/penerimaan termin proyek yang dibiayai dengan dana dari APBN/APBD/dana lain selain hibah/dana pinjaman luar negeri :.
Dokumen lain yang dipersamakan dengan DIP adalah dokumen rencana anggaran tahunan proyek, yang ditampung dalam Daftar Isian Pembiayaan Proyek (DIPP), Surat Pengesahan Anggaran BiayaProyek (SPABP), Rencana Pembiayaan Tahunan (RPT), Surat Rincian Pembiayaan Proyek Perkebunan (SRP3), Rencana Anggaran Biaya (RAB), Daftar Isian Penerusan Pinjaman Luar Negeri (DIPPLN), Surat Keputusan Otorisasi (SKO), dan dokumen lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan ; Perjanjian Penerusan Pinjaman (PPP) atau Sub-sidiary Loan Agreement (SLA) adalah perjanjian penerusan pinjaman antara Pemerintah RI cq.
PPN dan PPn BM yang terutang sehubungan dengan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri yang dituangkan dalam Daftar Isian Proyek atau dokumen yang dipersamakan dengan Daftar Isian Proyek, maupun yang diteruspinjamkan (Subsidiary Loan Agreement) yang sudah terlanjur dipungut atau disetor sejak tanggal 1 April 1995, dapat diminta pengembaliannya oleh pemilik proyek dengan surat permohonan yang ditujukan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat kontraktor utama sebagai Pengusaha Kena Pajak, dengan dilampiri : – Faktur Pajak; – Surat Setoran Pajak (SSP); – Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa (KPBJ); – Surat pernyataan bahwa PPN tersebut belum dikreditkan sebagai Pajak Masukan atau dibebankan sebagai biaya. Penyerahan/penerimaan termin (Dasar Pengenaan Pajak) atas proyek Pemerintah yang dibiayai dari hibah/dana pinjaman luar negeri dilaporkan oleh kontraktor utama dalam SPT Masa PPN Formulir 1195 kolom B.1.3.1.
harus ditulis besarnya PPN yang tidak dipungut seolah-olah ada SSP-nya dan SSP tersebut seolah-olah juga sudah diterima. Faktur Pajak yang dibuat, dimasukkan dalam Formulir 1195 A3 dan pada kolom 8 diberi keterangan SSP diterima “Eks.
Dengan demikian, Dasar Pengenaan Pajak atas proyek Pemerintah yang dananya berasal dari hibah/dana pinjaman luar negeri maupun yang berasal dari APBN/APBD dan lain-lain, kedua-duanya masuk dalam kolom B.1.3.1. Butir 1.2.1. huruf f pada halaman 9 Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN (Formulir 1195) supaya dicoret sehingga menjadi tidak ada. Sebagai tindak lanjut dari Rapat Kerja Pimpinan Direktorat Jenderal Pajak tanggal 3 dan 4 Juni 1996 dan sehubungan dengan Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Jenderal Pajak, dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: SE-64/A/71/0596, SE-32/PJ/1996 , SE-19/BC/1996 tanggal 13 Mei 1996 perihal pedoman pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 239/KMK.01/1996 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 , tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :. Hubungi Kami : Jika ada pertanyaan tentang peraturan pajak , silahkan : Email ke :.
“… serta dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance) dan tertib administrasi,” demikian penggalan salah satu pertimbangan ditetapkannya keputusan yang berlaku mulai 29 Desember 2020 ini, dikutip pada Senin (15/3/2021). Kelima, bentuk pengembangan kapasitas lainnya yang disetujui oleh DJP dan pemberi hibah langsung.
Jika penandatanganan perjanjian hibah langsung di luar wewenang Dirjen Pajak, sepanjang DJP menjadi salah satu penerima manfaat (beneficiary), Dirjen Pajak terlibat dalam penyusunan perjanjian hibah langsung tersebut. Keenam, penyelenggaraan rapat pembahasan perjanjian hibah langsung di luar wewenang Dirjen Pajak dengan DJP sebagai penerima manfaat (beneficiary).
Melalui beleid ini, otoritas juga menetapkan beberapa tata cara beserta bagannya atas administrasi pengelolaan hibah langsung tersebut.
Jakarta, 28 Juli 2020 – Penghasilan dari bantuan, sumbangan, atau harta hibahan (bagi wajib pajak penerima) maupun keuntungan akibat pengalihan harta melalui bantuan, sumbangan, atau hibah (bagi wajib pajak pemberi) dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan sepanjang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan. Syarat lain agar penghasilan dalam bentuk hibah serta pemberian dalam bentuk bantuan, sumbangan, dan hibah dapat dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan adalah pihak penerima harus merupakan:. badan sosial termasuk yayasan. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil.
Apabila penerima merupakan badan keagamaan, pendidikan, atau sosial termasuk yayasan, maka walaupun terdapat hubungan kepemilikan atau penguasaan antara pemberi dan penerima tetapi penghasilan atau keuntungan dari hasil bantuan, sumbangan, atau hibah tetap dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan. Bagi pihak pemberi, segala bentuk bantuan, sumbangan, dan hibah dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto untuk menghitung penghasilan kena pajak. Pengaturan aspek perpajakan bantuan, sumbangan, serta harta hibahan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2020 yang mulai berlaku pada 21 Juli 2020. Selain PMK-90 tersebut, Menteri Keuangan juga telah menetapkan PMK Nomor 92/PMK.03/2020 yang mengatur mengenai rincian jasa keagamaan yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai.
Jenis jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN meliputi jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan baik oleh pemerintah maupun oleh biro perjalanan wisata. Untuk mendapatkan salinan kedua PMK tersebut kunjungi www.pajak.go.id.