Hibah Dan Wasiat Dalam Hukum Perdata Islam. Testament grants are a problem that often arises in the community. Testamentary grants are seen as virtuous deeds for the culprit because on the one hand the grantee wants to get a reward that continues to flow for him, on the other hand grants are one form of good deeds that is helping people who are given grants. Because the grant is a free gift, the grant must fulfill the stipulated conditions both in Islamic law and civil law. Grants granted by the grantor to other people according to Islamic law are three opinions, which may be withdrawn, may not be withdrawn and may be withdrawn except to other people who are not close relatives.

Whereas according to the Civil Law may withdraw the testamentary grant that has been given, because the will start from a party, if the party who testifies is withdrawing its intention, that is normal and permissible. withdrawal here is the same as aborting or canceling his good intentions.

Pembatasan-pembatasan Dalam Membuat Surat Wasiat

Hibah Dan Wasiat Dalam Hukum Perdata Islam. Pembatasan-pembatasan Dalam Membuat Surat Wasiat

Dalam pembuatan wasiat, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan pembatasan yaitu: a. Tidak boleh pengangkatan waris atau hibah wasiat lompat tangan (fidei-commis); b. Tidak boleh memberikan wasiat kepada suami/istri yang menikah tanpa izin; c. Tidak boleh memberikan wasiat kepada istri kedua melebihi bagian yang terbesar yang boleh diterima istri kedua sebagaimana diatur dalam Pasal 852a KUHPerdata; d. Tidak boleh membuat suatu ketetapan hibah wasiat yang jumlahnya melebihi hak pewaris (testateur) dalam harta persatuan; e. Tidak boleh menghibahwasiatkan untuk keuntungan walinya; para guru dan imam; dokter, ahli penyembuhan, ahli obat-obatan dan orang-orang lain yang menjalankan ilmu penyembuhan, yang merawat pewaris selama ia menderita penyakit yang akhirnya menyebabkan ia meninggal; para notaris dan saksi-saksi dalam pembuatan wasiat; f. Tidak boleh memberikan wasiat kepada anak luar kawin melebihi bagiannya dalam Pasal 863 KUHPerdata; g. Tidak boleh memberikan wasiat kepada teman berzina pewaris; h. Larangan pemberian kepada orang yang dijatuhi hukuman karena telah membunuh pewaris, orang yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau orang yang dengan paksaan atau kekerasan telah menghalangi pewaris untuk mencabut atau mengubah surat wasiatnya, serta isteri atau suaminya dan anak-anaknya. Golongan III : Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris.

Fidei-commis yaitu suatu ketetapan waris, dimana orang yang diangkat sebagai ahli waris atau yang menerima hibah wasiat, diwajibkan untuk menyimpan barang-barang warisan atau hibahnya, untuk kemudian menyerahkannya, baik seluruh maupun sebagian kepada orang lain. b. Kedua: orang yang pertama-tama ditunjuk sebagai ahli waris/legetaris, dengan tugas/kewajiban menyimpan barang tersebut dan menyampaikan kepada pihak ketiga, dinamakan pemikul beban (bezwaarde);.

Suami istri yang menikah tanpa izin, sebagaimana diatur dalam Pasal 901 KUHPerdata:. Seorang suami atau isteri tidak dapat memperoleh keuntungan dari wasiat-wasiat isteri atau suaminya, bila perkawinannya dilaksanakan tanpa izin yang sah, dan si pewaris telah meninggal pada waktu keabsahan perkawinan itu masih dapat dipertengkarkan di Pengadilan karena persoalan tersebut. Dalam hal warisan dan seorang suami atau isteri yang telah meninggal lebih dahulu, suami atau isteri yang ditinggal mati, dalam menerapkan ketentuan-ketentuan bab ini, disamakan dengan seorang anak sah dan orang yang meninggal, dengan pengertian bahwa bila perkawinan suami isteri itu adalah perkawinan kedua atau selanjutnya, dan dari perkawinan yang dulu ada anak-anak atau keturunan-keturunan anak-anak itu, suami atau isteri yang baru tidak boleh mewarisi lebih dan bagian terkecil yang diterima oleh salah seorang dan anak-anak itu, atau oleh semua keturunan penggantinya bila ia meninggal lebih dahulu, dan bagaimanapun juga bagian warisan isteri atau suami itu tidak boleh melebihi seperempat dan harta peninggalan si pewaris.

Pelaku perzinaan, baik laki-laki maupun perempuan, tidak boleh menikmati keuntungan apa pun dari wasiat kawan berzinanya, dan kawan berzina ini tidak boleh menikmati keuntungan apa pun dan wasiat pelaku, asal perzinaan itu sebelum meninggalnya pewaris, terbukti dan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti. Selain itu, wasiat juga harus memperhatikan bagian mutlak (legitieme portie) dari para ahli waris.

Para ahli waris yang mempunyai bagian mutlak (legitieme portie) disebut legitimaris.

Hibah dan Wasiat

Hibah dan wasiat adalah hak mutlak pemilik harta yang akan dihibahkan atau yang akan diwasiatkan karena hukum Islam mengakui hak bebas pilih (Free Choise) dan menjamin bagi setiap muslim dalam melakukan perbuatan hukum terhadap haknya (Khiyar Fil-kasab). Oleh karena itu pula wasiat selalu didahulukan dari pembagian waris, tingkat fasilitasnya sama dengan membayar zakat atau hutang (jika ada) berkenaan dengan perbuatan hukum dan peristiwa hukum elaksanaan hibah dan wasiat yang tampak sepele sehingga karena dianggap sepele cenderung dilakukan tanpa perlu dibuatkan akta sebagai alat bukti. yaitu pemberian benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.

Ketentuan ini merupakan garis hukum islam berdasarkan hadits Rasulullah yang diwriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Ibnu Abbas yang pada intinya dapat dicabut secara sepihak, tetapi ketentuan ini tidak mudah dilaksanakan apabila harta hibah sudah berganti tangan dalam bentuk benda lain. dasar hukum wasiat wjibah adala firman Allah SWT dalam surat Al-Baqoroh ayat 180, sehingga para ulama setelah masa tabi’in seperti Sa’idbin Musayyab, hasan bashri, Thawus, Imam Ahmad bin Hamabal, daud Az-Zhahiri,Ibu jarir Al-Tobari Ishaq bin Rahawaih, Ibnu hazm dan lain-lain berdasarkan hal ayat tersebut berpendapat wajib untuk berwasiat kepada kerabat yang tidak berhak mendapat waris karena terhijab oleh ahli waris yang lainnya. Putusan Pengadilan Agama tentang hibah tersebut tentu perlu ditindaklanjuti oleh para pejabat yang diberi wewenang atau instansiterkait dengan persoalan benda tidak bergerak. Masalahnya belum ada peraturan perundang-undangan atau setidak-tidaknya perlu SKB antara Mahkamah Agung RI sebagai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dan merupakan Pengadilan Negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan (UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman) dengan lembaga atau instansi pemerintah untuk menindaklanjuti putusan-putusan Pengadilan Agama. Putusan pengadilan deklarator, konstitutif maupun kondemnator pada asasnya melahirkan hukum baru terhadap peristiwa hukuhm yang diputuskan.

Tugas Pokok dan Fungsi

Hibah Dan Wasiat Dalam Hukum Perdata Islam. Tugas Pokok dan Fungsi

b) Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan transparansi informasi peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhinya; 12.

Selanjutnya dikemukakan pula mengenai keseragaman kekuasaan Pengadilan Agama di seluruh wilayah nusantara yang selama ini berbeda satu sama lain, karena perbedaan dasar hukumnya. Mengenai wasiat, wewenang Pengadilan Agama diatur dalam penjelasan UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Peradilan.

Ketentuan lebih detail diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). Infaq dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 diartikan dengan: “perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rizqi (karunia), atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlash, dan karena Allah Subhanahu Wata’ala.”.

Menghindari Potensi Sengketa Dalam Waris

Hibah Dan Wasiat Dalam Hukum Perdata Islam. Menghindari Potensi Sengketa Dalam Waris

Tidak ada yang tahu usia seseorang, karena ajal dapat menjemput kapanpun dan dimanapun kita berada. Padahal waris akan selalu melekat dalam kehidupan manusia karena kematian adalah suatu keniscayaan yang pasti terjadi.

Sebenarnya untuk menghindari potensi sengketa waris di kemudian hari, setiap orang dapat mempersiapkannya dengan membuat wasiat danatau hibah pada saat masih hidup. Adapun hibah juga diperbolehkan dalam Hukum Islam, yaitu pemberian dari seseorang yang masih hidup kepada orang lain.

Sehingga jika para ahli waris sepakat dan tidak mengajukan tuntutan terhadap berkurangnya legitime portie, maka hibah ataupun wasiat tersebut tetap berlaku. Pemberian wasiat dan hibah memang lebih bersifat preventif untuk mencegah terjadinya konflik waris di kemudian hari. Khususnya hibah karena pembagiannya dilakukan saat pewaris masih hidup sehingga lebih dapat terkontrol dan mencegah terjadinya pertengkaran. Namun demikian dalam beberapa kasus tertentu, justru sengketa waris bermula dari pembagian harta benda melalui wasiat.

No part of this document may be disclosed, distributed, reproduced or transmitted in any form or by any means, including photocopying and recording or stored in retrieval system of any nature without the prior written consent of SIP Law Firm.

Related Posts

Leave a reply