Dalil Hibah Dalam Al Quran Adalah. Definisi hibah, menurut Pasal 171 huruf g Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. “Samakanlah pemberian yang kamu lakukan terhadap anak-anakmu; dan sekiranya hendak melebihkan, maka hendaklah kelebihan itu diberikan kepada anak perempuan.”. Di sisi lain, Anda tidak menjelaskan apakah hibah rumah tersebut dilakukan sesuai prosedur yang semestinya.

“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. “Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Hal ini berdasarkan ketentuan dalam Pasal 176 KHI yang menyatakan sebagai berikut :.

Jika keinginan kedua saudara perempuan Anda tersebut berkaitan dengan hibah yang telah diterima dari ayah Anda, maka kita dapat merujuk pada ketentuan Pasal 211 KHI yang menyatakan bahwa hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Penjelasan mengenai Pasal 211 KHI, berikut kami kutip uraian Drs. Ketua PA Rangkasbitung) dalam tulisannya berjudul Hibah, Fungsi dan Korelasinya dengan Kewarisan (diunduh dari www.badilag.net):.

Tetapi apabila ada sebagian ahli waris yang mempersoalkan hibah yang diberikan kepada sebagian ahli waris lainnya, maka hibah tersebut dapat diperhitungkan sebagai harta warisan, dengan cara mengkalkulasikan hibah yang sudah diterima dengan porsi warisan yang seharusnya diterima, apabila hibah yang sudah diterima masih kurang dari porsi warisan maka tinggal menambah kekurangannya, dan kalau melebihi dari porsi warisan maka kelebihan hibah tersebut dapat ditarik kembali untuk diserahkan kepada ahli waris yang kekurangan dari porsinya.”.

4 Rukun Hibah dalam Islam yang Harus Dipenuhi

Dalil Hibah Dalam Al Quran Adalah. 4 Rukun Hibah dalam Islam yang Harus Dipenuhi

Pengertian hibah beda dengan warisan karena diberikan saat pemberi masih hidup, bukan ketika sudah meninggal. Kata hibah disebutkan dalam Al Quran surat Maryam ayat 5-6,. Situs menerangkan ada empat rukun hibah yang harus dipenuhi kaum muslim. Penerima hibah tidak wajib memberi balas jasa atau imbalan apapun atas hadiah yang diterima.

Artinya, tidak ada aturan atau ketetapan terkait memberikan balasan setelah menerima hibah. Barang yang sudah dihibahkan tidak bisa ditarik kembali, sesuai hadits nabi sebagai berikut,.

Rasulullah SAW dalam haditsnya mengingatkan kaum muslim jangan segan saling berbagi. Setelah mengetahui rukun hibah semoga memotivasi kaum muslim untuk tidak ragu memberikan barang sukarela kepada yang membutuhkan.

Hibah dan Wasiat

Adalah suatu kodrat, bahwa kehidupan dan perilaku pergaulan manusia secara kontinyu mengalami perubahan. Meskipun atas pengaruh hukum Islam, tetapi berbeda nilai idiilnya dengan hukum islam, karena dalam KUH Perdata hibah dan wasiat digolongkan perjanjian cuma-cuma yang tidak mengandung unsur kasih sayang dan tolong menolong.

sedangkan dalam hal islam perbuatan hukumnya dilihat dari kamul khomsah pada assanya sunnah (Al-Baqoroh ayat 177 dan 180). Codex justinianus khususnya hukum perdata menjadi sumber utama dari hukum perdata modern(Theo Huibers, 1990:34).Meskipun Codex Justinianus khususnya dibidang hukum perdata yang dikatakan menjadi sumber utama dari hukum perdata modern, namun BW (KUH Perdata) yang sekarang berlaku di Indonesia yang doberlakukan berdasarkan pasal II Aturan peralihan UUD 1945 adalah bersumber dan meniru kitab fiqih hasil karya Ulama Islam.Kitab fiqih mazhab sudah ada sejak tahun 800 M sedangkan BW Eropa baru pada awal abad XIX M, yakni berdasarkan code napolion yang disusun setelah napolion kembalidari bermukim di Mesir selama kurang lebih 15 bulan antara Bulan Mei 1798 sampai bulan Agustus 1799. Hibah dan wasiat adalah hak mutlak pemilik harta yang akan dihibahkan atau yang akan diwasiatkan karena hukum Islam mengakui hak bebas pilih (Free Choise) dan menjamin bagi setiap muslim dalam melakukan perbuatan hukum terhadap haknya (Khiyar Fil-kasab). Oleh karena itu pula wasiat selalu didahulukan dari pembagian waris, tingkat fasilitasnya sama dengan membayar zakat atau hutang (jika ada) berkenaan dengan perbuatan hukum dan peristiwa hukum elaksanaan hibah dan wasiat yang tampak sepele sehingga karena dianggap sepele cenderung dilakukan tanpa perlu dibuatkan akta sebagai alat bukti.

yaitu pemberian benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Pengertian hibah dalam kajian fiqih adalah pemberian sesuatu untuk menjadi milik orang lain dengan maksud untuk berbuat baik yang dilaksanakan semasa hidupnya tanpa imbalan dan tanpa illat (karena sesuatu). dalam KHI disyaratkan penghibah sudah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat tanpa paksaan yang sama maknanya dengan kajian fiqih, bahwa anak kecil dan wali tidak sah menghibahkan, karena belum cukup umur (ahliyatul ada’al-kamilah) dan bagi wali karena benda yang dihibahkan bukan miliknya.Pelaksanaan hibahdisyaratkan ijab kabul, sedangkan dalam shadaqah dan hadiah tidak disyaratkan ijab kabul. Dalam pasal 211 KHI disebutkan hibah orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Ketentuan ini merupakan garis hukum islam berdasarkan hadits Rasulullah yang diwriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Ibnu Abbas yang pada intinya dapat dicabut secara sepihak, tetapi ketentuan ini tidak mudah dilaksanakan apabila harta hibah sudah berganti tangan dalam bentuk benda lain. dasar hukum wasiat wjibah adala firman Allah SWT dalam surat Al-Baqoroh ayat 180, sehingga para ulama setelah masa tabi’in seperti Sa’idbin Musayyab, hasan bashri, Thawus, Imam Ahmad bin Hamabal, daud Az-Zhahiri,Ibu jarir Al-Tobari Ishaq bin Rahawaih, Ibnu hazm dan lain-lain berdasarkan hal ayat tersebut berpendapat wajib untuk berwasiat kepada kerabat yang tidak berhak mendapat waris karena terhijab oleh ahli waris yang lainnya.

Apabila seorang meninggal tanpa meninggalkan wasiat wajibah, Ibnu Hazm Cs membatasi hanya pada cucu sebanyak bagian ayah atau ibunya apabila keduanya masih hidupdan tidak boleh lebih dari 1/3 harta (Ibrahim Husen, 1985:24). Tetapi berbeda ketentuannya antara wasiat wajibat dengan ahli waris pengganti (plaatsvervangend erfgenaam).

Tetapi apabila memperhatikan ketentuan ahli waris pengganti dengan wasiat wajibah diukur dari rasa keadilan, maka menggunakan dasar ahli waris pengganti lebih adil dari pada berdasarkan berdasarkan wasiat wajibah. Pelaksanaan Putusan Peradilan Agama Pemberian harta melalui hibah dan wasiat, baik kepada ahli waris maupun kerabat dan orang lain dapat melindungi hak yang bersangkutan dari ahli waris yang lain.

Kemudian suami kawin lagi dengan perempuan lain (istri yang kedua) dan mempunyai anak. Selain dari itu sering terjadi dalam perkara perceraian, suami istri menghibahkan harta bersama misalna tanah berikut bangunan rumah diatasnya kepada salah satu pihak dari suami atau istri atau kepada anak-anaknya.

Putusan Pengadilan Agama tentang hibah tersebut tentu perlu ditindaklanjuti oleh para pejabat yang diberi wewenang atau instansiterkait dengan persoalan benda tidak bergerak. Kalau dikaji lebih lanjut penyelesaian perkara di Peradilan Agama dengan menggunakan hukum acara yang berlaku berdasarkan Pasal 54 UUPA sesungguhnya banyak tidak relevan dengan kaakteristik perkara yang menjadi wewenang Peradilan Agama.

Masalahnya belum ada peraturan perundang-undangan atau setidak-tidaknya perlu SKB antara Mahkamah Agung RI sebagai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dan merupakan Pengadilan Negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan (UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman) dengan lembaga atau instansi pemerintah untuk menindaklanjuti putusan-putusan Pengadilan Agama. Putusan pengadilan deklarator, konstitutif maupun kondemnator pada asasnya melahirkan hukum baru terhadap peristiwa hukuhm yang diputuskan.

Rumah yang Dihadiahkan Suami kepada Istrinya, Harta Bersama

Dalil Hibah Dalam Al Quran Adalah. Rumah yang Dihadiahkan Suami kepada Istrinya, Harta Bersama

Di dalam Pasal 35 ayat (1) UUP disebutkan bahwa: “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”. Kemudian, di dalam Pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) harta bersama diatur sebagai berikut :.

Dengan demikian berdasarkan ketentuan ini, harta bersama adalah semua harta yang diperoleh suami dan istri di dalam masa perkawinannya, dan tidak termasuk harta bawaan , hibah , dan warisan (kecuali diperjanjikan lain di dalam Perjanjian Perkawinan). Pada sisi lain, sebagai perbandingan, di dalam Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) mengatur bahwa: Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antarà suami isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Secara umum, dalam hukum Islam tidak diatur mengenai harta bersama. Akan tetapi, persoalannya adalah bahwa dalam pembelian harta tersebut tidak mempermasalahkan apakah suami atau istri yang membeli, atau harta tersebut harus terdaftar dengan nama siapa dan dimana harta itu terletak. 3. ditentukan oleh keberhasilan dalam membuktikan dalam persidangan bahwa harta sengketa atau harta yang digugat benar-benar diperoleh selama perkawinan berlangsung, dan uang yang digunakan untuk membeli harta tersebut bukan berasal dari harta pribadi. Pengertian untuk dimiliki ini berakibat hukum bahwa harta yang dihibahkan akan menjadi milik orang yang diberikan hibah tersebut.

Hal ini didasarkan pada hadits berikut:. Jumhur ulama berpendapat bahwa ruju’ (mengambil kembali, ed) di dalam hibah itu haram, sekalipun hibah itu terjadi di antara saudara atau suami isteri, kecuali bila hibah itu hibah dari orang tua kepada anaknya, maka ruju’-nya diperbolehkan berdasarkan hukum ketentuan ini dapat ditemukan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu Majjah dan At-Tarmidzi dan dia mengatakan bahwa hadis ini hasan lagi shahih.

Dengan demikian menurut hemat kami, ketentuan menurut Al-Quran dan Hadits yang disebutkan di atas, menyatakan bahwa harta yang dihibahkan akan menjadi hak milik orang yang diberi.

Related Posts

Leave a reply