Cara Mengurus Sertifikat Tanah Dari Akta Hibah. Bukan hanya jumlahnya yang cukup fantastis, kepemilikan sejumlah 20 aset dan bangunan juga ikut menjadi perbincangan. Tanah hibah ini, hibahnya tetap sah,” kata Staf Khusus Menteri ATR/Kepala BPN Teuku Taufiqulhadi kepada Bisnis, Senin (8/11/2021). Berdasarkan laman Kementerian ATR/BPN, persyaratan dalam peralihan hibah, yakni formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup, surat kuasa apabila dikuasakan, fotokopi identitas pemohon/para ahli waris (KTP/KK), dan surat kuasa apabila dikuasakan yang telah dicocokan dengan aslinya oleh petugas loket. Lalu dibutuhkan sertifikat asli, akta hibah dari PPAT, izin pemindahan hak apabila di dalam sertifikat/keputusannya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak tersebut hanya boleh dipindahtangankan jika telah di peroleh izin dari instansi yang berwenang. Selain itu, dibutuhkan juga fotokopi SPPT dan PBB tahun berjalan yang telah dicocokan dengan aslinya oleh petugas loket, penyerahan bukti SSB (BPHTB), dan bukti bayar uang pemasukan (pada saat pendaftaran hak). Di sini pemohon juga dibebankan sejumlah uang yang harus diberikan dalam pengurusan tanah hibah.

Yang Harus Diurus Lebih Dulu Jika Ingin Menghibahkan Sebagian

Cara Mengurus Sertifikat Tanah Dari Akta Hibah. Yang Harus Diurus Lebih Dulu Jika Ingin Menghibahkan Sebagian

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, sertifikat hak atas tanah diatur dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) jo. Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP 24/1997”) yang menyebutkan:.

Sehingga dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa sertifikat merupakan sebuah bukti legalitas kepemilikan tanah yang kuat secara hukum, dan dengan bebas dapat dipergunakan oleh pemiliknya sebagai sebuah alas hak, hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 570 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang menyebutkan:. Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan.

Hibah secara eksplisit diatur dan dijelaskan dalam Pasal 1666 KUH Perdata yang berbunyi:. Selain dalam tersebut, pengertian tentang hibah juga diatur pada Buku ke II Bab I Ketentuan Umum Pasal 171 huruf g Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang menyebutkan:. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.

Akta hibah pada dasarnya diakui oleh negara dalam hal peralihan hak kepemilikan tanah, oleh karenanya akta hibah bisa dipergunakan sebagai dasar melakukan pemecahan sertifikat hak milik sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 95 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“Permen Agraria 3/1997”) yang berbunyi:. Berdasarkan ketentuan di atas, pemecahan sertifikat induk tanah dapat dilakukan secara langsung tanpa perlu melampirkan akta hibah, melainkan cukup dengan menyebutkan untuk apa kepentingan pemecahan tersebut dan melampirkan syarat-syarat di atas.

Proses Pembuatan Akta Hibah Oleh Camat

Cara Mengurus Sertifikat Tanah Dari Akta Hibah. Proses Pembuatan Akta Hibah Oleh Camat

Dalam Pasal 1682 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (untuk selanjutnya disebut dengan “KUHPerdata”), hibah barang bergerak harus dengan akta Notaris dan sedangkan hibah untuk Tanah dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) sesuai Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. Sebelum menjalankan jabatannya sebagai PPAT Sementara, Camat harus mengangkat sumpah terlebih dahulu dihadapan Kepala BPN setempat (Pasal 15 ayat (1) PJPPAT) dan wilayah kerja PPAT Sementara sesuai dengan wilayah jabatan camat tersebut (Pasal 12 ayat (2) PJPPAT).

Karena sifatnya cuma-cuma, maka si pemberi hibah bebas dari PPh, asalkan hibah dilakukan dari orang tua ke anak dan sebaliknya, namun jika antar saudara kandung ataupun ke orang lain, tetap dikenai PPh layaknya jual beli. Setelah semua terpenuhi, penandatanganan akta hibah dapat dilaksanakan, untuk kemudian Camat mendaftarkan proses balik nama sertipikat tersebut. Untuk detil proses pembuatan akta hibah secara lengkap dapat dibaca di buku saya yang berjudul: “Kiat Cerdas Mudah dan Bijak Dalam Mengatasi Masalah HUKUM PERTANAHAN” (Kaifa, 2010).

Related Posts

Leave a reply