Hukum Aqiqah Bagi Orang Meninggal. Bila belum terlaksana sampai melewati hari tersebut, orang tua masih disunnahkan aqiqah untuk anaknya hingga ia mencapai usai baligh. Justru kemudian saat mencapai usia baligh, anak yang bersangkutan diperbolehkan memilih antara mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak. Merujuk Keputusan Bahtsul Masail ke-17 Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) Se-Jawa Madura, hukum mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal diperbolehkan bila ada wasiat.
Hal ini disamakan dengan hukum berkurban untuknya yang juga seperti itu hukumnya. Sedangkan mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal dunia hukumnya juga diperbolehkan bila ada wasiat sebagaimana diperbolehkannya melakukan kurban atas nama mayit (menurut sebagian pendapat).” (Keputusan Komisi A Bahtsul Masail ke-17 Forum Musyawarah Pondok Pesantren Se Jawa Madura di PP Nurul Cholil Bangkalan pada 8-9 Jumadal Ula 1429 H/14-15 Mei 2008 M). Artinya, “Tidak boleh kurban atas nama mayit bila semasa hidupnya ia tidak mewasiatkannya, karena firman Allah yang artinya ‘Bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya’ (an-Najm ayat 39).
Bila belum terlaksana sampai melewati hari tersebut, orang tua masih disunnahkan aqiqah untuk anaknya hingga ia mencapai usai baligh. Justru kemudian saat mencapai usia baligh, anak yang bersangkutan diperbolehkan memilih antara mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak. (Muhammad bin Umar Nawawi Al-Bantani, Tausyih ‘alâ Ibnil Qâsim, halaman 273).
Dari penjelasan tersebut kita ketahui bahwa sebenarnya yang dianjurkan beraqiqah adalah orang tua dan kemudian anak yang bersangkutan bila belum sempat diaqiqahi sampai usia balighnya. Merujuk Keputusan Bahtsul Masail ke-17 Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) Se-Jawa Madura, hukum mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal diperbolehkan bila ada wasiat.
Hal ini disamakan dengan hukum berkurban untuknya yang juga seperti itu hukumnya. Bagi Siapa Saja yang Suka Berbuat Buruk, Berikut 8 Nama-Nama Neraka Serta Calon Penghuninya.
“Mengaqiqohi orang tua yang masih hidup hukumnya boleh bila ada izin darinya. Sedangkan mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal dunia hukumnya juga diperbolehkan bila ada wasiat sebagaimana diperbolehkannya melakukan kurban atas nama mayit (menurut sebagian pendapat).” (Keputusan Komisi A Bahtsul Masail ke-17 Forum Musyawarah Pondok Pesantren Se Jawa Madura di PP Nurul Cholil Bangkalan pada 8-9 Jumadal Ula 1429 H/14-15 Mei 2008 M).
Bolehkah anak diakikahkan oleh selain orang tuanya? dan bolehkah aqiqah kambing perempuan yang digunakan? Hukum asal Aqiqah adalah sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan), atas orang tua bagi anaknya, setelah sang anak berusia tujuh hari.
Jika sang anak wafat di atas usia tujuh hari, maka ada perbedaan di kalangan ulama soal kesunnahannya. Jumhur ulama berpendapat sudah tak disunnahkan lagi. Tapi mubah (boleh) mengaqiqahi anak yang sudah wafat. “Semua anak yang lahir tergadaikan dengan aqiqahnya” [HR Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa-i]. Kesunnahan aqiqah dibebankan atas orang tua kandung. Sebaiknya, uang aqiqahnya diserahkan kepada orang tua si anak agar diaqiqahkan sendiri oleh orang tuanya.
Yakni jika terkait jenis kelamin kambing, tidak ada dalil tegas apakah harus jantan atau betina.
Kesunnahan melaksanakan aqiqah ini dibebankan kepada orang tua sebagai rasa syukur atas kelahiran sang anak. “Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama” [HR Abu awud, no. Tergadai di sini dapat diartikan bahwa orang tua harus menebus kelahiran sang buah hati dengan menyembelih kambing. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa boleh melaksanakan aqiqah saat beranjak dewasa.
Pernyataan ini dikemukakan untuk menopang pendapat bahwa aqiqah atau kurban merupakan ibadah yang membutuhkan niat. Alasan pandangan ini adalah bahwa berkurban termasuk sedekah, sedangkan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.
Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama” (Lihat Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 8, h. 406). Bahwa aqiqah dalam hal ini dimaksudkan sebagai sedekah, sedangkan untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama. Bahwa berkurban dalam hal ini dimaksudkan sebagai sedekah, sedangkan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/61993/hukum-berkurban-untuk-orang-yang-telah-meninggal-dunia.
Alasan pandangan ini adalah bahwa berkurban termasuk sedekah, sedangkan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/61993/hukum-berkurban-untuk-orang-yang-telah-meninggal-dunia.
Penjelasan itu ia sampaikan dalam Kajian Bulanan MTT PWM Jatim di Hall Sang Pencerah Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG). Dia menjelaskan, karena tiadanya dalil sahih tentang syariat kurban bagi orang atau keluarga yang sudah meninggal, maka ulama pun berbeda pendapat dalam menentukan hukumnya.
Nah, sambungnya, jika ulama berbeda berpendapat tentang berkurban atas nama orang yang sudah meninggal tanpa wasiat darinya, maka jumhur ulama membolehkan atau dan membenarkan berkurban atas nama yang sudah meninggal bila sebelum wafatnya sempat berwasiat atau bernadzar. Ustadz Zuhdi menyabutkan, ada beberapa hadis tentang perintah melaksanakan nazar atau wasiat bagi orang meninggal.
Salah satunya hadis riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas bahwa Sa’ad bin Ubadah pernah meminta fatwa kepada Rasulullah, “Ibuku telah meninggal dunia sedang dia mempunyai kewajiban nazar yang belum ia tunaikan?” Maka Rasulullah bersabda, “Tunaikanlah untuknya.”.