Melaksanakan Aqiqah Bagi Orang Tua Hukumnya. Sebagai salah satu bentuk syukur atas lahirnya buah hati, umat muslim dianjurkan untuk melakukan aqiqah anak. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan prosesi penyembelihan hewan ternak seperti kambing atau domba untuk dibagikan kepada keluarga dan orang-orang yang membutuhkan. Artinya, apabila seorang muslim mampu melaksanakannya (karena mempunyai harta yang cukup) maka ia dianjurkan untuk melakukan aqiqah bagi anaknya saat anak tersebut masih bayi. Aqiqah membantu dalam mewujudkan rasa syukur kepada Allah SWT atas karuniaNya berupa kelahiran seorang anak. Namun jika seseorang tersebut berada dalam kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan, maka kewajiban melaksanakan aqiqah pun gugur. Daging aqiqah anak yang sudah disembelih, menurut anjuran Islam harus dibagikan kepada para tetangga dan kerabat.
Sama seperti pemberian nama, Rasulullah SAW sangat menganjurkan agar melakukan cukur rambut pada anak yang baru lahir di hari ke-7. Dalam hal ini, paling penting adalah niat orang yang mewakilkan penyembelihan dan pengolahan daging aqiqah anak.
Goal Savers iB dari CIMB Niaga Syariah menawarkan kemudahan dalam bentuk fleksibilitas cara menabung bagi Anda.
Rasanya sudah menjadi kewajiban bagi orang tua untuk melakukan aqiqah kepada anaknya yang baru lahir. Hal ini karena saat usia sudah mencapai baligh, maka seluruh kewajibannya pun telah menjadi tanggungan diri sendiri.
Namun ada pula yang menyatakan jika hal tersebut sebenarnya tak perlu dilakukan. Jika anda seorang anak dan ingin melaksanakan aqiqah untuk orang tua yang telah meninggal, sebenarnya hal tersebut tidak dilarang. Begitupun jika ingin mengaqiqahkan orang tua yang masih hidup namun belum mampu melaksanakan aqiqah.
Anak bisa melaksanakan proses aqiqah untuk kedua orang tuanya, asalkan didapatkan izin darinya. Lalu bagaimana jika orang tua tidak pernah memberikan wasiat bagi anak untuk melaksanakan aqiqah?
Tentu saja ini akan menjadi pahala baik bagi orang tua yang telah meninggal. Namun hal ini masih tetap diperbolehkan, apalagi jika niatnya ingin menjadikannya sebagai pahala baik bagi kedua orang tua.
Aqiqah sendiri sebutan untuk rambut yang berada di kepala si bayi ketika ia lahir. Sedangkan, berdasarkan istilah artinya sesuatu yang disembelih ketika menggundulkan kepala si bayi. Tetapi, menjadi wajib bila dinazarkan sebelumnya.Aqiqah bertujuan untuk menghilangkan gangguan dari sang anak sehingga fisik dan akhlak tumbuh dengan baik.
Selain itu, tujuan sedekah dalam hukum aqiqah bisa terlaksana.Hal itu berdasarkan hadist riwayat Bukhari yang berbunyi:Arab: عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيقَتُهُ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأَذَى »Artinya: Dari Salman bin 'Amir Adh Dhabbi, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Pada (setiap) anak laki-laki (yang lahir) harus diaqiqahi, maka sembelih lah (aqiqah) untuknya dan hilangkan gangguan darinya.'. Bila belum terlaksana karena beberapa uzur, bisa dilakukan pada kelipatan tujuh lainnya.Proses penyembelihan disunnahkan ketika fajar menyingsing. Baca juga: Cara Menebalkan Rambut yang Kuat dan Fleksibel Untuk Bebaskan Diri Lakukan Apapun. Alhasil, hukum aqiqah setelah dewasa menjadi gugur karena merupakan tanggung jawab orang tua dan bukan anak. Terlebih, hukum aqiqah berlaku saat memasuki waktu yang dianjurkan. Dan barang-siapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Semoga hukum aqiqah di atas bisa kita amalkan ya!
Bila belum terlaksana sampai melewati hari tersebut, orang tua masih disunnahkan aqiqah untuk anaknya hingga ia mencapai usai baligh. Justru kemudian saat mencapai usia baligh, anak yang bersangkutan diperbolehkan memilih antara mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak. Merujuk Keputusan Bahtsul Masail ke-17 Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) Se-Jawa Madura, hukum mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal diperbolehkan bila ada wasiat. Sedangkan mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal dunia hukumnya juga diperbolehkan bila ada wasiat sebagaimana diperbolehkannya melakukan kurban atas nama mayit (menurut sebagian pendapat).” (Keputusan Komisi A Bahtsul Masail ke-17 Forum Musyawarah Pondok Pesantren Se Jawa Madura di PP Nurul Cholil Bangkalan pada 8-9 Jumadal Ula 1429 H/14-15 Mei 2008 M). Artinya, “Tidak boleh kurban atas nama mayit bila semasa hidupnya ia tidak mewasiatkannya, karena firman Allah yang artinya ‘Bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya’ (an-Najm ayat 39).
Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ummu Karaz Al Ka’biyah bahwa ia bertanya kepada rasulullah tentang akikah. Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi akikah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, tetapi jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk akikah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala.
Dalil-dalil yang menyatakan hal ini, di antaranya, adalah hadis Rasulullah ﷺ, "Setiap anak tertuntut dengan akikahnya?". Ada juga sebagian ulama yang mengingkari disyariatkannya (masyri'iyyat) akikah, tetapi pendapat ini tidak berdasar sama sekali. Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa agama Islam membedakan antara akikah anak laki-laki dan anak perempuan, maka jawabannya adalah bahwa seorang muslim, ia berserah diri sepenuhnya pada perintah Allah SWT, meskipun ia tidak tahu hikmah akan perintah tersebut, karena akal manusia terbatas.
Seperti dalam definisi tersebut di atas, bahwa akikah adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh semenjak kelahiran seorang anak, sebagai rasa syukur kepada Allah. Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa akikah hanya boleh dengan menggunakan kambing saja, sesuai dalil-dalil yang datang dari Rasulullah ﷺ. Zaki Ahmad dalam bukunya "Kiat Membina Anak Sholeh" disebutkan manfaat-manfaat yang akan didapat dengan berakikah, di antaranya:[6].
Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan hewan akikah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih akikah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: "...dan bila tidak diakikahi oleh ayahnya kemudian dia mengakikahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa.".