Hukum Aqiqah Orang Sudah Mati. Apa hukum aqiqah untuk orang tua yang sudah meninggal? Dari penjelasan tersebut kita ketahui bahwa sebenarnya yang dianjurkan beraqiqah adalah orang tua dan kemudian anak yang bersangkutan bila belum sempat diaqiqahi sampai usia balighnya. Merujuk Keputusan Bahtsul Masail ke-17 Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) Se-Jawa Madura, hukum mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal diperbolehkan bila ada wasiat. Sedangkan mengaqiqohi orang tua yang sudah meninggal dunia hukumnya juga diperbolehkan bila ada wasiat sebagaimana diperbolehkannya melakukan kurban atas nama mayit (menurut sebagian pendapat).” (Keputusan Komisi A Bahtsul Masail ke-17 Forum Musyawarah Pondok Pesantren Se Jawa Madura di PP Nurul Cholil Bangkalan pada 8-9 Jumadal Ula 1429 H/14-15 Mei 2008 M). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hukum aqiqah untuk orang tua yang sudah meninggal adalah boleh selama ada wasiat darinya, sebagaimana hukum berkurban untuknya. Demikian jawaban singkat ini, semoga dapat dipahami dengan baik.
Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Hal ini didasarkan kepada sabda beliau, salah satunya adalah yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi;. “Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk berkurban, dan hal itu merupakan sunnah bagi kalian” (HR. Kesunnahan dalam hal ini adalahsunnah kifayah jika dalam keluarga adalah satu dari mereka telah menjalankan kurban maka gugurlah kesunnahan yang lain, tetapi jika hanya satu orang maka hukumnya adalah sunnah ‘ain.sedang kesunnahan berkurban ini tentunya ditujukan kepada orang muslim yang merdeka, sudah baligh, berakal dan mampu.
Biasanya hal ini dilalukan oleh pihak keluarganya, karena orang yang telah meninggal dunia sewaktu masih hidup belum pernah berkurban. Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin dengan tegas menyatakan tidak ada kurban untuk orang yang telah meniggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat.
Alasan pandangan ini adalah bahwa berkurban termasuk sedekah, sedangkan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama” (Lihat Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 8, h. 406).
Alasan mereka adalah karena kematian tidak bisa menghalangi orang yang meninggal dunia untuk ber-taqarrub kepada Allah sebagaimana dalam sedekah dan ibadah haji” (Lihat, Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyyah-Kuwait, Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwatiyyah, Bairut-Dar as-Salasil, juz, 5, h. 106-107). Bahwa berkurban dalam hal ini dimaksudkan sebagai sedekah, sedangkan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.
Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca. * Pertanyaan bisa disampaikan melalui email [email protected] dengan menuliskan subjek "Bahtsul Masail" disertai judul pertanyaannya.
Selain itu, ketika orang tua melakukan akikah untuk anaknya, maka anak tersebut bisa memberikan syafaat kepada orang tuanya nanti di akhirat. Ibnul Qayyim Aljauziyah dalam kitabnya Zadul Ma’ad mengutip perkataan Imam Ahmad bahwa maksud “tergadai” dalam hadis di atas adalah anak tidak bisa memberikan syafaat kepada orang tuanya.
Jika orang tua tidak melakukan akikah untuk anaknya, maka anak tersebut tidak bisa memberikan syafaat nanti di akhirat. Dengan demikian, jika anak telah dilahirkan, maka orang tua disunahkan melakukan akikah untuknya, baik anak tersebut masih hidup atau sudah meninggal.
Namun, ada perbedaan pendapat yang disampaikan oleh ulama yakni kurban diperbolehkan bagi orang yang meninggal dunia meskipun tidak atau belum diberikan izin maupun wasiat dari almarhum. Bahkan Imam An-Nawawi menegaskan dalam karyanya, Al-Majmu’Syarh al-Muhadzdzab yang artinya: “Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia, maka Abu Al-Hasan Al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana konsensus para ulama,” (Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab,. Kesimpulan dari pendapat-pendapat para ulama di atas ialah hukum berkurban untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan jika almarhum memberikan wasiat kepada anggota keluarga yang masih hidup untuk menunaikan kurban.
Namun, jika sudah meninggal dan tidak memberikan wasiat apapun maka ada beberapa pendapat yang berbeda.
Pertama, orang yang hidup mengikutkan pahala berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia. Kedua, menyembelih kurban yang disebabkan tuntunan wasiat yang disampaikan sebelum seseorang meninggal dunia. Jika orang yang telah meninggal itu meninggalkan suatu wasiat, maka orang yang menerima wasiat tersebut harus melaksanakannya dan seluruh dagingnya harus disedekahkan kepada fakir miskin.
Hukum hewan yang disembelih untuk selamatan arwah keluarga yang meninggal yang diniatkan untuk akikah. Untuk pertanyaan kedua ini, ada dua persoalan serius yang perlu dipahami, yaitu; pertama terkait dengan hukum melakukan ritual baik dengan menyembelih hewan maupun ritual tertentu bagi keselamatan arwah keluarga yang sudah meninggal dunia.
Andaikan keselamatan arwah orang yang meninggal dunia dapat diwujudkan oleh orang lain dengan ritual-ritual tertentu, maka sejahat apapun seseorang akan selamat di akhirat, karena keluarganya telah menyembelihkan hewan untuknya dan mengundang orang banyak untuk melakukan amalan tertentu dan mendoakan keselamatannya. Mendoakan keselamatan seorang muslim yang telah meninggal dunia merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan dalam Islam terlebih lagi jika yang meninggal dunia itu orang tua sendiri.
Namun mendoakan orang yang meninggal dunia itu bukan dilakukan dengan cara-cara yang dilarang agama, seperti dengan menyembelih hewan untuk acara-acara atau ritual tertentu dan pada hari-hari tertentu. Selain itu, hal-hal yang dapat menyelamatkan seseorang setelah meninggal dunia adalah amal saleh yang dilakukan semasa hidupnya, ilmu dan kebaikan yang diperbuat untuk orang lain, dan anak-anak saleh hasil didikannya.
yang menjelaskan tentang persoalan ini, yang intinya adalah; melakukan amalan tertentu baik dengan menyembelih hewan maupun melakukan ritual tertentu dan pada hari-hari tertentu dalam rangka keselamatan arwah seseorang yang sudah meninggal dunia, atau yang di dalam masyarakat sering disebut tahlilan merupakan perbuatan yang tidak memiliki dasar bahkan termasuk perbuatan bid’ah. Dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2 dijelaskan; mengadakan tahlilan dengan memasak makanan yang kadang-kadang mengadakan (memberatkan) bagi orang yang tidak mampu bila kena musibah kematian keluarga juga tidak dijumpai dalam amalan Nabi. bersabda: Buatkan makanan untuk keluarga Ja’far, sesungguhnya telah datang kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka [HR. Jika yang dimaksud dengan pertanyaan saudara adalah ketika hewan itu akan disembelih lalu pihak keluarga yang menyembelih hewan tersebut meniatkannya untuk akikah, sebagai upaya untuk mengubah tradisi dan niat yang keliru sesuai dengan kemampuan yang bisa dilakukan, maka hal ini termasuk salah satu upaya mengubah penyimpangan sesuai dengan kesanggupan saudara.
Namun perlu ditegaskan di sini bahwa niat akikah itu disunnahkan untuk anak yang berumur tujuh hari dari hari kelahirannya dan bukan akikah untuk orang yang meninggal dunia sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang. Tetapi, jika maksud dari pertanyaan saudara adalah menggabungkan niat menyembelih hewan untuk keselamatan arwah orang yang telah meninggal dunia sekaligus juga diniatkan untuk akikah, maka tentu ini merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat.
Jangankan melakukan hal seperti itu, seseorang berkurban lalu diniatkan untuk akikah saja dalam pendirian Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, termasuk perbuatan yang tidak diperbolehkan. Secara mafhum aulawi (logika maksimalnya) menggabungkan niat antara perbuatan dan ritual yang terlarang dengan akikah yang disyariatkan maka tentu hal ini jauh lebih dilarang dalam agama, karena ini termasuk mencampur baurkan antara kebenaran dengan kebatilan. Namun dalam kondisi tertentu, jika saudara belum sanggup mengubah hal tersebut, lalu saat menyembelih hewan bapak niatkan untuk akikah anak yang masih berusia tujuh hari, maka hal ini termasuk salah satu upaya mengubah sesuatu yang tidak benar dengan cara bertahap, sembari mencari cara terbaik untuk mengubah hal-hal yang dilarang oleh agama dengan cara yang lebih jelas dan tegas namun tetap mengedepankan dialog dan sikap yang bijaksana (bil hikmah wal mau’izhah al-hasanah) sehingga semua orang mendapatkan pencerahan dari upaya yang dilakukan.
Baca juga: Ketentuan Lengkap Shalat Idul Adha dan Qurban 2021, Protokol Kesehatan Secara Ketat. Baca juga: Contoh Teks Naskah Khutbah Idul Adha 2021: Berkurban di Masa Pandemi.
Pertama hukumnya diperbolehkan, dan kedua adalah wajib dilaksanakan jika orang yang meninggal tersebut pernah berkeinginan atau berwasiat untuk melaksanakan kurban atas namanya.
Kurban atau akikah untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan, hal ini dijelaskan Imam Nawawi dalam kitan Majmu' syarah al Muhadzab juz 8 hal 406:. "berkurban untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan, karena kurban adalah sebagian dari jenisnya sodakoh, dan sodakoh untuk orang yang sudah meninggal adalah sah (diperbolehkan) dan manfaat sodakoh tersebut akan sampai kepada orang yang sudah meninggal".