Hukum Aqiqah Dengan Uang Pinjaman. Supaya hajatnya dapat terlaksana tepat waktu, maka ia boleh mencari pinjaman (utang) terlebih dahulu. Keringan ini dikarenakan adanya keyakinan ia dapat melunaskan utang-utangnya dari sumber penghasilan yang dimiliki.
Sehingga utang ini tidak menjadi beban dan mudharat bagi dirinya juga orang yang mengutanginya. Dengan adanya unsur haram dalam pelaksanaan aqiqah berakibat pada timbulnya dosa bagi orang yang melakukannya.
Sehingga memberikan kesa bahwa aqiqah sebagai ibadah yang membutuhkan banyak dana seperti haji. Padahal, hakikat aqiqah hanyalah menyembelih hewan (kambing/domba/sapi/unta), lalu dagingnya diolah menjadi makanan dan dibagi-bagikan untuk orang lain agar dapat ikut menikmatinya.
Apa hukum akikah dari meminjam uang ke bank? Hukum akikah menurut mayoritas ulama adalah sunah bagi yang mampu. Sedangkan meminjam uang pada bank konvensional yang menggunakan sistem riba adalah haram. Maka, berdasarkan ketentuan ini, pada dasarnya tidak masalah jika hendak melakukan akikah dengan cara berutang. Sehingga, jika saatnya diberi kemampuan oleh Allah SWT, saat itulah akikah dilakukan. Namun, jika ada yang melaksanakan akikah dengan uang yang dipinjam dari bank konvensional, maka hukum akikahnya sah, namun ia berdosa karena telah melakukan praktik pinjam meminjam dengan sistem riba.
Adapun haram li gairihi adalah sesuatu yang diharamkan bukan karena zatnya, melainkan karena sesuatu yang lain, seperti akikah dengan pinjaman dari bank konvensional yang menggunakan sistem bunga (riba). Haram li gairihi tidak merusak pelaksanaan ibadah dari sisi sahnya, tetapi pelakunya tetap berdosa.
Kesimpulan: akikah sebaiknya tidak dilakukan dengan menggunakan uang pinjaman dari bank konvensional, namun jika ada yang melakukannya, maka akikah tetap sah namun pelakunya berdosa.
Karena itu, hampir sebagian besar kaum muslimin berusaha semaksimal mungkin untuk mengakikahi anaknya yang baru lahir, meski terkadang dengan cara berhutang atau meminjam uang. Sebenarnya, bagaimana hukum akikah dengan uang pinjaman, apakah boleh? Menurut para ulama, hukum akikah adalah sunnah muakkad, atau sangat dianjurkan, terutama bagi orang yang memiliki kemampuan untuk melakukannya.
Ini berdasarkan hadis riwayat Imam Al-Nasai, dari Samurah bin Jundub, dia berkata bahwa Nabi Saw bersabda;. Semua anak bayi tergadaikan dengan akikahnya, maka hendaknya pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya. Bahkan menurut Imam Ahmad, akikah tetap dianjurkan meski dengan cara berhutang dan meminjam uang kepada orang lain. Ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni berikut;. والعقيقة أفضل من الصدقة بقيمتها نص عليه أحمد وقال إذا لم يكن عنده ما يعق فاستقرض رجوت ان يخلف الله عليه احياء سنة قال ابن المنذر صدق أحمد أحياء السنن واتباعها أفضل. Beliau juga berkata bahwa jika seseorang tidak memiliki harta untuk berakikah, lalu dia meminjam, maka aku berharap agar Allah menggantinya, ini karena dia telah menghidupkan sunnah.
Sebagai salah satu bentuk syukur atas lahirnya buah hati, umat muslim dianjurkan untuk melakukan aqiqah anak. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan prosesi penyembelihan hewan ternak seperti kambing atau domba untuk dibagikan kepada keluarga dan orang-orang yang membutuhkan.
Artinya, apabila seorang muslim mampu melaksanakannya (karena mempunyai harta yang cukup) maka ia dianjurkan untuk melakukan aqiqah bagi anaknya saat anak tersebut masih bayi. Namun jika seseorang tersebut berada dalam kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan, maka kewajiban melaksanakan aqiqah pun gugur.
Sama seperti pemberian nama, Rasulullah SAW sangat menganjurkan agar melakukan cukur rambut pada anak yang baru lahir di hari ke-7.
Jadi, pada prinsipnya aqiqah merupakan salah satu bentuk taqarrub dan wujud rasa syukur kita kepada Allah swt, yang dalam konteks ini adalah menyembelih dua kambing jika anak yang lahir adalah laki-laki, dan satu kambing apabila perempuan. Mengenai status hukum aqiqah menurut Zakariya al-Anshari adalah sunnah muakkadah dengan didasarkan kepada sabda Rasulullah saw sebagai berikut.
“Seorang bayi itu tergadaikan dengan aqiqahnya, pada hari ketujuh disembelih hewan, dicukur rambutnya dan diberi nama” (H.R. Kandungan hadits ini menurut Zakariya al-Anshari adalah anjuran untuk mempublikasikan kebahagian, kenikmatan, dan nasab. “Makna yang terkandung dalam hadits tentang aqiqah ini adalah anjuran mempublikasikan kebahagian, kenikmatan, dan nasab. Di samping itu alasan lain yang menunjukkan bahwa aqiqah itu sunnah adalah karena yang dimaksudkan dengan aqiqah adalah mengalirkan darah bukan karena melakukan pelanggaran dan bukan pula nadzar.
“Daging aqiqah dibagikan kepada orang-orang fakir-miskin agar berkahnya kembali ke si anak, dan disunnahkan tidak disedekahkan dalam kondisi masih mentah, tetapi sudah matang (siap dimakan). Demikian ini menurut pendapat yang paling sahih” (Taqiyyuddin Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Surabaya-Dar al-‘Ilm, tt, juz, 2, h. 196). Jawaban kami atas pertanyaan ini adalah bahwa aqiqah tidak bisa digantikan dengan uang. Dan ini termasuk salah bentuk taqarrub atau ibadah yang status hukumnya adalah sunnah muakkadah.