Hukum Aqiqah Anak Luar Nikah. Di sisi lain, perzinaan menjadi perbuatan yang dilarang agama.Alquran bahkan secara khusus melarang manusia untuk mendekati zina. Anak ini tidak mempunyai hubungan nasab, wali, nikah, waris, dan nafaqah dengan lelaki yang mengakibatkan kelahirannya.
Meski demikian, anak ini tidak menanggung dosa perzinaan yang dilakukan kedua orang tuanya. Pezina dikenakan hukuman hadd oleh pihak berwenang untuk kepentingan menjaga keturunan yang sah (hifzh an-nasl). Majelis Tarjih Muhammadiyah pun pernah menerbitkan fatwa mengenai hukum melaksanakan akikah bagi kelahiran anak di luar nikah.
Masih merujuk pada pendapat tersebut, perkataan man menunjukkan hal umum yang berarti siapa saja yang lahir baginya anak (baik laki-laki maupun perempuan) dan dia ingin melaksanakan penyembelihan akikah, hendaklah ia menyembelih. Rasulullah SAW bersabda: Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. Ulama kenamaan Saudi Syekh Abdul Aziz bin Baz juga membolehkan adanya akikah untuk seorang anak hasil zina.
Menurut Bin Baz, ibunya boleh melaksanakan akikah bagi anaknya dan menafkahinya jika mampu. Jika tidak mampu, anak itu harus diserahkan ke panti asuhan di negeri tempatnya tinggal.
Dan yang disyaratkan untuk sahnya kurban dan aqiqah adalah penentuan niat, bahwa hewan yang akan disembelih ini adalah diniatkan untuk berkurban atau pun aqiqah, tidak disembelih begitu saja tanpa niat. Lantas bagaimana dengan hukum aqiqah anak yang lahir di luar pernikahan?
Majelis Tarjih Muhammadiyah pernah menerbitkan fatwa mengenai hukum melaksanakan aqiqah bagi kelahiran anak di luar nikah. [رواه أبو داود] “Diriwayatkan dari Amar bin Syuaib dari bapaknya yaitu Urah, dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw ditanya tentang akikah, Rasulullah menjawab: Allah tidak menyukai al-uquq (kedurhakaan), seakan-akan Rasulullah tidak menyukai penyebutannya (aqiqah), lalu Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa dilahirkan baginya seorang anak dan dia ingin menyembelih (nusuk) untuknya maka hendaklah dia menyembelih untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama besar dan untuk anak perempuan seekor kambing.” [HR Abu Dawud].
Aqiqah merupakan tanggung jawab yang disunnahkan kepada sang ayah, akan tetapi jika dalam kondisi pada pembahasan ini, seorang anak yang lahir di luar pernikahan dinasabkan kepada ibunya, maka yang melakukan aqiqah pun dari pihak keluarga ibunya, misalnya kakek dari garis ibunya. Dalam era modern ini kepraktisan dan kecepatan menjadi hal utama yang paling diminati, termasuk aqiqah.
Seperti yang dilakukan oleh pasangan selebriti muslim ternama, Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu pun mempercayakan aqiqah anaknya yang bernama Cut Shafiyyah Mecca Al Fatih kepada Pelangi Aqiqah.
BincangSyariah.Com – Sudah maklum bahwa setelah anak baru dilahirkan, maka dia dianjurkan untuk diakikahi. Jika berjenis kelamin perempuan, maka dianjurkan hanya satu kambing saja. Mengakikahi anak lahir di luar nikah hukumnya dianjurkan dalam Islam. Hal ini karena di antara tujuan akikah adalah memberitahu nama dan mencukur rambut anak yang baru dilahirkan, dan ini berlaku juga untuk anak hasil zina. Dalam sebuah hadis riwayat Imam Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Tirmidzi, dari Samurah bin Jundub, bahwa Nabi Saw bersabda;. Karena itu, pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), dicukur rambutnya dan diberi nama.
Meski dianjurkan untuk diakikahi, hanya saja menurut ulama Syafiiyah, akikah tersebut tidak dianjurkan untuk ditampakkan pada masyarakat banyak agar aibnya tidak diketahui oleh orang banyak. Dan yang memiliki tanggung jawab menafkahi anak hasil zina adalah ibunya.
Anak ini tidak mempu nyai hubungan nasab, wali, ni kah, wa ris, dan nafaqah dengan le laki yang mengakibatkan kela hirannya. Meski demikian, anak ini tidak menanggung dosa perzinaan yang dilakukan kedua orang tua nya. Majelis Tarjih Muhammadiyah pun pernah menerbitkan fatwa mengenai hukum melaksanakan akikah bagi kelahiran anak di luar nikah.
Ra sulullah SAW bersabda: “Se tiap anak dila hirkan dalam ke adaan fitrah, ma ka kedua orang tua nya lah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” [HR al-Bukhari]. Ulama kenamaan Saudi Syekh Abdul Aziz bin Baz juga mem b olehkan adanya akikah un tuk se orang anak hasil zina.
Biasanya hal ini terjadi karena suami berprasangka atau menuduh bahwa istrinya selama pernikahannya masih berlangsung dengannya telah berselingkuh dan melakukan perbuatan zina dengan laki-laki lain sehingga mengakibatkan kehamilan. Kemudian karena masih dinasabkan kepada ayahnya maka anak perempuan tersebut berhak mewaris dari ayah ibunya dan begitu juga sebaliknya.
Apabila seorang wanita berhubungan sexual di luar nikah, kemudian hamil dan dinikahi oleh lelaki yang menghamilinya. Hanya saja yang membedakan dengan kriteria nomor 1 adalah anak perempuan tersebut secara hukum tertulis, dalam akta kelahirannya nantinya dicantumkan nama ayah dan ibu.
Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Oleh karena itu, di sinilah pentingnya nasab dalam Islam yang hanya bisa diperoleh melalui jalan pernikahan.
Apabila seorang perempuan melakukan hubungan sexual non marital kemudian hamil lalu menikah dengan laki-laki lain yang tidak menghamilinya. madzhab Imam Syafi’i rahimahullah dan Imam Abu Hanifah rahimahullah beralasan bahwa perempuan tersebut hamil karena hubungan sexual non marita bukan dari hasil nikah, padahal kita sudah ketahui bahwa menurut syara, tidak menganggap sama sekali anak yang lahir dari hasil hubungan sexual non marital, sebagaimana beberapa kali dijelaskan di atas.
Meskipun demikian, berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa“Pemerintah berwenang menjatuhkan hukuman ta’zir kepada lelaki pezina yang mengakibatkan lahirnya anak dengan mewajibkan untuk : a. Mencukupi kebutuhan hidup anak tersebut, b. Memberikan harta setelah ia meninggal melalui wasiat wajibah.
Redaksi bahtsul masail, kami ingin bertanya terkait nasab dan hak waris anak di luar nikah. Dengan status hukum yang jelas, anak ini dapat meraih hak-hak lainnya sebagai warga negara yang sama di depan hukum.Adapun perihal status perwalian, nasab, nafkah, dan hak waris anak di luar nikah, para ulama berbeda pendapat. Menurut Madzhab Syafi’i, anak itu tidak dinisbahkan kepada lelaki yang berzina meskipun ia mengakuinya.
Imam Hanafi mengatakan, anak itu dinisbahkan kepada seorang lelaki yang menikahi ibunya meskipun sehari sebelum persalinan. Tetapi jika lelaki itu tidak menikahi ibunya, maka anak itu tidak bisa dinisbahkan kepadanya,” (Lihat Abul Hasan Al-Mawardi,, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1994 M/1414 H], cetakan pertama, juz VIII, halaman 162).Lalu bagaimana pandangan NU terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masalah ini?Sebagaimana diketahui bahwa MK memutuskan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.”Peserta Munas NU 2017 memandang bahwa putusan MK tidak sepenuhnya bertentangan dengan rumusan hukum fikih.Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan.