Arti Aqiqah Menurut Bahasa Adalah Membelah Dan. Akikah (bahasa Arab: عقيقة , transliterasi: Aqiqah) adalah pengurbanan hewan dalam syariat Islam, sebagai bentuk rasa syukur umat Islam terhadap Allah SWT. [1] Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunah muakadah, dan ini adalah pendapat jumhur ulama menurut hadis. Akikah berarti menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran seseorang anak.
Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi akikah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, tetapi jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk akikah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala. Dalil-dalil yang menyatakan hal ini, di antaranya, adalah hadis Rasulullah ﷺ, "Setiap anak tertuntut dengan akikahnya?". Hal tersebut sesuai dengan pandangan mayoritas ulama, seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Malik, dengan berdasarkan dalil di atas. Mengenai kapan akikah dilaksanakan, rasulullah ﷺ bersabda, "Seorang anak tertahan hingga ia diakikahi, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu?". Menurut hemat penulis, jika seorang ayah mampu untuk menyembelih akikah pada hari ketujuh, maka sebaiknya ia menyembelihnya pada hari tersebut. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa akikah anak laki-laki sama dengan akikah anak perempuan, yaitu sama-sama 1 ekor kambing.
Bisa disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing bagi akikah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, tetapi jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk akikah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala. Seperti dalam definisi tersebut di atas, bahwa akikah adalah menyembelih kambing pada hari ketujuh semenjak kelahiran seorang anak, sebagai rasa syukur kepada Allah.
Membebaskan anak dari ketergadaian Pembelaan orang tua pada hari kemudian Menghindarkan anak dari musibah dan kehancuran, sebagaimana pengorbanan Nabi Ismail dan Ibrahim Pembayaran hutang orang tua kepada anaknya Pengungkapan rasa gembira demi tegaknya Islam dan keluarnya keturunan yang di kemudian hari akan memperbanyak umat Nabi Muhammad ﷺ Memperkuat tali silahturahmi di antara anggota masyarakat dalam menyambut kedatangan anak yang baru lahir Sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat Melepaskan bayi dari godaan setan dalam urusan dunia dan akhirat. Untuk anak laki-laki dua ekor, dan untuk anak perempuan satu ekor, tetapi jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk akikah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala. Imam Asy-Syafi'iy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan akikah ini cacat-cacat yang tidak diperbolehkan dalam kurban.
Ibnu Abdul Barr berkata: Para ulama telah ijma bahwa di dalam akikah ini tidak diperbolehkan apa yang tidak diperbolehkan di dalam udhhiyah, (harus) dari Al Azwaj Ats Tsamaniyyah (kambing, domba, sapi dan unta), kecuali pendapat yang ganjil yang tidak dianggap. Ini adalah kadar cukup dan boleh, tetapi yang lebih utama adalah mengakikahi anak laki-laki dengan dua ekor, ini berdasarkan hadis-hadis berikut ini:[7]. Pelaksanaan akikah disunahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi 'ﷺ, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan akikahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (Hadis riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi). dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi ﷺ', dia berkata yang artinya: “Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, keempatbelas, dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy).
Aqiqah berasal dari bahasa Arab yang artinya “mengaqiqahkan anak atau menyembelih kambing aqiqah”. Secara istilah, makna aqiqah ada beberapa pendapat ulama, diantaranya:. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa aqiqah adalah rangkaian kegiatan merayakan kelahiran anak dengan menyembelih hewan bersamaan dengan mencukur rambut kepala anak serta memberikan nama anak yang dilakukan pada hari ketujuh.
PWMU.CO– Hukum akikah dan bolehkah menggabungkan niat kurban dan akikah sekaligus dapat dijelaskan dengan dalil sebagai berikut. Akikah menurut terminologi syariat adalah hewan yang disembelih untuk anak yang baru dilahirkan sebagai ungkapan syukur kepada Allah dengan niat dan syarat-syarat yang khusus (Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fiqhus-Sunnah, Bab al-Akikah, hlm.
Tentang pelaksanaan akikah disyariatkan pada hari ketujuh dari kelahiran anak, sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:. Memang ada beberapa pendapat tentang kapan waktu pelaksanaan akikah selain hari ketujuh sesudah kelahiran. Pertama, pendapat yang dikemukakan oleh ulama madzhab Hambali yang mengatakan bahwa pelaksanaan akikah boleh pada hari ke-14, 21 atau seterusnya manakala pada hari ke-7 dari kelahiran anak, orang tuanya tidak mampu mengakikahi.
Mereka berhujah dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya:. Mereka berhujah dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Anas ra yang menyebutkan bahwa Nabi baru melakukan akikah untuk dirinya setelah beliau menjadi Nabi:. Hadis al-Baihaqi yang diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah di atas dinilai dhaif karena dalam sanadnya terdapat Ismail bin Muslim al-Makky yang didaifkan oleh Ahmad, an-Nasa’i dan Abu Zur’ah. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:.
Pertama, hukum akikah adalah sunnah muakadah dan waktu pelaksanaan akikah adalah hari ketujuh dari kelahiran bayi. Kedua, yang dituntut untuk melaksanakan ibadah akikah adalah orang tua dari bayi yang dilahirkan, sehingga seseorang tidak perlu mengakikahi diri sendiri. Pelaksanaan akikah disyariatkan pada hari ketujuh dari kelahiran bayi.
Tidak ada nash al-Qur’an atau hadits yang menyatakan bahwa akikah dan kurban dapat disatukan.
Majelis Tarjih dan Tajdid serta Majelis Tabligh di semua tingkat Persyarikatan bekerjasama dengan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) di semua tingkatan Persyarikatan dimohon aktif memberikan bimbingan keagamaan bagi jemaah Muhammadiyah melalui berbagai media sebagai rujukan pelaksanaan keagamaan setiap jemaah sehari-hari. Proses pelaksanaan pembinaan keagamaan warga Muhammadiyah tetap memperhatikan protokol kesehatan Covid-19 dan sebisa mungkin warga tetap melakukan ibadahnya di rumah, sesuai dengan Edaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/EDR/I.0/E/2020 dan Nomor 03/EDR/I.0/E/2020. Pengurus masjid/musala membuat tanda atau petunjuk saf yang berjarak untuk pelaksanaan salat jemaah di masjid/musala.
Kegiatan pengajian dan pembinaan jemaah secara umum dilakukan dalam bentuk daring/online atau melalui pengeras suara masjid/musala. Untuk ini, pengurus masjid/mushola mengatur jarak waktu azan dan ikamah, menghindari kumpul-kumpul di masjid terlalu lama (rapat, berbincang-bincang).
Anak-anak dan orang dewasa yang memiliki riwayat penyakit penyerta (jatung, diabetes, darah tinggi, asma, ginjal, paru, kanker, gangguan kekebalan tubuh, TBC, dll) atau usai bepergian dari luar daerah/luar negeri harus tetap melaksanakan salat di rumah. Jemaah melakukan salat rawatib di rumah, berwudu dari rumah, memakai masker, membawa sajadah dan sarung/mukena sendiri, tidak berjabat tangan, tetap menjaga jarak (1,5 meter) dan mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer sebelum masuk masjid, tidak berlama-lama di masjid, tidak berkerumun sebelum atau setelah selesai ibadah di masjid dan pemenuhan kententuan protokol kesehatan lainnya. Masjid/musala yang menjadi transit jemaah dari luar (pendatang/singgah), maka Pengurus masjid/musala harus memastikan bahwa:. Jemaah tersebut memarkirkan kendaraan secara berjarak dan menjaga barang bawaannya sendiri-sendiri (masjid tidak menerima penitipan).
Apabila memungkinkan, salat bagi jemaah musafir disediakan tempat tersendiri, tidak di ruang utama masjid. Salat Jumat hanya dilakukan bagi lelaki akil baligh dan sehat serta tidak sehabis perjalanan dari luar daerah/negeri. Apabila jumlah jemaah banyak, maka dapat dimungkinkan salat Jumat dilakukan dua sesi (2 kali).
Apabila ditemukan jemaah mengalami influenza dan suhu badan 38°C sama dengan/lebih, maka takmir melarang yang bersangkutan datang ke masjid/musala.